Klan Fitzgerald yang bekerja dibalik bayangan kekaisaran tak sekalipun pernah merasa posisinya tidak layak. Tidak haus kekuasaan, selama ribuan tahun masih konsisten melakukan peran demi peran untuk kebaikan seluruh Doloretia. Walau awalnya kesetiaan Fitzgerald terdahulu pada keturunan Aileth terkesan dipaksakan oleh sang Kematian, keturunan mereka tidak lagi merasa seperti itu.
Milenia berlalu, dan seluruh Fitzgerald kokoh bagai batu. Mereka tak tersentuh waktu, tak berubah, tak berulah. Idealisme mereka tetap sama sejak dulu; melayani kekaisaran dengan sepenuh hati. Fitzgerald menyukai segala sesuatu yang konsisten dan abadi, karena seperti itulah mereka.
Maka ketika mereka sadar keturunan laki-laki di klan semakin sedikit yang lahir, mereka tetap terlihat tenang meski masalah itu menggerogoti tiap-tiap kepala mereka. Menunggu diselesaikan, namun idealisme mereka sendiri menjadi penahan.
Keluarga besar yang dingin, itulah mereka. Menyembunyikan pikiran pribadi rapat rapat untuk kesetaraan sesama, terlalu takut akan dampak yang akan terjadi begitu seluruh isi kepala mereka tumpah. Semua karena idealisme kosong, masalah demi masalah timbul hanya untuk dikubur dalam dalam.
Bukan ‘tak berubah’, tepatnya menyembunyikan perubahan.
Ada kenyataan yang selalu berusaha mereka sembunyikan, peristiwa dimana seorang perempuan dari cabang keluarga Nilvalen mendobrak kebijakan Fitzgerald untuk pertama kalinya. Kejadian itu nyaris sempurna ditutupi, walau entah bagaimana caranya kisah itu bocor sampai ke telinga generasi saat ini.
Perempuan Nilvalen dalam kisah tersebut kabarnya mencintai laki-laki biasa dari Clayton yang dia temui dalam perjalanan periodik. Hubungan itu ditentang terang terangan. Nilvalen yang keras kepala tidak mendengarkan, ia menandatangani paksa penugasan di ujung selatan benua dan hidup bahagia disana bersama orang yang dicintainya, sampai ia melahirkan seorang putra kembar.
Kelanjutannya bisa ditebak, utusan dari kediaman utama Fitzgerald berkunjung dan menawarkan kehidupan yang lebih baik di negara ibukota. Perempuan itu menolak tegas, hingga seluruh tawaran itu semakin menjadi jadi dan membuatnya meledak.
Suatu hari, sekonyong konyong ia muncul di tengah tengah pertemuan klan tanpa dua putranya dan membuat kekacauan. Sejak awal ia memang salah satu prodigi diantara Fitzgerald, dan ia membuktikan reputasinya tanpa menahan diri. Ia menyerang utusan, pesuruh, dan semua yang menghalanginya tanpa mengeluarkan keringat. Pertempuran itu berakhir bersamaan dengan runtuhnya kediaman utama. Ia pergi dalam kesuksesan, sambil mengantongi perjanjian darah mutlak dimana keluarga kecilnya tak akan mendapat gangguan apapun di masa mendatang.
Semudah itu klan Fitzgerald kehilangan keturunan laki-laki potensial dan jenius yang hanya muncul setiap lima ratus tahunan. Adapun kabar perempuan Nilvalen dalam cerita tersebut sekarang tak diketahui. Yang pasti, mereka masih hidup di suatu tempat.
Kejadian tersebutlah yang membuat cabang keluarga Nilvalen sampai saat ini menerima perlakuan berbeda dari yang lain. Ada perjanjian tertulis bahwa untuk setiap anggota keluarga Nilvalen yang tinggal di Ibukota harus memenuhi suatu prasyarat tertentu, andai syarat itu dilanggar di kemudian hari, akan ada pengasingan.
Fran menenggak teh yang sudah mulai dingin itu dengan gerakan kaku. Ini sudah ketiga kali cangkir Fran diisi ulang dan perutnya mulai terasa kembung berkat air teh.
Begitu mendongak, pandangannya kembali berserobok dengan bros indah berbentuk burung Troy yang membawa daun berjari empat yang bersepuh platinum, dan bertahtakan batu berlian kuning dan hijau zamrud. Fran tidak perlu bertanya untuk mengetahui bahwa benda berlambang klan Fitzgerald itu sesuatu yang sangat penting.
Daripada bertanya-tanya mengapa benda itu ditunjukkan padanya, ia lebih disibukkan oleh hal lain, yaitu sosok yang duduk di depannya dalam diam setelah bercerita panjang tentang masa lalu. Fran tidak tahu-menahu apa hubungan cerita tadi dengan situasi sekarang, namun ia mengunci mulutnya rapat rapat.
Mengenakan pakaian resmi anggota tetua, Lady Hiran Fitzgerald datang ke ruang pengasingan untuk pertama kali sejak semuanya dimulai. Kunjungannya yang tak diduga membuat Fran dan beberapa pelayan yang jumlahnya bisa dihitung jari itu kalang kabut menyiapkan ruangan dan hidangan yang layak.
Padahal ia telah mendengar rencana Ritz secara rinci dari awal hingga akhir ditambah persiapan cadangan andai sesuatu tak berjalan sesuai perkiraan. Menurut rencana sempurna tersebut, Fran akan dijemput oleh seorang utusan di sore hari yang membawa izin khusus untuk mengikuti upacara kepergian Yiram malam itu juga.
Baik rencana awal ataupun rencana cadangan yang sudah dibahas panjang lebar sama sekali tidak menyinggung kesinggahan ibu Fran. Hal yang dilakukannya ketika menemukan kejutan ini adalah mengutuk Ritz, yang tidak menyebut kejadian ini padanya meski telah melihat ramalan masa depan lewat sigma. Kemudian, Fran mengumpat dalam hati karena percaya mentah-mentah apa yang diputuskan orang lain untuknya. Di akhir, kepanikan melanda. Kenapa ibu yang dingin nan kaku itu tiba-tiba memutuskan untuk mampir, ketika ia tak siap pula.
Yang pertama dilakukannya begitu bertatapan muka dengan Fran adalah menunjukkan surat persetujuan dari kepala klan melalui layar hologram yang dipancarkan gelang komunikasi. Kedua, ia meminta pelayan menyajikan teh bunga matahari yang katanya beliau sukai, lalu mulai bicara—setengah bercerita lama sekali.
Tampaknya, Fran yang sudah minum tiga cangkir teh selagi membisu tak disadarinya sama sekali. Sejak awal ia membatasi pandangan agar tidak melihat terlalu banyak hal yang berhubungan dengan anak itu. Ada getar ketakutan di hatinya. Andaikan ia benar benar bertatapan dengan putra yang sudah lama sekali tak ditemuinya, ia tak akan bisa bersikap sama lagi.