du son moa
gidohane
naeil-eun jom
deo usgileul
For me
jom nasgileul
For me
i nolaega
kkeut-i namyeon
sae nolaega
sijagdoeli
jom deo haengboghagileul yeah
Pukul 00:00, aku masih terbangun, dan tidak peduli dengan notifikasi pesan yang sedari tadi terus mengocehkan musik yang sedang ku dengarkan. Berkali-kali ku hembuskan nafas berat. Mulai besok aku akan aktif belajar lagi, dan tinggal menunggu hari, maka kedua orang di rumah ini akan terbang ke Inggris.
Ya, Kim Jihyo, dan Kim Jaeyun, ntahlah, aku tidak tau ada hubungan apa diantara berdua, yang jelas semakin hari, mereka terlihat sangat akrab, dan dekat, sering meninggalkan ku sendiri. Tapi, jelas aku tidak peduli saat ini. Pikiran ku hanya berfokus pada masalah, melupakan.
"Kau tidak tidur lagi?" suara di balik pintu membelokkan kepala ku cepat.
Lelaki itu berjalan ke arahku.
"Memikirkan Seojin lagi?"
"Tidak"
"Lalu? Apa yang membuatmu sulit untuk tidur?" tanya nya.
"Aku tidak tau" jawabku, lalu mematikan musik yang masih berputar, setelah itu melihat siapa yang sedari tadi mengirimu ku pesan.
Minhyun.
Dia lagi? Apa yang dia inginkan dariku? Kenapa dia tidak bosan, dan tidak berputus asa seperti itu?
Noona, sebaiknya kau telpon Seojin.
Dia semakin memburuk disana.
Bahkan lebih sering mabuk, dan pulang malam, begitu sampai sekarang.
Ku harap kau membujuknya untuk pulang.
Pesan itu lagi, aku tidak peduli sama sekali, biarkan saja dia mau hidup seperti apapun, yang jelas aku hanya ingin melupakannya, dan menghilangkan nya dari hidupku.
Jaeyun menyambar ponsel ku.
"Telpon saja, tak perlu banyak berpikir seperti itu" kata Jaeyun.
"Untuk apa? Dia hanya temanku, dan sekarang bahkan kita tidak berteman lagi. Jadi, untuk apa aku repot-repot menelpon nya" kataku kesal.
"Kau sendiri yang tidak tau"
"Apa yang ku tidak tau?"
"Dia mencintaimu" ungkap Jaeyun cepat, dan itu membuatku menjatuhkan ponsel dari tanganku.
Hening sesaaat.
"Hahaha... tidak mungkin dia mencintaiku" akhirnya aku tertawa keras di hadapannya.
"Kenapa kau tertawa?"
"Tidak, aku hanya ingin tertawa mendengarmu mengucapkan seperti itu" jelasku.
Jaeyun menatapku dalam.
"Jika dia memang mencintaiku, kenapa dia tidak pernah mau mengungkapkannya padaku? Kau pasti sedang berbohong, dan berusaha menghiburku kan?" ujarku.
"Kau tanya kenapa? Karena yang dia tau kau itu mencintai Leo" Jaeyun mencoba menjelaskan.
Tanpa sadar aku menitikkan air mata. Lalu, tersungkur di dada bidang Jaeyun, aku memukul-mukulnya pelan. Aku tidak tau, haruskah aku bahagia atau sebaliknya, yang jelas aku ingin menangis sekarang.
...
Dengan ragu aku menelpon Seojin seperti yang di perintahkan Jaeyun, dan Minhyun.
Telpon nya berdering.
"Kau siapa? Ada perlu apa menelponnya?"
Suara itu? Ini bukan Seojin, melainkan perempuan yang tidak ku kenal.
"Siapa ini? Apa kau salah sambung?"
Lagi-lagi perempuan itu bertanya.
"Siapa Luna?"
Aku mendengar suara Seojin dengan jelas.
Pagi ini aku kembali menitikkan air mata. Aku tidak tahan lagi, ku matikan telpon itu, dan ku lemparkan ponsel ku ke kasur.
"Luna?"
Ya, itu nama dari perempuan yang tadi mengangkat telpon ku. Kenapa harus di saat seperti itu?
"Yoonji? Kau tidak pergi?" tanya Jihyo yang muncul di depan pintu kamarku.