Rebuild The Club!

William Oktavius
Chapter #16

No More Time for Practice

“Gimana caranya ya buat ngukur kemampuan tim di waktu yang mepet ini?”

Jonatan tengah berbaring di atas kasur sambil memainkan bola voli miliknya. Di tengah kesibukannya melakukan passing atas, Jonatan berpikir mengenai strategi lain untuk anak-anak timnya itu.

“Kemampuan mereka sebenarnya udah bagus. Gak perlu teknik yang aneh-aneh banget kayak di video pertandingan voli pro kalo buat level regional doang. Tapi, tetap ada yang kurang. Apa ya?”

Jonatan mencoba berpikir kembali. Ia memejamkan matanya, seolah mencoba mengingat kembali apa yang sudah mereka lakukan selama dua pertandingan sebelumnya. Setelah itu, Jonatan menjentikkan jarinya.

“Kayaknya motivasi mereka masih kurang pas sparring kemarin. Teknik mereka udah cukup, tinggal gimana caranya naikin motivasi mereka biar bisa lebih semangat lagi. Lalu, gimana ya caranya buat naikkin motivasi mereka?” gumam Jonatan lagi. Otaknya masih belum terpikirkan jalan keluar untuk masalah ini, padahal waktu turnamen sudah dekat.

Menurut Jonatan, permainan tim Universitas Harapan Jaya sudah cukup baik. Tapi, mereka masih terlihat kurang begitu antusias. Apa karena mereka masih menganggap kalo itu sekadar latihan? Tapi, kalo dibiarin gitu aja bahaya juga. Gak ada jaminan kalo misalkan mereka pas turnamen bisa jadi semangat. Salah-salah, malah kalah beneran lagi karena ternyata persiapan mereka kurang, pikir Jonatan masih sambil memainkan bola volinya itu.

Di saat sedang pusing memikirkan bagaimana caranya agar bisa tahu sudah seberapa jauh kemampuan anggota timnya, Jonatan tiba-tiba teringat dengan Alvin. Sebagai anggota tim kuat yang selalu langganan naik ke podium turnamen nasional, sepertinya Jonatan bisa meminta tolong kepada teman beda kampusnya itu.

“Benar juga. Selama ini kalo sparring kampusnya kan biasa aja. Siapa tahu kalo gua kasih lawan mereka yang extra ordinary, anak-anak bisa jadi lebih semangat dan niat gak mau kalahnya jadih lebih besar,” ucap Jonatan semangat. Tapi, baru saja ia hendak meraih handphone-nya, pikiran lain dari Jonatan kembali hadir.

“Itu kalo positifnya. Kalo negatifnya yang muncul, gua yang pusing. Nanti mereka malah jadi minder karena merasa gak selevel kan bahaya juga ya. Belom tentu juga anggota tim voli-nya Alvin mau menerima sparring dengan tim kayak gini karena levelnya beda jauh,” lanjut Jonatan lagi. Namun, setelah ia berpikir beberapa saat, tidak ada salahnya jika mencoba keberuntungan dengan melakukan latih tanding dengan kampus top. Siapa tahu pemikiran Jonatan mengenai semangat anak-anak itu benar. Bisa saja sebenarnya mereka butuh melawan kampus tangguh agar anak-anak bisa lebih semangat dalam berlatih karena merasa level mereka belum setara dan harus segera ditingkatkan.

“Dicoba dulu deh. Hasilnya lihat nanti dulu. Gua gak kepikiran cara lain juga soalnya,” gumam Jonatan meyakinkan dirinya. Setelah itu, ia kemudian mengambil handphone-nya dan berbicara dengan Alvin.

“Halo, Alvin? Ada yang mau gua bicarain sebentar. Boleh?”

*****

Seusai latihan, seperti biasa, Jonatan kembali memberikan pengumuman. Kali ini adalah mengenai jadwal sparring mereka. Selain itu, waktu pertandingan Liga Mahasiswa regional Jakarta sudah semakin dekat, jadi Jonatan juga sekaligus memberitahukan pengumuman lainnya.

“Oke semuanya. Gua minta perhatiannya dulu ya. Sehubungan tiga minggu lagi kita akan mengikuti Liga Mahasiswa regional Jakarta, di mana turnamen itu akan menjadi turnamen hidup dan mati kita, jadi gua mau bilang kalo waktu kita sangat sedikit. Kemudian, karena minggu depan kita akan UTS, jadi sesuai dengan aturan kampus, maka latihan akan diliburkan. Karena itu, untuk mengetahui sudah seberapa jauh kemampuan kalian selama latihan ini, gua udah ngebuat janji sama salah satu kampus untuk jadi lawan sparring kita Sabtu ini. Mohon dicatat kalau ini adalah sparring terakhir kita sebelum turnamen, jadi gua berharap kita bisa belajar banyak dari tim kampus mereka. Dan gua minta kalian semua untuk bisa datang karena kalian akan menyesal kalau melewatkan kesempatan ini.”

