Realm of The Eternals

astreilla
Chapter #6

Act 5; Tris Livanter mengendarai angin

Bagi Seraphina, berbohong sudah seperti bernapas. Tak perlu dipikirkan dalam dalam, dan lebih baik dilakukan tanpa sadar. Sampai sekarang, belum ada yang mengetahui rahasia ini dan akan terus begitu.

Seharusnya demikian, tapi ada satu makhluk yang tak bisa ia kelabui. Makhluk dari Negara Angin Anvindr, yang dengan segala hormat ia akui sebagai pembohong ulung yang melampaui dirinya.

Gadis itu tak berani mengetes kebohongannya pada Tris Livanter. Namun demi mengubah situasi yang merugikan kali ini, Seraphina harus bisa melakukannya dan berhasil. Demi kebebasannya, demi negaranya. 

Oke, yang terakhir itu bohong. Ayahnya yang tak mampu menolak lamaran pria tersebut dengan tegas adalah satu bukti kuat bahwa menerimanya akan sangat menguntungkan bagi negara kedua belah pihak. Keuntungannya terlalu hebat hingga sulit ditolak. Yang menahan ayah Seraphina untuk menerima adalah putrinya sendiri. 

Konon sejak masa penciptaan, Api dan Angin adalah kawan. Sekutu, sekubu. Api akan lebih mematikan dengan keberadaan angin dan sebaliknya. Ibu Seraphina memegang kuat prinsip turun temurun ini dan menyuarakan persetujuan yang membuat putrinya frustasi.

Seraphina tak bisa terus terang mengatakan bahwa ia menolak tegas pernikahan tanpa cinta dan kenyataan bahwa Tris Livanter adalah lelaki brengsek penggoda. Jadi ia mencari cara lain untuk menggagalkannya.

Setelah mencari bantuan kepada seluruh keluarga dan teman baiknya, yang mengulurkan bantuan hanya Einzel seorang. Ia tak akan melupakan perbuatan mereka dan akan membalasnya setelah semua selesai dan ia selamat. Jadi kebohongan kali ini harus sukses. Untuk keselamatan pribadi, ia akan mengabaikan negaranya. Menjadi egois barang sekali tidak masalah bukan?

Ia memantapkan tekad sambil memijat dahinya yang berkerut kesal agar ekspresinya jadi terlihat lebih baik.

“Kenapa sialan itu tak kunjung datang?” gerutunya. Tak perlu dikatakan bahwa ekspresinya kembali memburuk. 

Sesuai saran Einzel, ia mencari cara untuk pergi ke Aileth dengan normal seperti kunjungan teman biasa tanpa mengundang kecurigaan dari siapapun, terutama si sialan Anvindr. Seraphina dilahirkan di bawah rasi bintang keberuntungan dan sering disebut kuat, cantik, dan berbakat. Namun sebagaimana tak ada seorangpun yang sempurna, ia punya kekurangan. Gadis itu sulit berpikir rumit. Merencanakan sesuatu sangat berat baginya. 

Oleh karena itu, dengan kapasitasnya, rencana untuk bebas yang berhasil dicetuskan Seraphina cukup sederhana. Pagi hari setelah ia mendapatkan dukungan Einzel, yang ia lakukan adalah menulis surat untuk Tris Livanter yang diantarkan oleh asistennya secara rahasia. Isi suratnya adalah menjanjikan pertemuan rahasia antara mereka berdua saja di tempat yang ia putuskan. Lelaki itu membalas dengan cepat. Suatu hal yang wajar karena mereka berada di bawah atap yang sama. 

Sayangnya, entah kenapa orang yang ‘berada di atap yang sama’ itu terlambat. Tempat yang ia tentukan di surat adalah lokasi rahasia yang berada cukup jauh dari istana negara dan lumayan terpencil. Itu adalah lingkungan yang hanya diketahui oleh Seraphina dan ia telah memberitahu Tris secara mendetail sehingga tak akan tersesat. 

Tapi sudah hampir satu jam gadis itu menunggu di batang pohon yang sudah berubah fungsi jadi perabotan, dan tak ada tanda tanda sialan itu akan datang. Ia mulai merasa pesimis dan ingin pergi dan mencari cara lain ketika terdengar dersik angin di telinganya. Sewaktu ia menoleh untuk mencari darimana asalnya, hembusan angin lembut menerpa dan terlihat Tris mengendarainya. 

Raut kekaguman serta merta luntur dari wajahnya ketika beradu pandang dengan iris hijau cerah milik makhluk yang-akan-jadi-pasangannya itu. Tentu ia sedang berusaha mencegahnya terjadi. Selagi Seraphina membuang muka sebal, Tris sudah mendarat dan sisa sisa angin yang mengelilinya mulai memudar. Rambut biru kehijauannya yang khas itu mulai berhenti melambai dan si empunya menunduk rendah.

“Maafkan keterlambatanku, Lady Seraphina.”

Gadis yang disapa sopan tersebut menggertakkan gigi lalu balas menunduk singkat, “Aku kira kau mengelilingi kota dulu saking lamanya.”

Wajah Tris sumringah, “Bagaimana kau tahu? Hei, mau mendengar ceritaku?”

Seraphina menunjuk kursi dengan telunjuknya, “Silahkan duduk, aku akan langsung ke intinya saja.”

“Yakin tidak mau mendengar ceritaku? Padahal aku baru mengetahui sesuatu yang menarik di ibukota. Kau belum mendengarnya?” 

“Belum, karena aku terjebak disini. Sekarang biarkan aku bicara—"

“Apa kau akan terus bicara walau dunia akan kiamat?”

“Apa maksudmu?”

Merasa puas karena telah mengendalikan percakapan, Tris memuntir tali dari pakaiannya dengan lagak tidak peduli, “Sudah tersebar dimana mana sekarang, awalnya ramalan tentang kiamat, dan baru dini hari kemarin ramalannya diperjelas. Semuanya dimulai dari kelahiran Inkarnasi Kematian.”

“Apa apaan? Tapi bukannya itu cuma ramalan? Inkarnasi Kematian juga tidak benar benar ada kan? Hanya sekedar gosip lama yang dilupakan,” sanggah Seraphina.

Tris menyunggingkan senyum jenaka, “Yah, meski gosip semata, intinya sebutan itu memang pernah ada. Dan ini bukannya tak berdasar.”

“Kau hendak mengatakan bahwa Inkarnasi Kematian itu benar benar ada?” Seraphina membantah dengan agak menggebu.

Lelaki itu terdiam sebentar menyisakan keheningan yang jengah untuk Seraphina yang tak sabar. 

“Makanya kubilang kau harus dengar ceritaku,” gumamnya sambil melihat sekeliling. Memastikan tempat tersebut benar benar aman.

Lihat selengkapnya