Empat hari berada di rumah sakit membuat Jonatan merasa bosan. Meskipun ini jauh lebih baik jika dibandingkan ketika dulu Jonatan harus menghabiskan waktu enam bulan di rumah sakit, tapi tetap saja Jonatan merasa bosan jika ia harus berada di atas kasur terlalu lama. Sekalipun ia sudah mengusir rasa bosan itu dengan menonton anime kesukaannya, tetap saja setelah satu anime tamat, rasa bosan itu kembali hadir ke diri Jonatan.
“Ah, gua pengen cepat-cepat keluar dari sini dan jalan-jalan lagi,” gumam Jonatan sambil menatap layar handphone-nya. Untung saja ia bisa mengirim surat izin sakit ke bagian tata usaha jurusannya, jadi Jonatan tidak perlu mengkhawatirkan nasib absennya yang bolong selama satu minggu.
Saat sedang melamum, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Tidak lama kemudian, datang dua orang ke dalam ruangan Jonatan.
“Alvito! Alvin, lo datang juga!”
Alvin bersama dengan Alvito datang bersamaan untuk menjenguk Jonatan. Dengan semangat, Jonatan menyambut kedatangan dua temannya itu. Selain itu, karena kedatangan Alvin dan Alvito, Jonatan jadi teringat saat lima tahun lalu ketika dirinya berada di rumah sakit. Mereka berdua cukup sering datang untuk menjenguk dirinya.
“Kok bisa lo datang berdua barengan? Bukannya Alvin harusnya sekarang lagi sibuk latihan demi bisa naik podium lagi di turnamen nasional nanti?” tanya Jonatan sambil sedikit meledek Alvin karena seringnya tim voli anak itu naik ke podium nasional.
“Si Alvito ngajakin gua. Katanya kalo dia sendiri ke sini, berasa kayak lagi nengok pacar yang lagi sakit. Awalnya gua mau biarin kalian berduaan aja, tapi Alvito makin rewel. Yaudah daripada dia makin berisik, gua temenin dia aja deh ke sini.”
“Sialan.”
“Jadi, lo emang dari awal gak niat jenguk gua dong?”
“Iya.”
“Sialan.”
“Kan. Kata sialan aja bisa muncul dari mulut kalian berdua. Emang udah benar harusnya si Alvito gak usah gua temenin.”
“Bacot.”
Ucapan yang bersamaan dari Jonatan dan Alvito kembali membuat Alvin tertawa. “Emang udah pas kalian berdua itu,” ledek Alvin kembali. Setelah itu, ia menaruh beberapa barang di meja samping tempat tidur Jonatan. Kemudian, Alvin dan Alvito mengambil kursi dan duduk di tempatnya masing-masing.
Melihat dua temannya berada di sana, Jonatan teringat bahwa dulu ketika ia dijenguk oleh teman-temannya, ia hanya bisa merengut saja setiap harinya. Tidak terima karena keadaan yang ia alami. Berbeda dengan saat ini, Jonatan sudah bisa menerima apa yang terjadi pada dirinya. Buktinya, Jonatan sempat tertawa ketika Alvin meledek Alvito di hadapan dirinya.