“Kakak!!!”
“Keyra!!!”
‘Ayah, ibu dimana? Keyra? Ah, sakit. Tubuhku begitu sakit. Tolong siapapun tolong, tolong aku. Aku takut. Bagaimana ini?’
“Aku di sini, tak perlu takut”
‘Tolong aku’
“Aku di sini, disisimu. Jangan takut”
“Aira” suara yang terus memanggil Aira, Aira terbangun dengan keringat di sekujur tubuhnya. Aira mengatur nafasnya dan detak jantungnya yang berdetak cepat, bekas air mata di wajah Aira yang belum kering membuat Aira tampak begitu kacau. Real memperhatikan Aira dengan raut begitu khawatir, Real tetap di samping Aira sampai Aira merasa tenang lalu Aira pergi ke kamar mandi untuk membasuh muka.
Aira lebih banyak melamun ketika di rumah, begitu pun di sekolah. Real sudah mencoba mengajak bicara Aira tapi tak ada tanggapan dari Aira. Di sekolah Aira bisa tersenyum kembali karena usaha Lani menghibur Aira, Real terus memperhatikan tanpa mengatakan apapun.
Sepulang sekolah, Aira bertemu Ayahnya di persimpangan jalan dekat rumah Aira. Aira masuk ke mobil Ayah, Mobil yang dibeli ayah beberapa tahun yang lalu.
“Ayah, tumben sekali sudah pulang. Ibu kemana, yah?” Tanya Aira.
“Ibu ada acara dengan teman kantornya, Ayah sengaja pulang cepat karena tak ada urusan lain di kantor. Besok Ayah libur, Ayah punya rencana main, kamu mau ikut? Besok kamu libur kan?” Kata Ayah.
“Iya, Yah, besok aku libur, memangnya kita mau main kemana?” Aira penasaran.
“Lihat saja besok.” Kata Ayah sambil tersenyum. Mobil Ayah sudah berhenti di depan rumah, Aira turun dari mobil untuk membuka gerbang pagar. Sesudah mobil terparkir di garasi, Aira segera masuk ke rumah sedangkan Real masih memperhatikan Aira dari jauh.
Pukul 22.00, Aira terbangun karena terganggu suara kendaraan yang lewat. Aira melihat Real yang berdiri di dekat jendela, Real menatap pohon yang ada di depan jendela kamar Aira. Lampu taman yang ada di dekat pohon menerangi kamar Aira yang gelap, cahaya oren itu juga menerangi wajah Real. Aira menyalakan lampu kamar, Real menoleh pada Aira.
“Kau kan bisa menyalakan lampu, mengapa tidak nyalakan saja?” tanya Aira mendekati Real.
“Aku tak ingin membuatmu bangun, lagipula kita harus menghemat energi.” Jawab Real sambil melihat ke arah lampu taman, Aira tersenyum.
“Aku dan orang tuaku akan jalan-jalan besok. Besok kamu juga ikut, ya!” ajak Aira, Real mengangguk.
“Besok pakai baju apa ya?” Aira berpikir.
“Eh, Real kamu tau tidak? Pohon ini sudah ada sejak aku pertama pindah kemari. Lalu kami setuju untuk membiarkan pohon ini tumbuh.” Ucap Aira, Real mengangguk.
“Bintang nya terhalang awan, jadi tidak terlihat deh.” Ucap Aira saat melihat langit, Real juga ikut melihat langit.
“Real, kamu itu seperti kakak bagiku. Entah mengapa, aku selalu merasa begitu.” Kata Aira sambil tersenyum, Real menoleh pada Aira. Cukup lama Real menatap Aira.
“Kenapa kau menatapku seperti itu? Sudah terlalu malam, aku harus kembali tidur. Tolong matikan lampunya, ya!” Kata Aira sambil berjalan kembali ke tempat tidur, tak lama Aira tertidur. Real mendekati saklar lampu yang berada di dekat meja belajar, Real menatap Aira cukup lama dengan tatapan yang dingin.