Pagi sekali, Annora sudah bangun. Tempat tidur pun sudah rapi. Tidak seperti Annora aslinya. Hari ini, dia sudah mempersiapkan diri. Hm, lebih tepatnya sudah mempersiapkan diri dari semalam. Ya, Annora akan bersekolah kembali. Bukan masalah pelajaran yang ditakuti, namun orang-orang seperti apa yang bakalan dihadapi.
“Annora, bersemangatlah! Kau bukan lagi gadis yang berumuran tujuh belas tahun. Ingat itu!” katanya sembari menepuk pipi. Itu adalah mantra untuk menguatkan diri. Kali ini dia tidak menyebutkan dirinya ‘Yana’ tapi ‘Annora’, karena takut ketahuan nantinya. Entahlah, meski ada yang percaya atau tidak tentang apa yang terjadi pada dirinya.
Di depan cermin, Annora sedang menyisir rambut cokelatnya. Dulu dia memang suka warna rambut seperti ini sampai-sampai dia ingin mewarnai rambut hitamnya menjadi cokelat, tapi Elmira, sang sahabat melarang. Katanya, itu tidak cocok untuk penampilan Yana. Kulit sawo matang Yana memang cocok dengan rambut hitam. Elmira memang sahabat baik, Yana bersyukur berkenalan dengan dirinya.
“Aku merindukanmu, El,” gumamnya mengingat wajah sang sahabat. Kemudian dia menggeleng, ini bukan saatnya untuk mengingat Elmira. Sepertinya dia akan mempersiapkan diri dulu untuk bertemu sahabatnya dan juga mereka, orang yang membuat Yana ingin bunuh diri.
“Aku sudah siap!” serunya di depan cermin. Rambut cokelatnya sudah dikuncir satu, agak tinggi. Sebelum beranjak ke luar, Annora menundukkan kepala, melihat rok cokelat tua petak-petak bergaris merah. “Apa roknya memang sependek ini?” Sepertinya aku akan membeli rok baru, sambungnya dalam hati.
“Annora, bangun—”
Annora menoleh pada sumber suara. Sang mama sudah berdiri di depan pintu dengan ekspresi terkejut.
“Kamu sudah bangun, Sayang?” tanya sang mama. biasanya Annora dibangunkan setiap paginya, kalau tidak begitu dia tidak bangun-bangun.
Gadis itu menganggguk lalu tersenyum.
“Pagi, Ma!” sapanya.
“Pagi, Sayang.” Kecupnya pada pucuk kepala sang anak. “Ayo turun, Bi Ita dan mama sudah menyiapkan sarapan untukmu.”
***
Annora masih terpaku di dalam mobil. Mataya tak henti memperhatikan sekolah swasta yang luar biasa itu. Tidak hanya besar, namun juga bertingkat. Sekolah swasta yang terkenal di kota ini. Yang bayarannya tak bisa dia bayangkan.