”Lo yakin?”
Alvito merasa tidak yakin dengan keputusan Jonatan untuk ikut berlatih bersama anak-anak lainnya. Apalagi, setelah mengingat bahwa Jonatan baru saja keluar dari rumah sakit, dan juga kondisi lutut Jonatan yang diperban melintas kembali di benak anak itu, Alvito merasa sebaiknya Jonatan melatih anak-anak saja tanpa perlu ikut bermain.
Jonatan seolah tidak mendengarkan pertanyaan dari Alvito. Anak itu malah memantulkan bola yang baru saja ia ambil sambil berjalan menuju garis serve. Setelah itu, Jonatan menarik napasnya dan bersiap untuk melempar bola itu. Jonatan lalu meloncat dan jump serve berhasil dilakukan oleh Jonatan dengan baik.
“Apa lo masih gak yakin sama lutut gua?” tanya Jonatan usai ia menyelesaikan servisnya itu. Cukup kencang dan menukik, hingga membuat beberapa anak yang tengah beristirahat terpana melihat aksi dari Jonatan.
“Ya, tapi gimana ya. Lutut lo itu loh. Baru juga habis diperban, udah ikut main lagi aja. Jump serve pula, kan bahaya buat lutut lo kalo loncat-loncat. Walaupun sebenarnya serve lo udah oke banget sih buat ukuran orang yang habis cedera. Gua aja kayaknya masih perlu latihan beberapa kali biar bisa jump serve semulus itu.”
Jonatan hanya tertawa mendengar komentar dari Alvito. Ia kemudian melepas celana panjang yang ia kenakan, setelah itu Jonatan menunjuk lututnya yang dilindungi oleh pelindung lutut. “Tenang aja. Gua juga ada persiapan kok. Gua masih ingat sakitnya cedera lutut gimana, terus biar aman, gua pakai beginian. Jadinya gua bisa loncat lagi deh.”
Sesaat, Alvito tertegun. Ia baru ingat dengan pelindung lutut yang pernah Jonatan tunjukkan kepada dirinya saat mereka bermain di kampus Alvin. Ternyata dia masih pakai pelindung itu. Tapi kok ….
“Tapi lo udah pakai decker, kok kemaren lutut lo masih bisa diperban sih? Kemaren pas lo tanding, lo ada pakai kan?” tanya Alvito lagi saat menyadari hal itu. Seharusnya, jika Jonatan tetap menggunakan pelindung lutut, anak itu kan baik-baik saja kan?
“Yaa, namanya trauma, pasti ada aja sesuatu yang bisa nge-trigger lutut ini sakit lagi kan? Tapi kalo kata dokter, cedera yang kemaren itu gak separah dulu, berarti decker ini udah berhasil mengamankan lutut gua.”
Setelahnya, Alvito masih tetap berusaha memastikan kondisi Jonatan karena takut cedera anak itu kambuh kembali. Tapi, Jonatan berusaha menenangkan Alvito dan meyakinkan anak itu baik-baik saja. Jonatan pun meminta Alvito untuk melambungkan bola voli agar Jonatan bisa melakukan smash dan membuktikan bahwa lututnya sudah aman karena ada pelindung lutut yang ia kenakan.
Di sisi lain, anak-anak yang baru saja melihat pukulan bola Jonatan langsung membicarakan kemampuan anak itu. “Perasaan kemarin pas lagi tanding, serve Jonatan gak seseram ini deh.”
Vincent membuka topik obrolan anak-anak sambil mengingat kemarin bagaimana permainan Jonatan saat ikut pertandingan. “Ya namanya juga baru turun lagi ke lapangan, setelah cedera berat, dan gak latihan selama bertahun-tahun, wajar sih pas tanding kemarin pukulan dari Jonatan belom se-sangar sekarang.” Satrio yang sudah pernah melihat bagaimana kemampuan Jonatan saat anak itu berada di top performance pun ikut berkomentar.
“Oh iya, dulu lo pernah tanding lawan Jonatan kan pas SMP dulu? Kira-kira, kemampuan dia sekarang sama dulu pas sebelum cedera gimana perbandingannya?”
Satrio tampak mengkerutkan keningnya, berusaha untuk mengingat kembali bagaimana permainan Jonatan di masa lalu. “Lebih seram dulu sih. Mungkin karena masih ada efek cedera, gua merasa Jonatan kayaknya masih agak nahan diri. Kalo dulu, sekalinya anak itu udah loncat, siap-siap aja deh. Defend dari Yosua pun belom tentu bisa nahan smash anak itu.”