Rebuild The Club!

William Oktavius
Chapter #24

Bring Back Past Memories

“Jonatan? Lo serius? Trauma lo dulu gimana?”

Yosua masih sedikit tidak percaya dengan keputusan yang baru saja Jonatan ambil. “Benar. Lagipula, bukannya lo terdaftar sebagai manajer ya? Apa bisa lo masuk ke lapangan nanti?” tanya Bryan ikut mempertanyakan keputusan Jonatan.

“Ucapan Kak Yosua sebenarnya udah bagus untuk ngebuat Alvito sadar kalo dia harus istirahat. Tapi, kalo gua mikir secara realistis, kita kekurangan anggota. Selama ini, kita punya Kak Alex yang jadi pemain cadangan. Seandainya besok dia main jadi starter, berarti kita gak punya cadangan lagi. Kalo misalkan mau ganti strategi, udah susah karena kita gak ada pengganti lagi. Di sisi lain, gua gak bisa gantiin posisi Kak Yosua ke pemain karena kakak udah bagus jadi libero, jadi defense kita bisa tetap terjaga. Karena itu, gua merasa besok harus ikut main. Kak Alex tetap di bagian cadangan karena gua berencana untuk pakai dia ketika gua mau ngubah strategi main kita dengan kekuatan serve-nya itu.”

Jonatan menjelaskan secara singkat mengapa dirinya bisa sampai berpikir untuk turun tangan bermain di lapangan. Sementara itu, Bryan masih ingin mengetahui mengapa Jonatan bisa yakin bahwa anak itu bisa ikut bertanding esok hari, padahal sudah empat pertandingan, keberadaan Jonatan di tim mereka itu adalah sebagai manajer tim dan juga pelatih. Jonatan pun akhirnya menjelaskan mengenai hal tersebut.

"Mengenai apakah gua besok bisa main apa nggak, tenang aja. Sebenarnya gua juga memasukkan nama gua sebagai pemain di list tim kita. Jadi posisi gua di sana sebagai pemain, manajer, dan juga merangkap pelatih. Jujur sih itu niatnya biar keliatan aja anggota tim kita banyak. Tapi, gua gak nyangka malah bakalan kayak gini ceritanya. Karena gua terdaftar sebagai pemain, jadinya gua besok bisa ikut main juga. Hanya saja, untuk pertandingan besok, kita akan dianggap gak punya pelatih karena gua turun sebagai pemain. Jadi, semua keputusan terkait teknis permainan di lapangan bakalan diserahkan ke Kak Bryan sebagai kapten tim, seperti meminta break atau izin untuk melakukan rotasi pemain.”

Yosua dan Bryan terdiam sejenak, mencoba mencerna penjelasan dari Jonatan. Dipikir-pikir, alasan dari Jonatan masuk akal juga. Terlebih, mereka memang kekurangan anggota, jadi dengan kedatangan Jonatan menjadi pemain tim, itu akan sangat membantu mereka untuk bisa bertahan esok hari. Jadinya, Yosua pun memberikan persetujuannya untuk mengikutsertakan Jonatan pada pertandingan besok.

“Terima kasih atas persetujuannya. Selain itu, maaf kalo misalkan memberatkan. Tapi, apa kakak-kakak semua bisa ngebantu gua latihan nanti sore? Gua butuh penyesuaian juga sebelum pertandingan besok.”

Jonatan juga baru teringat ia perlu menyesuaikan lagi permainannya sebelum benar-benar bertanding esok hari. Apalagi, Jonatan selama ini tidak pernah latihan secara intens seperti anggota lainnya, jadi Jonatan juga perlu adaptasi terlebih dahulu sebelum turun ke lapangan nantinya. Untungnya, Yosua, Satrio, dan Bryan tidak mempermasalahkan itu. Mereka dengan semangat ingin berlatih juga, hitung-hitung persiapan untuk pertandingan terakhir mereka juga.

“Berhubung lo juga tahu kondisi kita, gua serahin sepenuhnya ke lo buat kontrol latihan kita udah berlebihan apa belom, biar kita semua jangan sampai drop kayak Alvito hari ini.”

Jonatan tersenyum dan mengacungkan lambang OK dengan kedua tangannya. “Tenang, serahin semuanya ke gua.”

