“Putra pertama kami, kami sangat merindukanmu. Aira akan senang jika bertemu denganmu.” Bunyi tulisan dibalik foto itu, Aira terdiam cukup lama.
“Real, aku ingin tahu siapa dia, aku ingin bertemu dengannya.” Ucap Aira perlahan sedangkan Real hanya terdiam mendengarnya.
“Ayah dan ibu akan segera pulang, aku harus bereskan semua ini sebelum mereka pulang.” Kata Aira sambil membereskan foto-foto yang berserakkan setelah itu Aira keluar kamar orangtuanya, Real mengikuti Aira tanpa banyak bicara.
Semenjak itu Aira tidak pernah membahas foto ‘putra pertama’ tapi Real tahu ada banyak rasa penasaran pada diri Aira. Real juga tidak memaksa Aira bercerita tentang perasaannya, Real lebih banyak diam.
“Aira, aku akan menemanimu. Jangan takut padaku, aku akan melindungimu. Aku akan bersamamu”
‘Siapa itu!?’
“Aira, bangun.” kata Real disamping Aira, Aira membuka mata perlahan. Aira tidak segera bangun dari tempat tidurnya.
“Aira cepat siap-siap, kamu bisa terlambat.” kata Real, Aira bangun dengan malas lalu masuk ke kamar mandi. Tak lama Aira keluar dari kamar mandi dengan muka masam, Real menatap Aira.
“Real tetaplah bersamaku, aku mohon.” Pinta Aira sebelum keluar rumah, Real menatap Aira cukup lama sampai akhirnya Real mengangguk. Aira berangkat sekolah dengan Real, Real banyak berbicara selama perjalanan.
Sesampainya di sekolah, Aira bertemu dengan Arka. Arka menyapa Aira dengan melambaikan tangan sedangkan Aira hanya tersenyum, Real yang ada di dekat Aira menatap sinis Arka.
Ketika Aira masuk kelas, teman-teman Aira berkumpul menghalangi pintu kelas.
“Permisi” kata Aira sambil menunduk ketika melewati Mey, Mey yang berada di belakang Aira mendorong Aira seakan tak sengaja. Aira terjatuh. Real yang berada di sebelah Aira menarik tangan Aira.
“Braaak” Aira terjatuh tepat di depan mata Real. Real membeku dengan tangan mengarah pada Aira.
“Maafkan aku, kamu baik-baik saja?’ tanya Mey sambil membantu Aira berdiri.
“Iya tak masalah.” Jawab Aira sambil tersenyum, Aira mendekati tempat duduknya dengan kaki gemetar.
Real berjalan di dekat Aira sambil menunduk.
“Maafkan aku, aku tidak bisa menyentuhmu. Jika aku bisa, aku akan melindungimu. Kejadian seperti tadi, mungkin tak akan terjadi.” Kata Real dengan ekspresi bersalah.
“Tidak apa-apa, ini bukan salahmu.” Kata Aira sambil tersenyum, Aira tidak menyadari ada seseorang yang memperhatikannya. Lani mendekati Aira dengan sapaan cerianya.
“Aira, mengapa orang-orang berkumpul di depan pintu kelas?” tanya Lani penasaran, Aira hanya tersenyum.
“Aira tadi aku lihat Kak Arka menyapamu, ada apa nih?” kata Lani dengan tatapan menyelidik, Aira menjawab dengan menggeleng. Lani terus tersenyum penuh selidik, Aira hanya menggeleng lalu tertawa. Tak disadari oleh Lani dan Aira, teman-teman sekelas mendengarkan obrolan Lani dan Aira. Real hanya diam mendengarkan obrolan Lani dan Aira.
Aira membuka tasnya dan mengeluarkan buku pelajaran sambil mendengarkan perkataan Lani.
“Mengapa aku membawa buku sketsa ya?” tanya Aira pada dirinya sendiri, sebelum Aira memasukkan buku sketsa, Lani mengambil buku sketsa Aira. Lani membuka buku sketsa dan melihat-lihat gambar Aira.
“Laki-laki ini seperti nyata.” Kata Lani melihat gambar wajah Real, Aira hanya tersenyum.