Realm of The Eternals

astreilla
Chapter #11

Act 10; Destroy to protect

Jika Fran ditanya tentang satu memori dari masa sebelum diasingkan, ia akan menjawab, "Aku tak ingat apapun." Tebak saja apakah pernyataan itu jujur atau tidak.

Sampai hari ini yang pernah bertanya tentang masa pra diasingkannya hanya Einzel seorang. Bukan karena ia begitu ingin tahunya tentang Fran, namun lebih disebabkan oleh situasi yang menjadikan dia satu satunya orang yang bisa menemui Fran sesuka hati dan dengan demikian memiliki kesempatan untuk menanyakan hal hal diluar kepentingan semacam ini.

Ketika Fran menjawab pertanyaan tersebut dengan kebohongan sejelas mentari siang, Einzel dengan rendah hati tidak membahasnya lebih lanjut. 'Toh ia hanya bertanya karena bosan.

Ingatan Fran dari masa masa itu tidak banyak, sebagian besar abstrak. Jika ia berusaha mengingat lebih jauh, yang ditemuinya adalah perisai tak kasat mata yang menghalangi. Seolah-olah dia yang saat ini masih belum memenuhi syarat untuk menghadapi apa yang ada di baliknya.

Satu satunya ingatan Fran yang paling runtut dan jelas adalah kunjungan ke Manor Hitam Legam bersama ayah dan ibu untuk membuat sumpah kelahiran dan kematian. Ia masih bisa menggambarkan dengan jelas apa yang ia alami hari itu. Cuaca cerah dan sejuk yang disukainya, hembusan angin yang menggelitik kulit wajahnya, tangan yang hangat dalam genggaman ayah, dan yang paling memukau; Manor itu sendiri dan segala isinya.

Bangunan tersebut terbuat dari bebatuan hitam langka yang hanya ada di Amaya dalam jumlah sedikit. Warna hitamnya begitu pekat hingga seakan akan menyerap cahaya matahari. Kata ayah, memang itu yang dilakukannya. Permukaan batu yang bergerigi tajam membuat tangan Fran melepuh saat ia mencoba menyentuh karena penasaran. 

Bagian dalam Manor tersebut berpendar putih kebiruan dan dingin, kontras dengan bagian luarnya. Baru beberapa hari yang lalu ia mempelajari bahwa interior Manor Hitam Legam dibuat dari es abadi, termasuk juga peti kaca tempat Kematian bermimpi tanpa diketahui bila tamatnya. 

Wajah kematian ditutupi kain hitam berlambang bunga empat kelopak. Belakangan ia tahu bahwa itu adalah lambang Eternal, dan alih alih bunga, itu adalah dua simbol tak hingga yang dijadikan satu. Seperti yang ia dengar dari orang disekitarnya, seluruh ciri fisik Kematian memang serupa dengan Fran. Rambut pirang platina yang tergerai indah diantara bunga bunga beku, tanduk putih dengan ujung gelap nan mengkilap seolah ada orang yang memolesnya setiap hari agar tidak hilang kemilaunya. Di ujung peti, tepat di atas kepala terdapat tulisan;

-Disini tenggelam dalam mimpi damai, makhluk yang paling disayangi Kehidupan, Requiem sang Kematian-

Fran merunut tulisan yang terpatri di peti kaca--es tersebut dengan jari tangannya tanpa sadar  Alhasil, kulitnya tergigit dingin hingga melepuh. Sebelum ia bisa mengatakan sepatah kata apapun, ayah dengan sigap menyembuhkan lukanya sebelum ibu sadar. 

Ritual sumpahnya sesudah itu berlangsung lancar, paling tidak menurut Fran begitulah yang terjadi. Karena kegiatan itu hanyalah ritual simbolik yang jika dipandang secara logis tak ada manfaat nyata yang diperoleh dari sana. Sudah turun temurun diberitahu bahwa ritual tersebut harus dilakukan setiap seorang anak dari Klan mencapai tahun kehidupan yang pertama. Sebab meski di dalam mimpi, Kematian masih bisa mengetahui apa yang terjadi, dan dengan melakukan ritual semacam ini dapat menunjukkan kesadaran diri sendiri tentang Kematian yang selalu mengawasi. Bahwa meski kalian makhluk abadi, kematian tak semata mata lepas dari mata rantai kehidupan.

Setelah ritual tersebut, banyak hal aneh yang terjadi padanya. Jika Fran boleh berspekulasi, sejak saat itu lah sisi lain dalam dirinya aktif melakukan berbagai hal di luar kendali, menyisakan ingatan kopong yang berongga hingga sekarang. Hal itu menyebabkan Fran selalu bimbang jika ditanyakan sesuatu tentang masa yang sudah lewat, terutama masa sebelum pengasingan. Seakan keberadaannya ketika itu hilang timbul, tetapi lebih sering hilang ketimbang timbul.

Ini juga menjadi sebab Fran yang sampai saat ini  hidup santai seperti tak ada beban walau  diasingkan. Karena ingatan apapun, terutama yang terburuk dari masa masa itu tak dimilikinya. Bahkan apa yang menjadi sebab diasingkannya masih samar untuk Fran. Gambaran umum yang bisa ia mengerti tentang itu adalah ketidaksesuaian dirinya dengan apa yang diharapkan. Khususnya dalam kepemilikan otoritas kematian dan Sigma. 

Anda ia memiliki Sigma, hidupnya akan normal normal saja. Normal dalam artian tidak diasingkan seperti noda atau aib, sesuatu yang memalukan. 

Disisi lain, Fran beserta ketidakpedulian dan kepribadian yang tak biasanya berhasil mengatasi kondisi tersebut dengan kepala dingin. Dan bukan sekedar mengatasi, namun juga menemukan cara untuk menikmati sehingga ‘zona terasing’ berevolusi menjadi ‘zona ternyaman’. Permasalahan tentang sisi lain masih mengusik dari waktu ke waktu, akan tetapi bukan masalah. Sampai peristiwa yang baru baru ini terjadi mengancam merenggut kehidupan yang ia sukai, dan lebih dari itu, kemungkinan Fran akan dieliminasi untuk mencegah kiamat sangat tinggi.

Dalam frustasi, carikan kertas di genggamannya itu remuk. Apa yang tertulis disitu adalah pukulan telak untuk Fran yang tidak lagi punya alasan untuk mengelak. Dengan begini perkataan ‘Aku tidak menyembunyikan apapun, memangnya apa yang bisa kusembunyikan’ dan semacamnya yang sering ia lontarkan tidak lagi berguna. Karena di luar kesadarannya, ia nyata nyata menyembunyikan sesuatu. 

Rangkaian kejadian ini terasa layak ditertawakan. Fran seakan menjilat ludah sendiri. 

Lihat selengkapnya