Ada kepuasan yang tak bisa dijelaskan di hati Fran saat melihat tumpukan buku di hadapannya. Semua itu adalah karya Hatz, dan sudah ditandatangani olehnya langsung. Buku buku itu diantar pagi ini melalui pelayan yang kebingungan, dan Fran baru memiliki kesempatan untuk mengaguminya sekarang.
Tentu, sebenarnya ia tak punya waktu untuk ini.
Kondisi Fran bisa dibilang sangat kacau sejak semalam. Kebisingan dalam kepalanya entah bagaimana berhasil ia redam, tetapi Anzel sialan itu mencari cari cara lain untuk berkomunikasi. Dengan rasa sakit, misalnya.
Pandangannya berkunang kunang selagi ia memaksakan senyum sambil membolak balik isi buku ditangannya.
“Haha,” tawa Fran. “Hari ini benar benar sempurna.”
Kenapa ia melakukan kepalsuan itu? Tak ada sebab jelas, namun yang pasti hal ini membuat Anzel kesal setengah mati. Begitu Anzel kesal, dentuman di kepala Fran semakin keras sampai sampai ia jatuh terduduk.
Pembicaraan tadi malam benar benar memicu kemarahan Anzel, dan semakin mendesak Fran untuk melanjutkan penggaliannya. Bahkan sekarang, ia setengah mati berusaha merebut kendali tubuh Fran untuk melesat ke taman.
Semalam selepas Yiram dan Fiel dipulangkan, lima orang yang tersisa dalam ruangan tersebut saling memandang cukup lama. Alasannya berbeda beda, namun Fran hanya terbawa suasana saja, apa yang bisa ia lakukan ketika semua orang terdiam? Tak ada.
Yang pertama bicara setelah itu sudah jelas siapa, Ritz mengangkat kedua tangan hingga menutup wajahnya selama beberapa saat sebelum bergerak menyisir ke atas, mengacak rambutnya yang memang sudah berantakan. Matanya menyorot Fran, namun pandangannya tak seramah yang sudah sudah.
“Nah, sekarang yang tersisa cuma kita. Maukah kau bicara? Bayangan? Hantu? Siapalah panggilanmu, aku tahu kau disana.”
Hal yang terjadi selanjutnya ada diluar kendali Fran, karena Anzel sudah merebut tubuhnya detik itu juga. Langkahnya menjadi sangat ringan, cepat, dan tanpa suara, tangannya entah sejak kapan sudah menggenggam dua bilah belati es. Kedua sisi tajam belati tersebut menghadap leher berkerah milik Ritz, gesekan antar bilahnya menghasilkan bunga es yang memercik.
Di sisi lain, Itzal telah bangkit. Satu tangan menahan tengkuk Fran agar ia berhenti, dan satu tangannya yang bebas terangkat dalam posisi siaga, siap meluncurkan sigma penyerangan begitu Fran menggerakkan belatinya.
Einzel dan Hatz diam di tempat mengamati situasi. Terutama Einzel, pikirannya saat ini sedang dilanda keterkejutan langka. Jadi Fran memang benar benar memiliki sesuatu yang lain dalam tubuhnya!
Ketika mendengar seluruh rangkaian fakta dan rencana dari dua utusan dunia bawah beberapa waktu lalu, ada satu hal yang masih ia pandang skeptis. Bahwa Fran memiliki semacam kepribadian lain yang bisa mengendalikan tubuhnya sewaktu waktu. Keberadaan hal lain itulah yang membuat ramalan kiamat menjadi masuk akal. Mungkin yang menyebabkan kiamat bukan Fran sendiri, namun sesuatu yang lain itu.
Tentu, kaisar dan jajarannya yang hendak melenyapkan asal muasal kiamat tidak mengetahui fakta ini. Jika mereka tahu, kecurigaan mereka hanya akan semakin bertambah dan kemungkinan besar Fran tidak akan berakhir hanya dengan dilenyapkan saja.
Akan tetapi melihat semua yang terjadi di depan matanya malam ini benar benar membenarkan semua kecurigaan. Einzel teringat perilaku Fran ketika ia menjemputnya malam ini. Fran yang berpakaian aneh sedang menggali sesuatu di tamannya. Ia tahu Fran sangat menyukai tanaman, jadi penggalian itu tidak seberapa mengejutkan. Namun kemudian, ia tampak bercakap cakap sendiri, dengan setiap sahutan suara seolah memiliki persona berbeda. Satu sangat menyukai kucing, sementara yang lain selalu sangsi dan mencegah yang satu lagi melakukan apapun.
Einzel sebagai si kucing ketika itu terlalu gugup hingga tak memperhatikan, dan baru sadar sekarang betapa bodohnya ia. Seakan transformasi kucing tadi membuat beberapa sel intelegensinya putus.
Semua yang ia saksikan sekarang; gerakan cepat Fran, ancaman dingin dalam matanya, aura mengintimidasi yang membuatnya terpancang di tempat, adalah sesuatu yang tidak—belum—dikuasai Fran yang ia kenal.
Ritz yang dalam posisi terancam mengulas senyum terbaiknya, “Aku yakin Fran tidak ingin pertumpahan darah malam ini, terutama jika itu dilakukan oleh tangannya sendiri.”