“Emang lo rencana mau sparring sama kampus yang mana?”

“Universitas Pemuda Bangsa.”

Sesaat, anggota voli langsung menjadi ribut saat mendengar lawan tanding mereka. “Sumpah? Lo bisa dapat kontak anak Universitas Pemuda Bangsa dari siapa? Mereka itu tim unggulan yang selalu naik podium di Liga Mahasiswa nasional kan? Mereka mau gitu sparring dengan kita yang kualitas timnya jauh di bawah mereka?” ucap Bryan masih tidak menyangka bahwa mereka bisa mempunyai kesempatan untuk melawan salah satu tim unggulan turnamen, tingkat nasional pula.

Jonatan hanya tersenyum saat mendengar pertanyaan Bryan. Ia pun dengan sedikit sombong memamerkan koneksinya itu. “Jangan lupakan kalo gua ini tuh punya koneksi yang bisa menguntungkan kalian semua. Selain itu, bersyukurlah kalian punya pelatih yang jago bernegosiasi kayak gua. Jadinya, kalian nanti bisa mencoba menjajal kemampuan dengan tim dengan level nasional,” balas Jonatan sedikit menyombongkan dirinya.

Palingan dia minta tolong ke Alvin, batin Alvito sambil menahan tawanya melihat kelakuan Jonatan. Tapi, karena ia tidak mau menghancurkan kesenangan Jonatan, Alvito jadinya hanya diam saja.

“Tapi, apa lo yakin dengan pemilihan lawan kita? Kalo misalkan dibantai, apa bukannya itu bakalan jadi masalah untuk kita?” Yosua menjadi sedikit ragu dengan rencana sparring mereka selanjutnya. Walaupun ia senang karena bisa mencoba melawan salah satu tim voli yang sering wara-wiri di tingkat nasional, tetap saja Yosua masih tidak yakin dengan kemampuan timnya itu. Tidak dibantai dengan skor satu digit saja sudah termasuk bagus untuk kemampuan tim voli mereka.

“Justru itu. Dengan melawan tim kuat nasional, kita bisa tahu apa saja kekurangan kita yang belum terlatih. Kita juga bisa belajar dari permainan mereka nanti. Jangan lupa, lawan-lawan kita itu lawan yang bagus. Kalo kita udah bisa sampai standar nasional, berarti kita udah siap buat turnamen besok. Kalo misalkan nggak, ya sisa waktu yang singkat itu harus kita manfaatkan,” jelas Jonatan mengenai rencananya itu.

“Untung aja peraih medali di Liga Mahasiswa nasional edisi sebelumnya tuh gak perlu ikut kualifikasi di regional. Gua gak kebayang kalo misalkan Universitas Pemuda Bangsa juga ikutan di regional, peluang kita buat lolos ke nasional makin kecil berarti,” ujar Calvin saat mengingat kembali mengenai tim unggulan yang ada di Liga Mahasiswa edisi sebelumnya.

“Benar juga. Mereka kan termasuk kampus di regional Jakarta juga,” tambah Alexander setelah menyadari ucapan Calvin.

“Karena itu, persiapkan diri kalian. Gua harap kita semua bisa memberikan yang terbaik saat melawan tim lawan. Ambil semua ilmu yang bisa kita ambil untuk dijadikan pelajaran. Melawan tim yang udah langganan podium di nasional pasti akan jadi pengalaman berharga untuk kita sebelum bertanding di regional nanti,” balas Jonatan sekaligus menutup apa yang ia sampaikan kepada anak-anak didiknya itu. Setelah memberikan pengumuman, Jonatan mempersilakan anak-anak untuk pulang karena jadwal latihan sudah usai.

Saat Jonatan sedang sibuk mengecek kembali peralatan voli yang sudah digunakan, Alvito datang mendekati Jonatan. Ia penasaran bagaimana caranya anak itu bisa membujuk tim unggulan voli kampus lain.

“Pasti lo minta tolong ke Alvin buat atur jadwal sparring. Iya kan?”

Jonatan sedikit terkejut saat mendengar Alvito tiba-tiba sudah berada di dekatnya. Setelahnya, Jonatan hanya terkekeh saja mendengar tuduhan Alvito. “Habisnya cuma lewat dia doang gua bisa minta tolong ke kampus elit,” jawab Jonatan. Ia lalu teringat kembali dengan percakapannya bersama Alvin untuk mendiskuksikan mengenai jadwal latihan ini.

*****

Beberapa hari lalu, saat Jonatan meminta tolong kepada Alvin mengenai sparring dengan tim voli Alvin.

“Halo, Alvin? Ada yang mau gua bicarain sebentar. Boleh?”

Lihat selengkapnya