Rebuild The Club!

William Oktavius
Chapter #23

Hard Decision

“Jonatan, udah! Gak usah paksain buat ikut sampai ke podium. Kita bisa wakilin lo juga kok buat menerima hadiah lo.”

“Gak ada. Gua masih mau naik ke podium, Alvito! Kalo gak sekarang, kapan lagi?”

“Kenapa lo maksa banget? Lo gak kasihan sama kondisi diri lo sendiri?”

Alvito mendengarkan alasan Jonatan yang terdengar begitu keras kepala di telinganya. Dalam hatinya, Alvito hanya bisa memandang Jonatan dengan sedikit bingung. Kenapa anak itu begitu ngotot ingin naik ke podium padahal dirinya sedang cedera? Bukannya lebih baik untuk segera menyembuhkan cederanya agar ia bisa bermain voli lagi di masa mendatang? Kenapa Jonatan begitu ngotot ingin menerima hadiah di saat hasil pertandingannya sudah diketahui bahwa timnya itu menjadi juara? Alvito masih tidak habis pikir dengan cara berpikir temannya itu.

“Ah, ternyata itu yang dirasain Jonatan kenapa dulu dia ngotot banget buat selesaiin sampai benar-benar tuntas padahal lagi cedera,” gumam Alvito usai mengingat kembali apa yang sudah terjadi pada Jonatan beberapa tahun lalu. Sekarang, Alvito sudah mengerti mengapa Jonatan bisa se-ngotot itu. Alvito merasa bahwa Jonatan tahu cederanya itu bisa saja mengakhiri karirnya saat itu juga. Jadi, selagi bisa bersama degan rekan timnya, Jonatan akan melakukan apapun itu. Seperti pada kasusnya kali ini. Setelah ia tidak bisa menjalani pertandingan selanjutnya, Alvito merasa ia tidak tahu kapan bisa bermain bersama teman-temannya lagi. Selain itu, Alvito juga merasa sedikit bersalah karena ia harus meninggalkan teman-temannya untuk kembali berjuang, sementara dirinya hanya bisa terbaring karena sakit. Sekarang, Alvito hanya bisa berharap teman-temannya bisa melakukan yang terbaik. Jika seandainya hal terburuk terjadi, Alvito harus siap menerimanya dan menjadikan pertandingan kemarin adalah pertandingan terakhir dirinya bersama anggota timnya.

“Coba aja gua gak sakit, gua bisa bermain dengan kalian satu pertandingan lagi.”

“Makanya kesehatan tuh dijaga. Gua kan dari dulu selalu ngocehin lo pada tentang ini.”

“Jonatan? Kak Yosua dan yang lain juga?”

Alvito sedikit terkejut saat ada yang membalas ucapannya itu. Tiba-tiba, ruangannya menjadi ramai karena anggota tim voli datang menjenguknya. Kedatangan anak-anak membuat Alvito menundukkan kepalanya karena merasa tidak enak hati akibat sakitnya itu sedikit menghambat aktivitas klub.

“Jangan kira gua gak tahu kalo lo kemarin ada diam-diam latihan habis pertandingan ya. Kayaknya lo kecapean, makanya drop.

“Eh? Lo tahu dari mana, Jonatan?” seru Alvito sedikit terkejut. Padahal ia sudah memastikan tidak ada yang tahu bahwa ia melakukan latihan tambahan, tapi mengapa Jonatan bisa berkata seperti itu? Mendengar ucapan dari Jonatan membuat Alvito semakin menundukkan kepalanya.

“Kemarin gua ada ngambil barang di ruang sekretariat. Pulangnya, gua lewatin fakultas ekonomi. Terus gua dengar ada suara orang lagi main bola voli. Pas gua dekatin, ternyata lo lagi latihan di sana. Karena lo keliatan lagi fokus banget, ya udah jadinya gua gak ganggu. Awalnya gua mau ocehin ini setelah turnamen selesai, eh lo malah drop duluan. Ya udah sekalian aja gua kasih tahu lo di sini.”

“Maaf.”

Mendengar ucapan dari Jonatan, Alvito menjadi semakin merasa bersalah. Ini karena keras kepala dirinya akibat merasa tidak maksimal selama pertandingan, jadinya Alvito merasa ia harus melakukan hal yang lebih lagi. Apalagi, mereka nyaris kalah di babak delapan besar, Alvito merasa dirinya harus bisa menjadi lebih kuat lagi agar bisa terus bertahan di turnamen ini. Sayangnya, tingkat stres yang tinggi serta fisik dari Alvito ternyata tidak sekuat itu untuk melakukan latihan yang berlebihan. Hasilnya, Alvito malah harus terbaring sakit di sini.

Lihat selengkapnya