Keesokan harinya, Aira terbangun dengan badan yang segar.
“Aira, jangan pergi sekolah hari ini. Ibu sudah bilang pada gurumu jadi kamu harus istirahat. Ibu sudah menyiapkan makanan, kamu tinggal makan saja. Ibu harus pergi ke kantor tapi Ibu janji akan pulang cepat.” kata Ibu Aira sambil terburu-buru pergi. Aira hanya tersenyum mendengarkan perkataan Ibu. Setelah ibu pergi, Aira memilih tidur kembali.
“Aira makan dulu, aku sudah memanaskan bubur yang dibuat ibu.” kata Real sambil membawa semangkuk bubur hangat, Aira terbangun.
“Bagaimana bisa?” Tanya Aira tidak percaya.
“Aku bisa melakukannya, tapi tidak setiap waktu. Hanya dalam beberapa kondisi.” Jawab Real setelah menaruh bubur di meja sebelah tempat tidur, Aira memakan bubur itu. Setelah bubur itu habis Aira kembali ke kamarnya lalu tertidur kembali.
Aira menatap keluar jendela, menatap langit sore yang mulai berwarna jingga. Aira membuka jendela membiarkan hembusan angin menerpa wajahnya, tak lupa mengambil kursi dan buku sketsa, Aira mulai menggambar wajah seorang perempuan berparas cantik.
“Lani.” Ucap Aira setelah menyelesaikan gambarnya, orang yang digambarnya itu Lani, Aira juga menggambar Arka. Aira tersenyum melihat gambar yang telah dibuatnya. Suara ketukan membuat Aira segera berlari ke pintu rumah. saat Aira membuka pintu orang yang datang ternyata orang yang digambarnya. Aira mempersilahkan Lani dan Arka masuk.
“Bagaimana kabarmu?” Tanya Lani ketika sudah berada di ruang tamu.
“Baik.” jawab Aira sambil tersenyum, Arka menyiapkan sesuatu untuk Aira. Mereka membawa makanan dan sebuah gambar, Arka membuatkan gambar yang Aira tahu betul itu dirinya.
“Terimakasih.” kata Aira dengan wajah berseri-seri, Arka tersenyum. Lani mulai bercerita banyak hal dari yang lucu hingga yang menyeramkan Aira hanya mendengarkan dan sesekali tertawa.
Suara ketukan pintu membuat semua terdiam, Aira segera membukakan pintu rumah. Orang tua Aira yang datang, Aira sedikit kaget karena orang tua Aira biasanya pulang malam hari.
“Wah, ada tamu ternyata.” kata Ayah sambil tersenyum ramah, orangtua Aira ikut berkumpul di ruang tamu.
Lani yang telah mengenal orangtua Aira membuka pembicaraan dengan ceria.
“Ayah, ibu kenalkan ini kakak kelasku. Namanya Arka.” Kata Aira mengenalkan Arka. Arka dengan cepat mengakrabkan diri dengan orangtua Aira. Sedangkan Lani mampu membuat suasana menjadi lebih hangat, tak ada kecanggungan.
Tapi Aira merasa ada yang hilang, perasaan tak nyaman terus menghantuinya. Aira segera mencari ke seluruh ruangan tanpa menghiraukan panggilan orangtua Aira, Aira mencari keseluruh ruangan di rumah tapi tidak dapat menenemukannya. Aira terdiam di kamar, duduk dilantai sambil menatap cermin.
“Apa yang aku cari sebenarnya?” tanya Aira pada dirinya sendiri.
Cukup lama Aira menatap cermin lalu seseorang muncul dari cermin, sosok yang membuat Aira takut. Mendekat dan semakin dekat.
“Ayah!!! Ibu!!” teriak Aira sambil berlari keluar kamar.
Aira pergi ke ruang tamu, tapi tak ada siapapun. Aira memilih untuk keluar rumah. Aira mencoba membuka pintu tapi pintu rumah sangat sulit dibuka.
“Tolong!” Aira berteriak meminta tolong.
Sosok itu semakin mendekat, Aira semakin tersudut. Ketika sosok itu hendak memegang tangan Aira.
“REAL!!” teriak Aira, Aira melihat Real yang tiba-tiba datang entah darimana. Real sangat marah dan mengusir sosok menakutkan itu, Aira merasa kepalanya sangat sakit. Aira terduduk dan lama-lama penglihatannya kabur.
…
Aira terbangun dari tidurnya dengan kepala yang sakit.
“Real.” Panggil Aira pelan, Aira segera bangun dari tempat tidurnya, ketika Aira membuka pintu kamar Real ada di depan pintu kamar dengan segelas air putih ditangannya.
“Ada apa? Kamu bermimpi buruk?” Tanya Real, Aira menghembuskan nafas lega ketika melihat Real. Real menaruh air putih yang dibawanya di meja samping tempat tidur, Aira menceritakan mimpinya. Real mendengarkan dengan seksama.
“Real aku takut, rasanya seperti nyata.” Ucap Aira pelan dengan ekspresi ketakutan.
“Tenang, Aira. Aku ada disini dan aku akan melindungimu. Sebaiknya kamu mandi sekarang.” Kata Real dengan tatapan serius. Aira masuk ke kamar mandi sedangkan Real menatap cermin cukup lama dengan tatapan marah.
“Kemana dia!?” ujar Real pelan tapi penuh dengan emosi saat mengatakannya.
Ketika Aira selesai mandi, Aira mencari Real tapi Real tidak ada dimanapun. Aira mengambil laptopnya lalu mulai mengetik catatan harian yang sudah lama tidak dibuatnya.