Gagal dua kali dalam sparring membuat anak-anak sedikit meragukan kemampuan Jonatan dalam melatih. Walaupun dalam sparring terakhir mereka hasilnya sudah sedikit lebih baik jika dibandingkan sparring pertama, tetap saja anak-anak berpikir itu adalah sebuah kekalahan. Jadinya, kini Jonatan menjadi bingung sendiri bagaimana caranya untuk menjaring kembali kepercayaan anak-anak kepadanya.
“Waktu kalian kan tinggal sedikit. Gua juga udah berusaha untuk membuat jadwal latihan agar kalian bisa memanfaatkan waktu yang tersisa ini dengan baik. Jadi, kalian cukup ikutin aja dengan apa yang udah gua rencanakan, jangan kalian malah hilang semangat kayak gini saat latihan,” sahut Jonatan ketika ia menghentikan sejenak latihan hari ini. Terasa tidak kondusif karena anak-anak juga sedang tidak bersemangat latihan. Jadinya, Jonatan mengajak anak-anak untuk berkumpul dahulu dan selanjutnya Jonatan mengajak anak-anak itu berbicara.
“Tapi, kemarin kan hasilnya kalah. Instruksi dari lo gak bisa ngebuat kita menang kan? Jadi, apa rencana latihan lo itu udah cukup efektif?”
“Karena itu, gua butuh kalian berlatih lebih banyak lagi. Kemarin yang kita latihan full aja masih kalah, gimana kalo misalkan gua kabulin permintaan kalian buat latihan cuma tiga kali seminggu? Bukannya malah bisa lebih kacau lagi nanti kalian mainnya karena kurang latihan?”
Semua anak terdiam setelah Jonatan berkata demikian. Memang, ada benarnya juga dengan apa yang diucapkan anak itu. Jika saja mereka sudah berlatih setiap hari masih belum bisa meraih kemenangan, bagaimana jika latihan itu dikurangi separuhnya? Tapi, belum ada jaminan juga bagi mereka jika latihan setiap hari bisa meningkatkan performa. Bisa saja mereka malah menjadi jenuh dan hasilnya semangat untuk berlatih mereka malah menurun.
“Gua butuh kepercayaan dari kalian di sini. Bagaimana gua bisa benar-benar membuat kalian bermain lebih baik kalo dari kalian aja gak percaya dengan apa yang udah susun untuk kalian?”
Jonatan sudah mulai bingung harus berbuat apa lagi. Satu faktor yang bisa mempengaruhi progress latihan adalah kepercayaan. Jika anggota tim tidak bisa mempercayai apa yang Jonatan atur, mau seberapa keras usaha Jonatan untuk melatih anak-anak juga akan sulit. Itu karena dari pemikiran anggota tim saja sudah tidak bisa percaya dengan Jonatan, bagaimana bisa mereka mematuhi apa yang Jonatan ajarkan?
Sebenarnya, Jonatan bisa saja tidak mau memperdulikan anak-anak dan terus bekerja sesuai dengan rencana yang sudah ia susun. Namun, jika hal ini tidak berjalan lancar dan berdampak buruk untuk tim, Jonatan juga menjadi tidak enak, terutama kepada Yosua yang sudah percaya kepadanya dan juga kepada Alvito yang berharap kepadanya. Jadinya, tidak ada jalan lain. Jonatan harus berhasil meraih kembali kepercayaan anak-anak agar ia bisa tetap menjalankan menu latihan yang sudah ia susun.
“Karena itu, gua cuma bisa mohon ke kalian. Please, kita coba dulu ya dengan apa yang udah gua susun. Hasilnya bisa kalian rasakan juga kok nanti kalo misalkan di turnamen kalian menang.”
“Kalo misalkan nggak gimana?”
Calvin akhirnya bertanya demikian kepada Jonatan. Sebenarnya, ia mau-mau saja percaya dengan apa yang Jonatan latih. Tapi, dengan pengalamannya selama beberapa minggu berlatih bersama, belum ada jaminan juga bahwa menu latihan yang Jonatan berikan bisa membuat anggota tim Universitas Harapan Jaya naik ke podium di Liga Mahasiswa regional Jakarta.
“Apa dengan metode lama yang latihan tidak maksimal itu bisa membuat kalian menang juga?”
Tidak ada yang membalas ucapan Jonatan. Jonatan juga ikut tidak bersuara. Jadilah, kini mereka diliputi keheningan karena tidak ada yang mau berbicara. Beberapa saat kemudian, Yosua akhirnya berucap setelah tidak ada yang mengajukan pendapatnya terhadap kalimat Jonatan.
“Gua rasa apa yang udah diperbuat Jonatan di klub ini udah benar. Setidaknya, gua bisa melihat progress kita sudah cukup baik jika dibandingkan antara sparring pertama dengan sparring kedua. Selain itu, permainan kita lebih terarah sekarang, lalu kita gak dapat skor satu digit lagi seperti pertama kali kita bertanding. Jadi, gua merasa, apa yang Jonatan lakukan ke kita sudah cukup baik, tapi emang gak bisa instan begitu saja.”
“Tapi, kita kan gak bisa gambling juga dengan metode latihan dari Jonatan. Apalagi turnamen nanti itu adalah kesempatan terakhir kita buat buktiin diri ke bagian kemahasiswaan kampus. Kalo kita salah langkah, bisa-bisa benar dibubarkan kan klub ini?
“Apa lo punya ide yang lebih baik daripada sekarang? Kalo misalkan ada, silakan diajukan, biar kita diskusikan sama-sama lagi. Tapi, kalo usul lo adalah dengan kembali latihan dan mengikuti metode sebelum adanya Jonatan, gua akan langsung menolak itu. Ada pelatih yang mengontrol latihan kita jelas lebih baik jika dibandingkan kita latihan begitu aja seperti tahun sebelumnya.”
Calvin langsung terdiam ketika Yosua membalasnya seperti itu. Ia memang tidak memiliki rencana lain yang lebih baik, tapi Calvin juga takut jika kesalahan dalam mengambil keputusan bisa berakibat fatal pada klubnya. Calvin masih belum siap jika klub mereka itu benar-benar dibubarkan dan anak itu juga yakin anggota tim lainnya berpikir sama dengannya.