Rebuild The Club!

William Oktavius
Chapter #5

Terrible Club

“Masih perlu waktu buat mikir lagi ya?”

Ucapan sendu dari Alvito membuat Jonatan menundukkan kepalanya. Ia tidak berani menatap wajah sahabatnya karena Jonatan sudah yakin, Alvito pasti merasa sedih karena harapan untuk menyelamatkan klub voli sudah tidak banyak. Ketika sedang sibuk dengan pikirannya, tiba-tiba ada yang menepuk pundak Jonatan. Jonatan kemudian menengok, terlihat Yosua sedang tersenyum kepadanya.

“Coba dipikirkan baik-baik ya. Kita gak akan maksa kok kalo misalkan jawaban akhir lo itu gak mau. Walaupun sebenarnya kita emang berharap lo bisa gabung, apalagi lo emang udah berpengalaman di dunia voli, tapi kalo emang ternyata lo masih belom siap untuk bergabung, gak masalah kok. Kita bakal berjuang juga dengan cara kita sendiri untuk menyelamatkan klub ini. Jadi, jangan terlalu terbebani juga ya.”

Ucapan dari Yosua terasa begitu menenangkan di diri Jonatan. Memang cocok sepertinya Kak Yosua buat jadi ketua klub, pikir Jonatan. Jonatan kemudian tersenyum dan berterima kasih kepada Yosua karena sudah menenangkannya. “Kalo gitu, gua pamit dulu ya. Besok sore gua bakal ke sini lagi. Semoga apa yang besok gua sampaikan bisa diterima oleh kalian ya.”

Seusai berpamitan, Jonatan kemudian undur diri dari klub voli itu. Setelahnya, tersisa empat anak anggota klub voli di sana membicarakan mengenai Jonatan. Fokusnya lebih kepada trauma yang dialami oleh Jonatan. Alvito kemudian menceritakan apa yang terjadi pada Jonatan ketika final turnamen voli nasional mereka dulu.

“Pantas aja Jonatan kayak masih trauma dengan voli. Itu kejadian pasti membekas banget di ingatannya. Untung waktu itu Jonatan masih bisa kasih poin kemenangan. Kalau nggak, gua yakin anak itu pasti makin down lagi. Mana sampai tinggal kelas akibat cedera, berat sih itu.”

Yosua mengangguk setuju dengan ucapan Bryan. Ia juga paham dengan apa yang terjadi pada Jonatan setelah mengetahui kisah kelam anak itu di masa lalunya. Yosua kemudian menatap pintu yang tadi dilewati oleh Jonatan. “Semoga aja Jonatan bisa memilih apa yang terbaik untuk dirinya deh. Apapun itu, bahkan seandainya jika dia menolak untuk join dengan tim ini.”

*****

Malam harinya, usai membersihkan diri, Jonatan langsung merebahkan dirinya di atas kasur. “Kembali ke dunia voli, kah?” gumam Jonatan pelan. Suatu hal yang tidak pernah terpikirkan oleh Jonatan selama beberapa tahun ini. Semua terasa begitu mendadak, hanya dalam waktu satu minggu lebih, Jonatan yang awalnya tidak memedulikan lagi dunia voli kini terseret kembali ke dunia itu.

Jonatan lalu bangkit berdiri, kemudian mengambil salah satu kardus yang tersembunyi di bawah ranjang kasurnya. Jonatan membuka kardus itu, lalu terlihat semua perlengkapan voli milik Jonatan ada di kotak itu. Mulai dari jersey voli SMP, bola voli, bahkan medali emas kejuaraan nasional voli tingkat SMP, semua tersusun rapi di sana. Jonatan meraih sebuah foto. Terlihat dirinya masih tersenyum dengan medali emasnya itu, padahal saat itu, Jonatan sedang berjuang melawan rasa sakit pada lututnya.

Beberapa memori muncul kembali saat Jonatan menatap barang-barangnya itu. Jonatan lalu mengambil bola voli yang sudah sedikit kempes. Ia mainkan beberapa saat, lalu Jonatan teringat kembali saat ia masih aktif bermain dengan Alvito dan Alvin. Dua teman dekatnya selama bersekolah. Mereka berada di satu kelas yang sama dan mereka juga bergabung dengan klub voli. Berkat permainan mereka, mereka bertiga berhasil menjadi andalan sekolah dan mengantarkan sekolahnya menjadi juara turnamen nasional bola voli tingkat SMP untuk pertama kalinya, setelah sebelumnya prestasi tertinggi sekolahnya itu hanya sampai di peringkat keempat saja.

Semakin lama memandangi benda-benda lamanya itu, semakin banyak ingatan terhadap dunia voli yang muncul kembali di kepala Jonatan. “Apa ini saatnya gua kembali ke dunia voli?” tanya Jonatan pelan. Ia melihat foto lainnya, terdapat dirinya, Alvin, dan Alvito tengah berfoto bersama. Itu adalah foto terakhir yang Jonatan ambil sebelum dirinya dibawa ke rumah sakit. Foto trio andalan sekolah, lalu setelahnya itu menjadi hal terakhir yang berkaitan dengan voli pada diri Jonatan.

Usai flashback dengan memori lamanya, Jonatan menyimpan kembali barang-barangnya itu. Setelahnya, ia berbaring kembali di atas kasurnya. Jonatan berpikir beberapa saat, lalu ia tersenyum. Jonatan sudah mendapatkan jawabannya dan ia berharap pilihannya ini tidaklah salah.

*****

“Jonatan, lo datang juga ternyata. Gua pikir lo bakal kabur lagi.”

Alvito bersorak semangat karena Jonatan menepati janjinya. Awalnya, ia sempat khawatir jika Jonatan akan kabur lagi dari klub voli seperti hari-hari sebelumnya. Bahkan, Alvito sempat berpikir untuk menyeret Jonatan datang ke klub jika sampai matahari terbenam anak itu tidak kunjung menunjukkan dirinya. Untungnya, Jonatan hadir ke klub voli sehingga Alvito tidak perlu repot-repot mencari anak itu.

“Kan gua udah janji sama lo dan kakak-kakak tingkat lainnya. Gak mungkin kan kalo gua ingkar janji?”

“Jadi, lo mau join kan?”

“Gimana kalo lo ajak juga kakak-kakak itu buat ke sini, biar mereka semua juga tahu apa jawaban gua.”

Lihat selengkapnya