Ucapan dari Jonatan mengenai jadwal sparring mereka yang cukup mendadak membuat Yosua sedikit terkejut. Awalnya, ia mengira Jonatan hanya sekadar asal gertak saja biar anak-anak mau mengikuti jadwal latihannya. Tapi, saat ia memastikan kembali kepada Jonatan terkait kebenaran sparring itu, Jonatan mengiyakannya.
“Kan gua udah bilang kalo Kamis depan bakalan ada sparring. Masa gua bohong soal ginian?” jawab Jonatan sambil menunjukkan hasil diskusinya dengan klub voli kampus lain. Memang benar, jadwal sudah ditentukan seperti yang Jonatan sebutkan.
“Gua kira itu cuma sekadar omongan doang biar mereka mau ikutin kata-kata lo. Habisnya, lo kan baru aja sepakat kalo mau balik melatih, kok bisa gitu tau-tau udah deal sama klub voli kampus lain,” balas Yosua menyatakan keheranannya. Sepertinya, dulu ia tidak semudah itu bisa menemukan lawan tanding untuk klubnya. Butuh waktu yang cukup lama, tidak seperti Jonatan yang dalam hitungan hari sudah deal.
“Ya, mungkin karena udah mau turnamen, jadi beberapa tim kampus juga butuh atmosfir pertandingan. Karena itu, tawaran sparring bisa gampang diterima. Selain itu, kemampuan klub voli kampus mereka gak beda jauh dengan kita, jadi kemungkinan besar mereka mau,” balas Jonatan menceritakan inti dari caranya bisa mendapatkan kampus untuk diajak latih tanding.
Saat mendengar jawaban Jonatan, Yosua terdiam. Ia teringat kembali ketika tahun kemarin mencari lawan sparring. Pantas saja dulu ia kesusahan. Yosua baru sadar ia dulu mencari tim yang kualitasnya di atas klub mereka. Tujuannya, agar anggota tim bisa merasakan bagaimana melawan tim kuat. Sayangnya, banyak yang menolak permintaannya itu. Jadi, ketika Jonatan berbicara mengenai level yang seimbang, Yosua baru menyadari bahwa memperkirakan kemampuan klub juga ikut mempengaruhi penawaran latih tanding itu. Jika klub kampusnya dianggap terlalu lemah oleh lawan, sulit juga bagi lawan untuk menerimanya, karena bisa saja sparring nanti menjadi tidak seimbang.
“Oke deh. Karena hari ini gua juga ada keperluan, jadi gua tinggal dulu ya,” ucap Jonatan sambil berpamitan kepada Yosua. Sementara itu, Yosua sedikit terkejut karena tidak biasanya Jonatan pulang terlebih dahulu. Biasanya, Jonatan selalu menjadi orang terakhir yang pulang dari klub. Namun, karena kebetulan Jonatan sedang ada urusan dan Yosua sedang tidak ada kegiatan, akhirnya Yosua setuju untuk menjadi orang terakhir di klub hari ini.
*****
Kembali melatih di klub voli membuat Jonatan berpikir untuk membeli pelindung lutut. Bisa saja selama berlatih, ia perlu menunjukkan beberapa contoh gerakan kepada anak-anak, jadinya ia perlu meloncat. Daripada ia melukai lututnya lagi, tidak ada salahnya kan jika ia membeli pelindung lutut untuk berjaga-jaga? Jadilah sekarang Jonatan tengah sibuk melihat deretan pelindung lutut yang dipajang di salah satu toko perlengkapan olahraga seusai dirinya pulang dari klub voli. Jonatan sengaja pulang awal dari klub voli agar ia masih sempat pergi ke mall hari ini.
“Ini toko isinya lengkap juga ya, walaupun mereknya bukan merek top sih,” gumam Jonatan saat ia melihat isi toko tersebut. Meskipun bukan merek terkenal yang biasa digunakan oleh atlet pro, tapi setidaknya alat-alat olahraga yang berada di toko itu sudah teruji kualitasnya. Jadi, untuk dirinya yang hanya sekadar pemain amatiran, menggunakan alat-alat yang dijual di sini sudah lebih dari cukup.
“Tapi, untuk pelindung lutut tetap aja harganya lumayan ya,” sahut Jonatan lagi ketika ia melihat label harga beberapa pelindung lutut berada di kisaran ratusan ribu rupiah. Usai melihat beberapa macam produk yang ada di sana, Jonatan akhirnya memutuskan untuk membeli dua buah pelindung lutut. Walaupun lututnya yang cedera hanya satu, tapi Jonatan tidak mau ambil risiko. Jadinya ia membeli dua pelindung lutut agar kedua lututnya bisa terlindungi dengan baik saat ia berada di klub voli kampus.