Kedatangan Jonatan kembali ke klub voli disambut oleh seruan kaget dari anak-anak lainnya. Sementara itu, Alvito dan Yosua yang hadir bersama Jonatan hanya tersenyum saja. Di sisi lain, Jonatan berusaha untuk tidak berekspresi saat melihat anak-anak klub voli yang kaget melihat kehadiran dirinya. Tidak berapa lama, Yosua akhirnya menjelaskan mengenai kehadiran Jonatan kembali di klub voli.
“Berhubung waktu kita sudah mepet buat turnamen penentuan kita, dan setelah gua berdiskusi dengan Jonatan mengenai keadaan klub ini, Jonatan akhirnya bersedia untuk melatih kita lagi.”
“Loh, bukannya kemarin dia udah nyuruh kita buat nyari pelatih dan manajer yang baru? Ngapain dia balik lagi? Mending kita nyari yang baru kan?”
Mendengar ucapan Vincent, Jonatan mengepalkan tangannya. Sedikit kesal dengan provokasi anak itu. Alvito segera menyadari perubahan emosi dari diri Jonatan. Karena itu, Alvito kemudian menepuk bahu Jonatan dan meminta anak itu untuk tetap tenang. Di sisi lain, Yosua seolah tidak memedulikan protes dari Vincent.
“Ini udah keputusan gua sebagai ketua klub voli. Gua harus bertanggungjawab untuk menyelamatkan klub ini. Lo kalo gak setuju silakan, tapi ingat, gua baru bisa mempertimbangkan permintaan lo kalo klub kita benar-benar tidak dibubarkan. Jadi, gua harap lo bisa kooperatif selama sisa waktu yang ada, baru setelah itu gua bisa membantu kemauan lo itu.”
“Tapi kan ….”
“Kalo misalkan gua kabulin permintaan lo sekarang, apakah waktunya cukup buat mencari pelatih dan manajer baru? Jangan sampai kesempatan terakhir kita malah berakhir sia-sia karena kemauan lo sendiri, lalu malah berujung klub ini dibubarin dan kita semua gak bisa dapat apa-apa. Tahan-tahanin dulu selama beberapa minggu, kalo kita berhasil naik ke podium Liga Mahasiswa regional, baru kita pikirin lagi langkah selanjutnya.”
Kata-kata Yosua terdengar tegas, seolah mengatakan bahwa ini sudah keputusannya dan jangan banyak protes. Sementara itu, mendengar kata-kata ketua klubnya yang tidak bisa dibantah lagi, Vincent akhirnya memilih untuk menyetujui keputusan ketua klubnya itu. Lagipula, hanya beberapa minggu saja, Vincent merasa ia masih bisa menahannya. Daripada ia terus protes dan mereka gagal, lalu klub ini dibubarkan, lebih baik ia berusaha dahulu yang terbaik agar klub ini bisa maju ke tingkat nasional, dan baru memikirkan kelanjutan klub ini.
Mendengar ucapan Yosua yang sudah membuat Vincent tidak rewel, Jonatan melepaskan napas leganya. Jonatan bersyukur bahwa Yosua benar menepati janjinya untuk menangani Vincent ataupun anggota lainnya yang rewel mengenai kehadirannya kembali di klub voli.
Tadi pagi, Jonatan akhirnya memberikan jawabannya kepada Yosua. Tidak langsung setuju, namun dengan syarat. Jonatan kemudian menjelaskan syarat-syaratnya itu kepada Yosua agar ketua klubnya itu bisa berpikir terlebih dahulu.
“Jadi, intinya lo mau balik melatih kita dengan syarat kalo misalkan ada yang rewel dengan metode lo, gua yang bakal turun tangan tertibin mereka?” tanya Yosua memastikan. Jonatan menganggukkan kepalanya.
“Waktu kita udah gak banyak. Kalo misalkan masih kayak kemarin, di mana ada yang gak setuju terus gak mau ikutin saran gua, pasti bakalan susah. Dari awal aja satu tim gak kompak, ikut turnamen bakalan susah nanti. Lagipula, kemaren kan kakak bilang serahin urusan anak-anak ke lo, jadi ya biar gua gak perlu pusingin juga kalo anak-anak rewel,” tambah Jonatan menjelaskan maksudnya itu.