"Berbahaya kalau aku selalu melihatnya."
Itu yang dipikirkan laki-laki jangkung 5 tahun yang lalu. Adam yang memilih bekerja sebagai cheff kapal pesiar karena ia tidak bisa terus menerus melihat adik sahabatnya menjadi istri orang lain, sekalipun ia tahu kalau suami Laras berasal dari keluarga kelas atas dan cukup populer di kalangan pembisnis.
"Kau yakin dengan keputusanmu?" tanya Bagas saat ia mengajukan resume untuk bekerja di kapal pesiar.
"Ya."
Bagas menepuk pundaknya, "kabari aku kalau kau butuh bantuan."
"Ah, kau hanya perlu menjaga Laras, itu cukup."
"Kau harus berpamitan dengannya."
Adam menggeleng. Bagaimana bisa aku berpamitan dengan, Laras? Melihatnya membuatku ingin menangis.
Pelayaran yang di jalaninya berjalan sangat mulus kelihatannya, tetapi dalam hati dan pikirannya masih terpatri senyum Laras bersama celotehan tidak masuk akal, Adam berkali-kali menahan diri agar tidak menelpon Zay sekalipun Zay yang menelpon ia enggan mengangkatnya. Sampai kabar kalau Laras akan menikah sampai kepadanya.
Sebetulnya, ia sudah tahu Laras berkencan dengan Rama dari grup Panca hanya saja ia tidak berpikir akan menikah setelah berkencan selama setahun.
"Datanglah, Laras sangat ingin kau hadir," ucap Zay di telfon.
Adam menghembuskan asap rokok dari mulutnya, menatap jauh hamparan air berwarna biru, semakin dalam terlihat semakin gelap dan suram, "aku tidak janji tapi aku usahakan."
"Ah, jangan bilang ... kau patah hati?"
"Aku?"
"Ya. Adik kecil kita akan menikah. Hiks... hiks...."
Adam berdecak, "sudah, sampaikan salamku untuknya."
Zay brawijaya, sahabat karib dari sekolah menengah hingga saat ini. Laras yang sering ikut saat mereka main atau sekedar mengerjakan tugas kuliah di kafe membuat perasaan Adam semakin besar seiring keakraban mereka, awalnya Adam hanya menganggap Laras adalah adik perempuan, cinta yang tumbuh karena rasa ingin melindunginya Adam memilih untuk menjauh, terlebih Laras sangat menyukai Rama panca sadewa sebelum perjodohan berlangsung.
"Hei, Adam. Kau bisa ajak aku ke kampusmu?" tanya Laras yag waktu itu masih memakai seragam abu-abu, tas berwarna pink dengan banyak gantungan boneka.
"Mau ngapain?"
"Cuma mau lihat ... Rama. Dia ada jadwal seminar di kampusmu kan?"
"Kampus Zay, jugakan? Bareng dia aja."
Laras manyun sembari mengetuk ujung sepatunya di ubin teras rumah Adam, seharusnya Adam paham bagaimana reaksi Zay kalau ia ingin ikut ke kampus hanya untuk melihat Rama.
"Kau sebegitu menyukai Rama itu?"
Laras mengiyakan dengan cepat dan dengan senyum sumringah.
"Aku peringatkan ya, cowok seperti Rama tidak pernah menganggap serius suatu hubungan."
"Hem, kenapa?" rasa heran serta jengkel dengan peringatan yang diberikan Adam, ia membelalakkan mata.
"Hubunganya selalu tentang bisnis dan uang, makanya propertinya banyak."
"Ck, jadi boleh ikut gak?"
"Naiklah ke kuda hitamku," perintah Adam sembari menyerahkan helm kepada Laras.
"Kuda hitam maksudmu motor matik yang suka ngadat kalau di geber?"
Adam melirik tajam Laras lalu mengambil lagi helmnya.
"Tapi, keren kok," ujarnya sembari menampilkan cengiran lebar.
Jelas, Adam gemas dibuatnya.
Adam menarik tangan Laras agar melingkar di pinggangnya tetapi di tolak dengan cubitan yang mendarat di perut cepernya. Adam meringis.
Sesampainya di kampus, Laras segera memeberikan helm kepada Adam, "dimana gedung B1? Aula kampus?"
"Selatan gedung kelasku. Ayo, ku antar."
"No, Adam. Nanti Ramaku curiga kalau anak SMA ini pacaran sama mahasiswa kampus ini."