Kakinya membeku, air matanya mengering tak bersisa, Eliza menyaksikan langsung bagaimana Jake dipukuli enam orang sekaligus.
Bergerak! Bergeraklah!
Nihil. Eliza tidak berhasil. Ketakutan merambat hingga ke setiap inci tubuhnya. Namun kemarahannya meluap, melihat darah yang keluar dari kepalanya. Tangan kecilnya meneliti sekitar, menemukan sebuah botol kaca berukuran besar, bekas wine.
Begitu mereka menyadari keberadaan Eliza, pukulan-pukulan yang dilayangkan pada Jake berhenti. Wajahnya menggelap, bersamaan dengan terbangnya barang-barang disekitar. Eliza menatap muak sekumpulan laki-laki itu.
"Mati."
Perintahnya mutlak, benda-benda yang melayang terlempar sempurna. Eliza berlari dan memukulkan botol kaca dalan gengaman ke kepala salah satu pria itu, lantas sisanya ia tusuk dengan sisa pecahan tepat di dada.
Darah mengalir, Eliza mengoyak tubuh laki-laki yang terbaring tanpa nyawa dengan ganas. Dan semuanya berakhir dengan kematian. Eliza menghela nafas panjang. Kemudian tersadar Jake masih berada di belakangnya dengan keadaan bermandikan darah.
"Jake? Jake?" Tangan kecilnya menggoyang-goyangkan tubuh sang kakak. Ia memindahkan kepalanya dengan hati-hati ke pangkuan, membersihkan pecahan kaca yang melukai wajahnya. "Jake? Kenapa kau diam saja, Jake?"
Air matanya menetes, Eliza tidak tahu lagi. Jake tidak mengatakan apapun, darah yang keluar dari kepalanya tidak berhenti turun, meski tangan-tangan kecil sang adik memeluknya. Eliza takut. Ia telah membunuh enam orang, dan kini ia sendiri.
"Jake aku membunuh mereka. Jake?"
Dingin menjamah kulit, meski Eliza acuh ia merasakannya. Bau anyir memenuhi penciuman, tangannya perih karena goresan kaca. Bahkan kini Eliza duduk di atas pecahan-pecahan kaca tanpa peduli rasa sakit.
Cahaya muncul di belakangnya, sosok wanita bersurai salju menatap kedua bocah itu dengan menyesal. Ia mendekat dan memeluk mereka.
"Aku akan menyelamatkan kakakmu. Ikutlah denganku, Elizabeth."
Sebuah portal besar terbuka, bentuknya bulat dan menyamai tinggi wanita itu. Livia tersenyum miring melihat sosok Jake yang sudah tidak bernyawa dalam pelukannya. Dengan luar biasa hati-hati ia masuk ke portal, disusul sosok Eliza kecil.
Begitu melewati portal Jake kembali bernafas, Livia meletakkannya di rerumputan—tepat di bawah pohon. Eliza menyentuh tangan Jake yang dilapisi warna merah kecokelatan. Darahnya telah mengering.
"Jake? Jake? Jake hidup lagi?" Eliza menggenggam erat tangan Jake, merasakan air matanya tumpah dengan otomatis. Ia bahagia. Sangat bahagia. "Aku tidak apa-apa," Jake berbisik tenang.
Eliza menangis dengan keras. Semuanya berakhir. Mereka bebas sekarang. Tidak ada lagi pukulan rotan dari Madam Selle—juga pengurungan tanpa alasan buat Eliza dan Jake. Wanita itu tersenyum, tangannya terangkat untuk menyentuh puncak kepala keduanya.
"Kau masih sangat lemah, ikutlah denganku Elizabeth, Jake—ah tidak. Pulanglah Ry, Vich. Tempat ini adalah duniamu yang sebenarnya."