Jonatan hanya bisa menahan rasa sakitnya ketika Yosua bertanya seperti itu. Mulutnya hendak mengatakan sesuatu, tapi pikirannya hanya tertuju kepada rasa sakit yang terus muncul. Melihat Jonatan yang tidak kunjung berhenti menahan rasa sakitnya, Yosua akhirnya memutuskan untuk memanggil tim medis. Tapi, sebelum sempat Yosua pergi, Jonatan sudah keburu langsung menarik lengan ketua klubnya itu. Gelengan kepala dari Jonatan membuat Yosua tidak jadi pergi dari tempat itu.
“Gak usah ke tim medis. Tolong antar gua langsung ke rumah sakit aja, biar gua konsul langsung sama dokter yang dulu ngerawat gua,” pinta Jonatan lemah. Ia tidak mau membuat kehebohan di saat anggota klub mereka sedang bersuka cita karena berhasil naik podium. Selain itu, jika ujung-ujungnya Jonatan akan diobservasi oleh dokter dari tim medis, lalu ia dibawa juga ke rumah sakit, Jonatan berpikir bahwa akan lebih baik jika ia langsung saja ke rumah sakit.
“Tapi, apa gak sebaiknya kita minta painkiller dulu dari tim medis biar lo gak perlu kesakitan selama perjalanan?”
Jonatan menggelengkan kepalanya. “Semprotan ini juga bisa. Tapi, karena gua punya riwayat cedera, takutnya gak bisa bertahan lama. Paling lama lima menit setelah disemprot, gua udah bisa jalan lagi, tapi gua gak boleh bergerak terlalu berlebihan,” jelas Jonatan mengenai kemampuan alat semprot yang ia miliki.
“Ya udah. Kalo gitu gua bakal minta tolong Bryan bawa barang-barang lo, nanti kita bertiga ke rumah sakit bareng. Urusan anak-anak lain gua bakal minta Satrio yang urus. Gimana?”
“Asal gak bikin kehebohan sama yang lain, gua setuju-setuju aja,” balas Jonatan. Akhirnya, dibandingkan terus berdebat dengan Jonatan dan mengulur-ulur waktu Jonatan, Yosua memutuskan untuk segera mengikuti permintaan anak itu. “Oke, tunggu sebentar, gua bakal segera balik lagi.”
Setelah itu, dengan dibantu Bryan dan Yosua, Jonatan dibawa ke rumah sakit. Ia langsung diobservasi oleh dokter yang dulu pernah menangani cederanya. Untungnya, cedera yang dialami Jonatan tidak terlalu parah. Hanya saja, akibat trauma yang Jonatan alami, hal itu membuat pikiran Jonatan mengatakan bahwa rasa sakit itu cukup parah. Jadinya, Jonatan cukup dirawat beberapa hari untuk pemulihan diri, lalu ia bisa beraktivitas kembali seperti biasa.
*****
”Jonatan, katanya lo masuk rumah sakit karena cedera lo kambuh lagi ya? Gimana kondisi lo? Parah gak?”
Jonatan sedikit kaget saat Alvito tiba-tiba menghubunginya dan langsung menghujaninya dengan berbagai macam pertanyaan saat ia baru saja mengangkat telepon itu. Sambil tersenyum, ia berusaha menenangkan Alvito. Jonatan yakin pasti anak itu sedang panik, padahal Alvito sendiri juga masih menjalani perawatan di rumah sakit.
“Tenang aja. Gak separah dulu kok yang sampai ngebuat gua pensiun dari voli.”
“Terus gimana? Lo ada-ada aja sih. Tau-tau gua dikabarin kalo lo cedera lagi dari Yosua. Pas gua tanya kenapa, katanya karna lo gantiin gua main. Untung menang. Gimana kalo misalkan kalah dan lo tetap cedera?”
“Setidaknya gua gak mau perjuangan lo yang sampai masuk rumah sakit berakhir gitu aja. Selain itu, ternyata gua masih bisa main kayak dulu, walaupun gak sekuat dulu sih. Terus juga gua masih agak takut pas bagian loncat-loncatnya karena takut bakalan kenapa-kenapa. Jadinya gua gak tau sih ini harus berterimakasih karena lo sakit atau nggak.”