Lelaki itu berdiri, sambil menatap laut cahaya kota Seoul, matanya menyembunyikan kerinduan yang teramat dalam pada seorang gadis yang kini berada jauh darinya. Malam ini, salju pertama turun, lelaki itu memenuhi perkataannya untuk pergi bersama ke Namsan saat salju pertama turun. Tapi, sayang sekali, dia hanya bisa datang sendiri, tanpa kehadiran gadis yang sangat di cintainya itu.
"Cut!"
Leo tersenyum, lalu berjalan ke arah ku.
"Kerja bagus" kataku memujinya, lalu ku serahkan botol minum yang sedari tadi ku genggam.
"Terima kasih" katanya yang menerima botol minum itu.
Aku mengajaknya untuk duduk di kursi tak jauh dari tempat ku berdiri tadi. Leo meneguk habis minumnya. Malam ini benar-benar dingin, aku menggosok kedua tanganku sedikit cepat untuk mendapat kehangatan. Leo menyadari nya, lalu dengan cepat Leo memintakan syal untukku.
"Kau tidak perlu repot-repot, lagipula sebentar lagi kita akan pulang" kataku.
Tanpa banyak bicara Leo memakaikan syal itu padaku. Aku hanya tersenyum. Setelah semua selesai, aku diantar pulang oleh Leo.
"Aku tidak pernah menyangka kita akan bekerja sama di dalam satu drama" ucap Leo di tengah heningnya malam perjalanan.
"Ya, aku bahkan terkejut saat tau kau yang menggantikan posisi Lee Jung Su. Ku kira Kim Taehyung yang akan menggantikannya" celetukku tapi benar-benar kecewa.
"Jadi begitu" katanya yang membuatku menoleh ke arahnya.
"Kau cemburu?" tanyaku memastikan.
"Tidak, tapi jika aku adalah Seojin, pasti dia akan cemburu" katanya yang perlahan memudarkan senyumanku.
Ku alihkan pandanganku ke sisi jalan. Ku tarik nafas ku panjang, dan menghembuskannya secara perlahan. Seojin, sudah lama sekali aku tak melihatnya, dia kembali ke Daegu, dan sibuk melanjutkan kuliahnya secara online. Aku jadi selalu bersalah jika ada orang yang menyebut namanya. Tapi aku yakin, pasti dia bahagia sekarang.
"Kau memikirkannya?" tanya Leo yang membuyarkan lamunan ku.
"Ya" ucapku tanpa berpikir.
"Sudah ku duga" kata Leo pelan.
Aku kembali terdiam dan menatap jalan. Setelah mengucapkan terima kasih, aku pun langsung masuk kedalam apartemen, Aku lega karena besok jadwal ku kosong, jadi aku tidak perlu repot lagi untuk bangun pagi, dan meninggalkan sarapan.
Jihyo kembali ke Inggris, sedangkan Jaeyun harus kembali ke Amerika karena ada panggilan dari tempat kerjanya yang dulu. Dan disini, tinggal aku sendiri, bahkan tetanggaku juga pindah. Aku tak punya siapa-siapa lagi selain Leo. Hana yang sebenarnya juga sibuk dengan kuliahnya, lalu, Hyun Woo, Kang Min Ah, dan Lee Jungkook yang baru ku dapatkan seminggu yang lalu di KBS, dan satu lagi, Suna, teman kelasku di Konkuk. Walaupun ada mereka, tapi aku masih merasa kesepian, haruskah aku mengajak teman untuk tinggal bersama ku?
Tok... tok... tok...
Ketukan pintu itu membuatku harus cepat membuka pintu.
"Siapa?" kataku sambil membuka pintunya.
"Noona!" suara riang itu kembali terdengar.
Minhyun? Kenapa dia datang malam hari seperti ini? Ada perlu apa dia datang kesini? Adakah sesuatu yang penting untuk disampaikan padaku? Tapi, kenapa tidak menelpon saja?
"Noona! Kau tidak akan membiarkan ku masuk? Disini sangat dingin" kata Minhyun yang menyadarkanku.
"Oh, maafkan aku. Ayo istirahat saja dulu, pasti kau lelah, iya kan?" kataku sambil tersenyum lebar.
Minhyun pun masuk sambil menarik koper nya. Aku kebingungan melihat koper yang di bawa nya.
"Nanti ku jelaskan" katanya seakan bisa membaca ekspresi ku saat ini.
Setelah itu, aku kembali menutup pintu, dan kembali menguncinya. Minhyun merebahkan tubuhnya di sofa, dan membiarkan koper nya tergelatak dimana pun. Aku pergi ke dapur untuk mengambilkannya minum.
"Ini supaya hangat" kataku sambil memberikan teh hangat padanya.
Mata Minhyun sudah terpejam, lelaki itu tak tergerak sedikit pun, aku membiarkannya, karena aku tau perjalanan dari Daegu ke Seoul itu tidak secepat pergi ke depan rumah, apalagi saat ini salju sudah turun, pasti sangat lelah.
Aku beranjak dari tempat duduk dan melangkah menuju kamar untuk mengambil selimut.
"Hhh... aku seperti punya adik sekarang" pelan ku sambil menyelimuti Minhyun yang tidak di ragukan lagi sudah terlelap.
Telpon rumah membuat ku sedikit terperanjat.
"Siapa yang menelpon malam-malam begini?" tanya ku sebelum mengangkat telpon itu.
"Ya? Ada perlu apa?" tanyaku.