*****

Latihan dimulai. Untuk menghindari dirinya dan juga anggota lainnya melakukan latihan berlebihan, Jonatan akhirnya mencoba mengatur alarm sehingga mereka ada jeda istirahat selama beberapa menit setelah latihan selama tiga puluh menit. Hitung-hitung agar mereka juga bisa mengontrol diri dan tidak latihan secara non-stop karena mereka masih ada pertandingan juga esok hari.

Dalam diamnya, tiga mahasiswa lainnya tertegun saat melihat Jonatan mengenakan pengaman lutut. Terlihat bahwa Jonatan benar-benar menjaga keamanan lututnya itu. Yosua sempat bertanya kepada Jonatan apakah anak itu akan baik-baik saja dengan kondisinya atau tidak. Tapi, karena Jonatan meyakinkan mereka semua bahwa pengaman lututnya ini sudah baik, mereka bertiga akhirnya tidak terlalu khawatir lagi. Jonatan pun meminta mereka semua untuk berlatih seperti biasa dan jangan terpengaruh dengan pengaman lututnya itu.

Jonatan lalu mencoba untuk melakukan smash dan juga serve. Untungnya, karena Jonatan pernah beberapa kali bermain dengan Alvito, gerakan Jonatan sudah tidak se-kaku jika dibandingkan ketika ia pertama kali memegang bola voli. Tapi, memang kemampuan Jonatan masih belum begitu baik jika dibandingkan dengan peak performance-nya dahulu saat SMP. Jadinya, Jonatan masih melakukan beberapa kesalahan ketika berlatih dengan kakak tingkatnya.

Ternyata kayak gini kemampuan Jonatan. Sayang banget anak ini sempat cedera. Udah lama gak latihan aja tekniknya masih cukup oke, batin Yosua saat melihat permainan Jonatan. Meskipun di awal latihan Jonatan masih kesulitan akibat ia sudah lama tidak bermain voli dengan intens, tapi tidak perlu waktu lama, Jonatan sudah bisa menyesuaikan keadaan. Pukulannya masih belum begitu baik, tapi jelas terlihat bahwa insting Jonatan sebagai pemain masih terhitung baik. Dengan beberapa penyesuaian antara Jonatan dengan Satrio, Jonatan akhirnya bisa melakukan smash lagi seperti dulu ketika ia aktif bermain.

“Gua masih bisa mukul kayak gini setelah sekian lama?” gumam Jonatan tidak percaya sambil menatap telapak tangannya. Sementara itu, ini adalah pertama kalinya Bryan dan Yosua melihat kemampuan Jonatan, jadinya mereka ikut bersemangat usai Jonatan berhasil melakukan smash dengan baik. Di sisi lain, karena sudah mengetahui kemampuan Jonatan, Satrio merasa kemampuan Jonatan masih belum begitu maksimal. Tapi, itu sudah cukup jika melihat Jonatan yang sudah begitu lama tidak berlatih. Gua bakal berusaha buat lo bisa mukul bola kayak lo dulu ketika lagi sangar-sangarnya, Jonatan, tekad Satrio sambil tersenyum ke arah anak itu.

“Kak Bryan boleh sambil coba nge-blok pukulan gua gak? Gua juga mau kira-kira, apakah gua bisa nembus blocker apa nggak,” ucap Jonatan setelah ia merasa dirinya bisa melakukan smash lagi. Dalam pertandingan, pasti akan ada yang melakukan block pada smash-nya. Jadi, Jonatan juga ingin mengukur kemampuan pukulannya, apakah sudah sekuat itu atau masih belum.

“Sendiri aja cukup?”

“Untuk saat ini sendiri aja gak apa, Kak,” balas Jonatan. Lalu, saat ia melihat Yosua di samping Bryan, sebuah ide terlintas di kepala Jonatan. ”Oh, atau nggak, kalo Kak Yosua gak keberatan buat bantu Kak Bryan ngelakuin blok, gua juga bakalan senang kok,” lanjut Jonatan lagi.

“Tapi, gua gak biasa ngelakuin blok,” ujar Yosua. Tapi, karena Jonatan mengatakan tidak apa-apa, cukup mengikuti Bryan dan melakukan dasar-dasar blocking saja, Yosua pun menyetujui permintaan Jonatan.

Lihat selengkapnya