Getaran notifikasi mengamplifikasi bunyi ponsel di atas meja. Kayu-kayu ikut bergetar, menghantarkan panggilan kepada sang pemilik di ruang sebelah. Ada pesan masuk. Berdasarkan nada dering yang terlantangkan, ini adalah surel penting dan mendesak. Ini bukan email promo Google, SMS dari operator, apalagi pesan tipu-tipu dari para cecunguk era digital.
Daya panggil ponsel itu semakin tinggi lantaran Ibu ikut melantangkan suara, “Ilham, ponselmu bunyi!” Lelaki yang mendengar panggilan sakti itu langsung berdiri dari pembaringannya di teras. Kucing yang sedang bermalas-malasan di ketiak lelaki itu maklum akan keharusan sahabatnya menghampiri Ibu tanpa tunda-tunda, tanpa mengeluh, dan tanpa mengatakan “uf!”. Kucing pun menyingkir dengan damai.
“Ada telepon? Atau SMS? Atau apa?” tanya Ilham kepada Ibu.
“Mungkin bukan semuanya. Lihat saja. Mana mungkin Ibu main intip isi ponselmu!” kata Ibu sambil membaca koran.
Ilham menekan tombol daya. Layar ponsel menyala. Simbol amplop surat tampak di muka, tanda ada surel menunggu dibaca. Tanpa tunda, surel itu langsung dibuka. Isinya, “Selamat, anda mendapat panggilan wawancara kerja.”
Inilah momen yang dinanti. Hati girang tak terperi, mulut senyum berseri-seri. Panggilan yang ditunggu pun tiba di sini, Ilham tak akan pengangguran lagi. Penantian selama 18 bulan tuntas sudah! Lelaki muda memang semestinya punya kerja. “Ibu, Ibu! Ibu bisa berhenti gelisah, karena BP Migas berminat menjadikanku pegawainya!”
“Kau diterima?” tanya Ibu. Koran diturunkan, kini Ibu menatap lekat-lekat anaknya.
“Dipanggil wawancara kerja lebih tepatnya!” jawab Ilham.
Senyum penuh semangat pun tersungging di wajah Ibu. Dia bilang, “Bagus itu! Di mana kau akan diwawancara?”
“Di Samarinda!” jawab Ilham riang dan ringan.
Ibu berpikir sejenak. “Samarinda, ya? Jauh juga. Kapan itu wawancaranya?”
“Senin, 24 Februari 2014!”
Pemahaman datang mendadak ke kepala Ilham. Tersadar dia bahwa hari ini adalah Jumat dan dia masih berada di Tangerang Selatan. Padahal, waktu hari ini telah berlalu sebanyak 16 jam ditambah 34 menit. Untuk berjaga-jaga, dia harus sudah berada di Samarinda, Minggu.
Itu berarti, dia hanya punya 24 jam lebih sedikit untuk mengurus akomodasi. Dalam kurun waktu sempit itu, dia harus mencari tiket pesawat, membeli tiketnya, mencari penginapan, memesan penginapan, mencari jalan dari penginapan ke kantor BP Migas di Samarinda, dan, gawat, tabungan dia belum tentu cukup untuk itu semua.
Ingin rasanya mengatakan kepada panitia wawancara bahwa mustahil Ilham memenuhi panggilan itu. Ilham menguatkan niatnya. Kalau dipikir-pikir, usaha yang harus dia keluarkan untuk mencari pinjaman dan mengurus banyak hal dalam waktu singkat tidaklah seberapa dibanding usaha yang telah dia keluarkan untuk menahan malu lantaran menganggur sejak kantornya bangkrut 18 bulan lalu.
Karena itu, sungguh kufur bila panggilan wawancara ini ditolak. Namun, waktu sungguh kurang bersahabat. “Aku harus bagaimana, Ibu?” tanya Ilham tanpa menutupi kepanikan.
Ibu menyesap teh dengan mantap. Bunyi seruputnya mungkin terdengar hingga tetangga. Setelah itu, dia melipat koran, lalu meminta izin kepada Ilham untuk membaca surelnya. Hening sejenak ketika Ibu membaca. Setelahnya, Ibu bilang, “Berdasarkan ini, kau bisa meminta tolong panitia wawancara kerja untuk membantumu mengurus akomodasi.”
Ilham membaca kembali surat itu, lalu mengakui bahwa kalimat itu luput dari perhatiannya lantaran dia keburu girang. Tanpa ambil pusing, Ibu bertanya, “Jadi, kau mau telepon panitia hari ini atau besok saja?”
“Sekarang juga!” kata Ilham yang bergegas menyambar gagang telepon lalu menekan-nekan tombolnya.
Panggilan dijawab, Ilham langsung menceritakan situasi. Perempuan yang berada di ujung lain telepon menenangkan Ilham dan berkata bahwa panitia telah memilihkan penerbangan dengan Maskapai Merpati, keberangkatan 08:37, 22 Februari 2014.
“Itu berarti besok!?” Ilham kaget. “Kenapa buru-buru sekali?”
Dengan suara profesional, perempuan di ujung lain telepon menjawab, “Kami mohon maaf apabila ini terkesan terburu-buru. Namun, ini sudah sesuai jadwal yang ditetapkan panitia. Kami hanya ingin menjaring kandidat yang benar-benar siap. Setiap kandidat diberangkatkan ke Samarinda, Sabtu, para kandidat ditempatkan di asrama pegawai supaya ada waktu istirahat selama Hari Minggu.”
Tanpa pikir, Ilham bilang, “Baiklah kalau begitu. Bagaimana selanjutnya?”
“Anda hanya perlu membayar biaya akomodasi ke agen perjalanan pilihan kami. Nominal yang anda bayarkan sudah termasuk tiket pesawat pulang pergi, penempatan di asrama, dan makan. Kami mohon maaf sebelumnya. Keuangan BP Migas diawasi ketat selayaknya BUMN lain. Jadi, BP Migas hanya bisa mengeluarkan dana untuk para pegawai,” kata perempuan di ujung lain telepon.
“Jadi, berapa nominal yang harus saya bayarkan dan ke mana saya harus membayarnya?” tanya Ilham tanpa banyak cingcong.