Vincent dan James hanya diam saja ketika Jonatan mulai merasa kesal dengan dua anak itu. “Kan gua juga kasih porsi latihan biar lo pada di pertandingan bisa main dengan benar. Kenapa kalian selalu ikut maunya sendiri sih?”
“Karena itu lebih cocok untuk gua dan James.”
“Tapi, hasilnya kan gak bagus. Karena latihan lo itu sesuka hati, jadinya apa yang seharusnya basic malah lo skip. Pengen langsung yang pro, tapi gak melalui yang dasar, gimana ceritanya?”
“Kan belom dicoba, jadi darimana bisa tahu kalo itu gak bagus?”
“Emangnya lo yakin bakalan bagus dengan metode kayak gitu?”
“Karena itu perlu dicoba biar kita bisa sama-sama tahu hasilnya kayak gimana.”
“Waktu lo buat turnamen udah mepet, yang dasar masih gak bisa, klub bentar lagi dibubarin kalo gak jadi tiga besar di Jakarta, dan lo masih berani buat coba-coba kayak gitu?”
Vincent menganggukkan kepalanya dengan yakin. Sementara itu, Jonatan menepuk dahinya. Tidak habis pikir dengan jalan pikir satu anggota klubnya itu.
“Kalo klub ini lagi gak ada target, mungkin gua masih bisa pertimbangkan. Tapi kalo kayak sekarang kondisinya, gua gak setuju. Lebih baik lo ikutin jadwal latihan yang gua susun, setelah itu baru terserah lo mau ngapain,” balas Jonatan mengutarakan pikirannya itu. Tidak sepakat dengan rencana yang diinginkan oleh Vincent.
Kali ini, giliran lawan bicara Jonatan yang menghembuskan napas dengan kasar. Tanpa ada jawaban, Vincent dan James memilih untuk tidak menanggapi omelan Jonatan. Setelah itu, mereka berdua kembali ke lapangan dan mengikuti sesi latihan yang sudah direncanakan.
Melihat dua anak bermasalah sudah kembali ke posisi yang ditentukan, Jonatan kemudian mengamati kembali bagaimana jalannya latihan yang sedang berlangsung. Alvito berlatih smash, sedangkan anak-anak lainnya berada di sisi lapangan lainnya untuk melatih defense dengan menerima smash dari Alvito. Sesekali, Jonatan juga meminta Alvito untuk mengarahkan smash-nya ke beberapa titik. Hitung-hitung melatih akurasi smash Alvito dan juga membiasakan anak-anak lainnya untuk mengambil bola di posisi yang sulit.
Latihan berjalan lancar selama beberapa menit. Tapi, Jonatan mulai geregetan kembali. Ia kemudian mengambil bola voli yang ada di dekatnya itu.
“Oi!”
Jonatan melempar bola voli ke arah Vincent karena anak itu kembali melakukan latihan yang tidak seharusnya. Padahal seharusnya anak itu memperkuat defense, tapi Vincent malah bergabung dengan Alvito yang sedang menjadi spiker untuk anak-anak yang sedang latihan defense.