Aroma mawar melekat pada tubuhnya. Sepasang sepatu boot mahal melindungi kaki, sementara tubuhnya dibalut mantel bulu yang dibeli dengan harga yang cukup tinggi di pasar gelap. Kelopak mata dwi warna miliknya disapu warna merah samar; bibirnya diberi pewarna peach.
Gadis di bawah mata kanan yang menjadi simbol Ras Vampire terpampang, bocah itu merasa begitu hina hingga tidak mampu melihat wajahnya sendiri di cermin. Seluruh bagian putih di iris hijau terang miliknya menghitam—ia telah bertambah usia, dan mampu dikatakan sebagai 'remaja'.
"Bawa dia ke pelelangan," suara jenaka milik sang nyonya menggelitik telinganya. "Glam harus mendapat harga paling tinggi malam ini."
Dua laki-laki lain mengangguk patuh, mereka telah dibesarkan sebagai 'anjing'. Glam tidak lagi memberontak. Tenaganya telah habis—terbuang percuma untuk meneriakkan ketakutan. Pada dasarnya tidak ada yang akan mengulurkan tangan, karena dia sendiri tidak memiliki siapa-siapa.
Gemerlap lampu bangunan tua itu menyakiti matanya. Glam menutup mata sejenak, sebelum kembali dipaksa terus maju. Saat pintu terbuka, perhatian menjadi miliknya. Rantai yang mengikat lehernya jadi terasa lebih berat dari sebelumnya—Glam tercekik karena senyuman orang-orang itu.
"Ras Vampire murni! Dia adalah persilangan terakhir Salamander Phillips dengan Veronica Bethopen."
Mereka yang menyaksikan menutup mulutnya penuh kekaguman. Mata itu mulai meneliti tiap-tiap jengkal tubuh Glam. Glam merasakan ketakutan yang tidak terkira—juga rasa jijik pada dirinya. Omong kosong macam apa yang mengatakan bahwa ia merupakan keturunan terakhir yang paling berharga.
Glam hanyalah boneka bagi para bangsawan.
"Delapan ratus rial!"
"Seribu rial!"
"Enam juta rial!"
Memuakkan, Glam mendengus. Seorang wanita mengangkat tangan, lalu mengeluarkan tiga kantung besar berisi emas. Kedua laki-laki di samping Glam saling melirik, lalu mengangguk. Transaksi selesai. Ia mendapatkan Glam dengan harga fantastis—enam juta rial. Itu harga yang besar untuk seseorang yang bakalnya jadi budak.
'Blam!
"Oh my," suara itu menginterupsi kegiatan sang wanita yang sedang memeriksa 'budak' barunya. "Benar-benar bagus."
Sebuah sabit muncul di tangannya. Semua orang dalam ruangan itu menyadari seseorang yang tidak mereka harapkan telah hadir. Api muncul di pintu keluar, menutup akses keluar para pengunjung. Dengan tenang ia mulai mengambil nyawa mereka yang berada di tempat itu.
Glam membelakak. Entah atas dasar apa ia justru terkagum pada pemandangan saat ini. Tidak ada lagi pandangan-pandangan yang merendahkan dirinya—yang tersisa hanyalah mata yang dipenuhi ketakutan pada sosok gadis itu. Topengnya dipenuhi darah, begitu juga mantel putih tebal yang membungkus tubuhnya.
"Aku seharusnya tidak pakai warna putih," ia berkata penuh penyesalan.
Glam yang sekarang tidak peduli akan nyawanya. Melihat orang-orang itu mati membuatnya terasa hidup. Meski pun harus mati hari ini, aku tidak masalah! Ia berteriak penuh keyakinan di dalam dirinya.
Gadis itu menyeret tubuh gemetar sang nyonya. Lalu ia menusuk wanita tua itu di depan Glam, membiarkan Glam menatapnya penuh kebahagiaan. Setelah benar-benar tidak bergerak, pandangan Glam beralih pada gadis itu. Telinga rubah miliknya bergerak oleh angin, begitu juga lonceng di lehernya.
"Aku siap," Glam bersuara mantap. "Bunuh aku sekarang."
Hening memenuhi ruangan penuh tubuh mati itu.
Namun tidk terjadi apapun. Gadis itu hanya menatap Glam. Setelah beberapa saat berlalu ia menyentuh wajah Glam. Mulai dari mata hingga bibirnya, sehingga wajah laki-laki itu kini penuh dengan darah.
"Mulai sekarang kau akan banyak membunuh orang. Kau akan melakukan ratusan bahkan ribuan tugas kotor," ia bersuara tenang. "Buatku."
Glam membelakak. Dia bisa hidup!
"B-bawa aku! Aku akan melakukan apapun untukmu! Semua!" Glam merasakan dadanya akan meledak karena rasa antusias yang tidak terhingga. "Aku akan membawakanmu kepala orang-orang yang kau benci. Aku akan bersumpah setia padamu, sekali pun kau akan membunuh sang Ratu!"