3 hari sebelum pertandingan
"Kakak, gerakanmu kurang cermat," Phoenix berkata selagi menghindari serangan Atheiv. "Masih terlalu mudah ditebak."
Dengan satu gerakan Phoenix melumpuhkan Atheiv. Dengan itu Atheiv mengeluarkan pisau dari saku, menerjang punggung Phoenix yang terbuka.
"Itu tidak akan berhasil," Eros berbisik dari pinggir aula.
Phoenix tertawa, ia melompat begitu saja. Namun Atheiv menghilang dari hadapannya, ruangan menjadi sangat sunyi. Tiba-tiba saja pukulan datang dari balik tubuh Phoenix. Lantas bocah itu kembali berbalik—namun tidak ada. Lagi-lagi tidak ada.
Eros menatap dengan penuh keterkejutan. Ia mengulum senyum dan menghela nafas geli. Sebuah pemikiran menyelinap nakal, laki-laki elf itu menertawakan semua rencana yang disusun oleh Ry dibalik duel kali ini.
"Nona pasti juga akan menertawakan kesepakatan itu."
Di sisi lain Phoenix mulai mengamuk. Gerakan Atheiv tidak cepat, namun mampu membuatnya kehilangan sosoknya. Tanduk merah muncul di dahinya.
Eros terkejut dengan perubahan itu, ia lantas bergegas mendekati mereka. Namun sebelum ia sempat menghentikan Phoenix, sebuah pukulan dilayangkan.
'Bam!
Eros membeku. Phoenix nampak menyadari tindakannya, ia terjatuh.
"T-tuan!"
.
Cahaya melesat memenuhi indra pengelihatan. Tetesan air yang turun bergerak naik, jarum jam ditarik kembali—waktu dipaksa terhenti. Terhempas dari sisi tercuram, merasakan angin mendorong hendaknya turut terlibat dalam skenario tak bertuan.
"Sepertinya kau sudah bertemu dengan dia, ya?"
Hamparan langit sore menyapa, awan-awan berkumpul di satu sisi—sepertinya hujan akan turun. Angin menyapu kulit, dedaunan menari di langit dengan bebas. Sosok laki-laki bersurai putih itu membelakangi dirinya.
"Aku kira ia bakal datang padamu, tapi ternyata keinginan kita lebih kuat dari yang kita kira, kan?" ia berucap tanpa peduli kebingungan Atheiv di belakang sana. "Kita datang padanya begitu saja."
Apa—?! Atheiv menyentuh lehernya, merasakan suaranya tidak mampu tersampaikan pada laki-laki itu. Ia juga tidak mampu mendekat, seolah ada dinding tak terlihat diantara mereka. Atheiv menatap dengan tenang punggung di depan sana, merasakan sesuatu mengalir padanya—itu rasa sepi.
"Tidak semua hal berjalan sesuai keinginan kita, maka aku titipkan satu pesan," ia menoleh sambil berbisik. "Katakan padanya, aku—"
.
"—an!"
"Tuan!"
Kelopak matanya dibuka paksa, Atheiv merasakan nafasnya kembali teratur seperti sediakala, lantas menatap kedua bocah dengan wajah pucat pasi yang memegangi lengannya. Atheiv berkedip cepat, lalu memiringkan kepala, namun kepalanya menabrak sesuatu—oh! Itu dinding. Ia masih berada di dinding.
"Apa ditarik?" Phoenix mengusulkan, iris merah tua itu membulat sempurna—menyatakan ia antusias melakukan 'penarikan' itu.