“AKU tidak percaya kalian merancang rencana konyol ini dan berharap sukses.” Einzel menegur kedua utusan dari dunia bawah tersebut. Tangannya diistirahatkan di pinggang sedangkan ekspresinya penuh ketidakpercayaan. “Dan kalian ingin melibatkan aku? Tak habis pikir bagaimana aku bisa mempercayai kalian kemarin.”
Ritz mengangkat tangan dan melambai di udara, seolah menyingkirkan perkataan Einzel dengan gerakannya. “Kau belum tahu karena belum dicoba. Ini bisa berhasil, kubilang. Apa yang kubuat tak pernah gagal dan apa yang kulihat tak pernah salah! Itu juga berlaku sekarang.”
Emosi Einzel sudah naik sampai ke ubun ubun. Wajahnya mulai memerah tanpa dia sadari. Sejak kemarin, karena tugas khususnya untuk membantu utusan dari Dunia Bawah ia telah diringankan dari tugas kenegaraan yang biasa. Tugas tugas itu setengah dikerjakan oleh pelayannya dan setengah lagi ia kerjakan sendiri. Setelah dijabarkan, kata keringanan terasa bukan apa apa selain omong kosong. Dan Einzel menyesali banyak hal dengan seluruh eksistensinya.
Dibandingkan mendiskusikan rencana berbahaya yang melawan aturan terang terangan, masih lebih baik Jika dirinya berkutat dengan dokumen dibalik meja.
“Einzel, Yang Mulia,” kata Itzal ragu, seolah olah bimbang harus memanggilnya dengan kasual atau dengan sepatutnya. Einzel sendiri tak keberatan dipanggil apa saja, saat ini pikirannya terlalu berpusat pada rencana mereka yang konyolnya minta ampun. Tentu saja ia tak mendengar panggilan Itzal sampai gadis itu menepuk bahunya.
“Ada apa?”
“Aku hanya ingin mengingatkan kalau Ritz serius. Yang disebutkan itu bagian dari Sigma miliknya. Sugesti dan ramalan,” ungkap Itzal setengah berbisik.
Einzel sudah pernah mendengar tentang salah satu Sigma legendaris milik Ritz. [Sugesti], jika pemiliknya berharap sesuatu berhasil maka akan berhasil lah sesuatu itu. Berlaku juga sebaliknya. Yang satu lagi adalah ramalan yang terbatas pada diri sendiri serta sangat samar. Ia tak bisa melihat dirinya dalam masa depan yang jauh melainkan hanya di momen yang dekat. [Ramalan], sangat bermanfaat dalam pertarungan nyata untuk memprediksi apa yang akan dilakukan lawan terhadap kita dan jika memiliki kemampuan yang cukup, bisa menghindarinya.
Dalam duel antara Karna dan Ritz di masa lalu, kemampuannya yang satu ini selalu menambah rekor kemenangan Ritz dari Karna. Tentu saja Karna juga berkali kali mampu menemukan celah dalam Sigma nya dan meraih kemenangan. Namun tidak diragukan lagi bahwa belum ada yang memiliki sigma sampingan sekuat Ritz.
Ia mengerti apa yang disampaikan Itzal, malahan ia sudah mengetahui semua itu sejak awal. Yang paling membuat ia kesal bukanlah kemungkinan rencana ini tidak sukses meski sudah direncanakan dengan baik oleh Ritz dan Itzal, tetapi sebuah fakta bahwa rencana ini membutuhkan dia didalamnya. Kedua orang itu butuh Einzel sebagai ‘pemeran utama’ dan bukan statusnya sebagai Pangeran. Seolah sejak awal peran ini sudah disediakan untuknya, padahal baru kemarin ia mengajukan diri untuk membantu.
Ritz sendiri terlihat sangat antusias untuk melihat Einzel memainkan perannya dan menunjukkan perasaan antusias itu dengan kedok ‘kau tidak akan tahu kalau tidak mencoba’ ditambah Itzal yang secara sekilas terlihat memihak Einzel namun tetap sekubu dengan Ritz. Disini pihak yang kalah adalah Einzel.
“Aku masih sulit menerima kalian yang mengelabuiku hingga melakukan ini. Kenapa tidak kau saja?” Einzel menusuk Ritz dengan pandangannya. “Atau Itzal. Kenapa aku?”
Terdengar suara tawa kecil, asalnya dari Itzal. Poni panjangnya yang lurus berayun-ayun selagi ia tertawa tak henti henti. Einzel menunggu tawanya selesai dengan raut tak sabar.
“Itu pertanyaan retoris, kan?” kata gadis itu akhirnya sambil mengusap sudut sudut mata.
“Tentu saja!” sahut Ritz semangat. “Tidak mungkin pangeran kita ini tidak mengetahuinya. Ia bukanlah pangeran jika tidak tahu, kan?” ia mengerling pada Einzel yang semakin memerah marah.
Einzel harus mengingat ulang isi buku Kiat Kiat Bersabar Dan Hikmahnya agar tetap terkendali. Untungnya ia berhasil tidak meledak.
“Beritahukan saja padaku yang bukan pangeran ini,”
“Oh, aku tidak menyangka kau benar benar tak tahu,” kelakar Itzal. Ia menoleh kepada Ritz, “Apa informasi ini disembunyikan?”
“Aku yakin ini memang bukan informasi umum, tapi siapa yang tahu bahwa ternyata hal ini disembunyikan dari Einzel yang secara…”
“…adalah pangeran. Ya, banyak sekali hal yang tidak kutahu. Maukah kalian berendah hati dan memberiku pencerahan?”
Einzel sampai harus mengatakan sesuatu semacam itu dan merutuki ketidakhadiran tiga pelayan yang meskipun hadir, kemungkinan besar tidak membantu. Walau seperti itu, kemungkinan untuk menaikkan kepercayaan dirinya dalam menghadapi mereka berdua semakin besar. Fakta yang tidak diketahui Einzel adalah, ketiga pelayan itu sudah mencari cara agar mereka bisa menghindari pertemuan siang hari ini setelah mendengar rencana Einzel yang akan melakukan makar—atau sesuatu semacamnya.
Nell dan Kiran sebagai murid Karna mempunyai alasan lebih untuk menghindari Ritz. Sedangkan Fia, yah ia tidak merasa ingin bertemu dengan mereka berdua meski sudah saling mengenal. Untuk sekali ini ketiga pelayan itu berubah jadi tak bisa diandalkan.
“Aku merasa tak nyaman harus memberikan informasi yang seharusnya sudah kau tahu tapi ternyata tidak. Seakan aku melakukan kesalahan.”
Einzel menatap Itzal yang baru saja bicara dengan pandangan ‘kau bercanda, kan?’ Padahal sejak kemarin mereka terus menerus membahas cara melanggar perintah Kaisar dan jajarannya tanpa ketahuan dan baru sekarang merasa melakukan salah? Pola pikir mereka yang bermasalah, kalau begini ceritanya.
“Intinya,” sela Ritz. “Pembatas ruang pengasingan tempat Fran berada dibuat untuk menangkal Eternal, siapapun yang tak punya izin masuk. Pengecualian satu satunya adalah pangeran dan pelayannya, namun dengan perintah baru baru ini, ‘izin masuk’ milikmu dan pelayanmu telah dicabut. Lalu bagaimana cara kita masuk dan menjemputnya keluar?”