Reality and Dreams

caelio202
Chapter #2

Siapa kamu sebenarnya?

Di dalam ruangan yang gelap, hanya di terangi cahaya dari obor yang berkerlap-kerlip di dinding batu, sang bangsawan berdiri angkuh di hadapan ibu Celia.


"Lepaskan aku...!!!


"Asal kau tahu... anakmu sudah tiada. Mati karena kebodohannya sendiri," ucapnya dingin, namun penuh amarah.


Dia seketika hening, terdiam, mendengar ucapan itu. Kemudian dia berkata.


"Tidak... tidak mungkin! Kamu bohong... kamu pasti berbohong!" Tangis sang ibu pecah, air mata jatuh membasahi pipinya.


Melihat hal itu, Ferdio tertawa puas menyaksikan ekspresi ibu Celia.


"Kau pasti berbohong, tuan. Tidak mungkin anakku melakukan hal seperti itu," sahut ibu Celia dengan nada tak percaya.


"Ah... sudahlah. Tujuanku sudah tiada, jadi aku tak membutuhkan dirimu lagi. Penggal saja kepala nya.?" Ucap Ferdio menatap anak buahnya


Mendengar perkataan tersebut, ibu Celia bukannya ketakutan—justru sebaliknya. Dia tampak pasrah menerima kenyataan.


"Lakukan..."


Tiba-tiba dari samping terdengar desingan pedang. Seorang anak buah Ferdio melangkah maju, membawa sebilah pedang tajam yang berkilau di bawah cahaya bulan.


Ibu Celia menutup matanya dan menunggu detik-detik ajal menantinya. Tapi... Dari arah pintu, salah satu anak buah Ferdio berlari masuk sambil berteriak.


"Tuan Ferdio! Ga-gadis itu... dia datang ke sini!" serunya tergesa-gesa.


"Apa?" Ferdio mengernyit, bingung. "Kau bilang... gadis itu datang ke sini? Tapi bukankah—"


"Tu-tuan bisa liat sendiri... dia ada di depan gerbang kediaman kita.


Ibu Celia memegang erat tangannya, jantungnya berdetak kencang mendengar berita itu, wajahnya kembali berseri.


"Apa anakku...? Benar-benar masih hidup,"gumamnya dalam hati.


Tanpa menunggu lebih lama, Ferdio segera bergegas keluar untuk melihat, dan benar saja. Sosok Celia berdiri tegak di depan gerbang kediamannya.


Melihat itu, Ferdio seketika terbelalak." Ha... ternyata kau masih hidup, ya," ucapnya dengan nada tercengang.


"Celia menatap tajam. " di mana ibuku?" Tanyanya tegas.


"Oi, oi... jangan galak begitu dong. Ibumu baik-baik saja, " jawab Ferdio santai, lalu tersenyum miring. " kau berani datang kemari, berarti...."


"Jangan mimpi," balas Celia dingin, sorot matanya menusuk tajam.


Wajah Ferdio berubah masam. " kau...! Benar-benar tidak tahu diri!" Bentaknya, " kalau bukan karena aku, kau dan ibumi sudah lama mati


"Yang kau ucapkan itu memang benar, tapi. Hanya karena itu, bukan berarti kau bisa leluasa melakukan apapun kepada kami," ucap Celia dengan tegas.


"Dasar kau..." gerutu Ferdio, matanya menatap tajam Celia, dan dia juga melirik Leon yang ada di samping Celia," siapa...? Laki-laki yang bersamanya itu?" Guman Ferdio dalam hatinya.


Tapi tiba-tiba dari belakang, anak buah Ferdio membawa ibu Celia keluar ke tempat mereka. Karena ibunya tadi hendak mencoba melarikan diri.


"Lepaskan aku... lepaskan..." teriak ibu Celia dari kejauhan.


Lihat selengkapnya