Salahkah jika Fran mengamuk disini? Serius, ia tak marah pada Ritz dan yang lain lain. Sumber kemarahannya ada jauh di dalam. Kenapa selama ini ia biarkan sosok jahat seperti Anzel tinggal dalam kepalanya? Tidak, pertanyaannya harus lebih mendasar lagi. Kenapa ada seseorang yang ingin makhluk mencurigakan itu tinggal di kepala Fran?
Dia bilang akan melindungi, tapi tidak ada jaminan bahwa ia akan menepati ucapannya. Tidak ada bukti kuat yang bisa membuat Fran mempercayainya. Setelah dipikirkan lebih lanjut, bahkan Anzel belum pernah membawa kemanfaatan apapun untuknya. Semua yang ia lakukan tak pernah membawa untung-rugi kepada Fran secara langsung. Jika ditimbang, malah lebih banyak ruginya.
Sebenarnya apa yang Anzel lakukan padanya sampai sampai ingatan Fran di masa lalu penuh lubang kosong? Seberapa banyak yang diketahuinya? Sebanyak apa yang dia sembuyikan dari Fran?
Semua pemikiran itu sudah lebih dari cukup untuk membuat Fran melempar tantrum pada Anzel. Adegan penghancuran taman waktu itu bisa terjadi lagi. Bedanya, yang akan hancur pada kesempatan ini tak lain dan tak bukan adalah Anzel.
Ide brutal itu menenangkan Fran, memberi dia target menyenangkan yang harus dicapai. Meski bukan sekarang dimana banyak pasang mata bisa memandangnya. Hal terakhir yang ingin ia lakukan adalah membuat orang orang menonton kegilaannya.
Akhirnya, ia menyunggingkan seringai lelah. Tangan kanannya meraih leher yang tersembunyi dibalik kerah tinggi mantel, kemudian ia benamkan kukunya dalam dalam sampai emosinya yang menggelegak mulai menyusut perlahan kedalam kotak imajiner yang ia ciptakan. Siap untuk dibongkar lain waktu. Dengan senang Fran menyadari kepalanya menjadi ringan dan suara Anzel tak ditemukan.
Setelah selesai, ia berkata sungguh sungguh pada Ritz, “Terimakasih karena telah mengatakan semua hal itu.”
Einzel memicingkan mata, “Kau tahu kalau aku—kami—benar benar berniat mewujudkannya, kan? Semuanya akan menjadi nyata mulai besok.”
“Mau bagaimanapun, aku sangat berterima kasih,” tutur Fran setelah dibuat kehilangan kata kata sejenak oleh pernyataan luar biasa dari Einzel.
“Besok? Apa tepatnya yang akan kalian lakukan?” sela Yiram. Meski alasannya berbeda dengan Fran, untuk sesaat Yiram juga dibuat bungkam deklarasi berani tersebut.
Ritz tertawa tawa di kursinya sampai badannya membungkuk, adapun alasannya tertawa masih misterius bagi mereka semua. Setelah tenang, ia menarik kedua sudut bibirnya membentuk senyum lebar yang menampilkan sederet gigi putih rapi.
“Aku ingin kau menantikannya,”
---
Awan awan hujan memenuhi langit malam diluar dan memblokir semua cahaya bulan. Angin meniup jubah Yiram, menghempas tudung yang menutupi kepalanya. Tak terganggu sedikitpun, gadis itu menoleh ke belakang dimana rumah tua tersebut perlahan menjadi tak terlihat, lalu mendongak pada figur disampingnya.
“Mereka meminta kita pergi begitu saja.” suara Yiram diwarnai kecemasan. “Seakan kita tidak layak untuk menyimak apapun yang ingin mereka bahas setelah ini.”
Sebelum mengatakan apapun, Fiel memasang kembali tudung Yiram yang diterpa angin. Karena mereka pergi diam diam, tudung itu penting sekali.
“Menurutku ini tidak masalah. Orang orang hebat itu pasti tahu apa yang mereka lakukan, kalau mereka bilang kita tidak perlu tahu, itulah yang terbaik,” jawab Fiel. “Mungkin,”
“Semua ini benar benar tidak diduga, kan. Rasanya masih sulit dipercaya,”
“Yang mana?”
Yiram meringis, “Semuanya. Aku bahkan melihat kakakku untuk pertama kali setelah sekian lama, dan mengerikannya, itu bukan yang terpenting.”