Sebelumnya, ketika tidak sedang emosi dan mual-mual, Itzal banyak bercerita. Sebagian besarnya tentang negara yang akan mereka kunjungi, Clayton.
“Aku belum pernah ke sana, tapi sejak masa-masa awal sampai sekarang, mereka selalu penuh oleh hal ganjil yang sulit dibayangkan kecuali kau menyaksikannya sendiri,” kata Itzal sambil mengaduk-aduk makanannya tak minat.
Fran tidak mendengar celotehannya dengan cermat, tapi ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Itzal menyebut tentang seorang pemilik sigma paling eksentrik. Katanya belum ada yang tahu persis sudah berapa lama ia eksis, namun cerita mengenai orang itu selalu bertambah setiap beberapa tahun sejak waktu yang lama sekali.
“Cerita-cerita ini umurnya sudah melebihi Marius,” katanya. Marius adalah ayah Ritz dan bisa dibilang juga ayah dari Itzal, meski ia jarang mau mengakui.
“Kau tahu kan, Clayton sebagai negara pusat kesenian memiliki tata kelola yang jauh berbeda. Karena untuk beberapa sebab mereka tidak memiliki bangsawan yang memerintah.” Fran tidak bertanya kenapa, karena Itzal pasti akan melanjutkannya.
“Contoh paling ideal adalah negara Kai, sampai saat ini yang memimpin mereka adalah keturunan dari Kai pertama yang diberi kesadaran langsung oleh sang Kehidupan. Sedang di Clayton, tak ada hal semacam itu. Clayt pertama menghilang tak lama setelah Kairi mangkat dan tak pernah terdengar lagi.
“Lalu cerita-cerita aneh ini mulai muncul ketika seluruh pemimpin pertama telah berpulang. Pemilik sigma yang sangat kuat muncul di Clayton. Dia melakukan perjalanan ke berbagai tempat dan menebar kejadian-kejadian ganjil. Tidak ada yang tahu pasti identitas sesungguhnya dalang di balik semua hal itu. Karena yang muncul menggunakan namanya tak pernah serupa, selain satu fakta bahwa mereka semua boneka.”
“Boneka?”
“Sebutannya saja itu. Secara keseluruhan mereka identik dengan Eternal biasa. Kau tidak akan tahu meski duduk berhadap-hadapan dengannya.”
Sekarang, di sebuah restoran yang tidak jauh dari area pelabuhan yang ramai, Fran duduk berhadap-hadapan dengan wanita yang ‘menyelamatkannya’. Namun ia tak bisa berkata-kata lebih banyak setelah mendengar apa yang baru saja terucap dari mulutnya.
“Boneka?” ulang Fran tak percaya.
“Ya, kau tidak salah dengar. Aku Jenna Dain, salah satu boneka dari Jenna Dain yang penuh keajaiban, dan pelindung anak-anak di Clayton. Senang mengenalmu, Fran!”
“Jenna Dain?”
Nama itu tidak asing lagi bagi Fran setelah berulang kali menemukannya dalam buku-buku dan cerita Itzal. Tapi kenapa orang itu ada di sini? Kenapa menemuinya?
“Ya, semua boneka dalam kendali Jenna Dain diberi nama yang sama. Peranku, seperti yang kubilang adalah pelindung anak-anak. Aku kebetulan merasakan jeritan seorang anak yang butuh bantuan, maka aku menemuimu. Apa benar aku sudah membantu?”
Fran menatap sekeliling dengan kalut, apa benar begini? Apa bertemu dengan sosok terkenal dalam cerita memang semudah ini? Belum lama ia bertemu Ritz dan Hatz, lalu sekarang si boneka. Apakah keberuntungannya telah disedot habis? Apa selanjutnya hanya ada kesialan?
“Terima kasih,” ujar Fran tulus. Ia tidak punya ide lain kecuali mengucap terima kasihnya sungguh-sungguh.
“Baguslah.” Boneka itu tersenyum manis dan entah bagaimana sekilas terlihat keibuan—kalau Fran tidak salah lihat. Mungkin itu sebabnya dia menjadi pelindung anak-anak? “Setiap hari tak terhitung anak yang butuh bantuan. Meski tidak terlihat, sebenarnya banyak sekali anak-anak yang butuh pertolongan setiap harinya, di tahap ini aku mulai merasa Eternal tidak cocok merawat anak-anak. Mereka tidak biasa bersikap sebagai orang tua!”
Fran tidak tahu harus menjawab apa.
“Maafkan mulutku. Tidak seharusnya aku bicara begitu di depan anak-anak. Kulihat saudaramu sudah datang, sebaiknya aku pergi. Masih banyak yang membutuhkanku, sampai jumpa!”
Boneka bernama Jenna Dain itu benar-benar tak memberikan orang lain kesempatan untuk bicara. Setelah berpamitan singkat ia keluar dari restoran dengan langkah terburu-buru tanpa menoleh ke belakang.
Di pintu, Itzal yang baru datang menyaksikannya lewat dan mengangkat alis kebingungan.