Dewi membalikkan badannya, terlihat seorang gadis perempuan mungil yang memandang ke arah layar ponselnya sambil asik memperhatikan penyanyi yang sedang menyanyikan lagu baru mereka. Diam… itulah kesan pertama Dewi saat melihat gadis itu. Bahkan tanpa suara lagu yang terdengar, gadis itu masih terlihat fokus mengikuti aliran music video seperti dia sudah hafal betul dengan lagu itu. Mengetahui dia sedang diperhatikan oleh Dewi, gadis itu mundur dan merapikan raut wajahnya sambil berdeham
“sorry”
Jawab singkat sang gadis itu sesaat setelah music video TTS berakhir. Dewi tercengang, melihat sang gadis pergi menjauh dan duduk di samping vas bunga yang berada tidak jauh dari pintu kelas perkuliahan mereka. Dewi teringat kata Ayu untuk mencoba mendapat teman baru di fakultasnya dan sepertinya Dewi pernah melihat gadis itu di beberapa makul yang sama dengan dia. Dewi membulatkan tekatnya, memberanikan diri untuk mendekat, duduk disamping gadis itu dan berkata
“hai, aku Dewi” sambil mengulurkan tangan.
Sang gadis terlihat tidak tertarik dengan perkataan Dewi, sembari sibuk membaca bukunya dia menjawab “Miya.”
Dewi sedikit canggung duduk disamping Miya, namun melanjutkan “kulihat kamu suka TTS. Aku juga. Temanku juga sangat suka TTS” Dewi yang mencoba membuka pembicaraan itu, Miya hanya mengangguk.
“Hai Wi, sorry telat” ujar Ayu yang baru saja datang dengan keringat yang menetes dan terlihat seperti kehabisan nafas.
“Kamu lari kesini?” tanya Dewi.
“A-ah iya tadi habis dari ruang dosen sebentar”
Sembari duduk di sebelah Dewi dan meminum air yang dia bawa seperti sangat kehausan. Ayu menghela lega, dia mengeluarkan kipas portable kecil dari dalam tasnya sambil melihat jam tangannya dan ternyata masih kurang 5 menit sebelum perkuliahan dimulai. Dewi masih sibuk memperhatikan ayu yang sepertinya kelelahan dan bertanya-tanya kenapa seorang ayu yang sangat benci olahraga datang terlambat sampai harus berlari menuju ruang perkuliahan.
“Kamu sendirian lagi Wi?” tanya ayu tiba-tiba
“Ah tidak ini Mi-“ jawab Dewi sedikit terkejut terkejut dengan Miya sudah menghilang entah kemana.
~
Jam akhirnya menunjukkan waktu selesai makul dan saat ini Ayu serta Dewi sedang berjalan menuju ke kantin untuk makan siang. Selama perkuliahan tadi berlangsung, Dewi mencoba untuk mencari keberadaan Miya namun Miya tidak bisa ditemukan. “Sungguh aneh” ucap Dewi dalam hati. Tiba – tiba Ayu mengoceh kesetanan,
“jadi kemarin itu aku disuruh dosen buat bikin paper Wi, tapi tu susah materinya. Gimana kalau ternyata aku gak bisa nemuin materi yang sesuai. Gimana kalau aku jadi gak bisa ngumupulin. Gimana kalu aku dapet nilai C. Gimana kalau aku ngulang lagi.”
Ayu mengoceh dengan panik tanpa henti, menerka-nerka hal-hal negatif sederhana yang kemungkinan besar tidak akan terjadi. Dewi menghela napas
“Enggak Yu, tenang aja. 90% kekhawatiranmu enggak akan terjadi kok”.
Mendengar hal tersebut Ayu diam, memang hal negatif yang Ayu pikirkan selalu tidak terjadi, namun pikiran negatif itu tidak pernah bisa dihindari oleh Ayu. Seperti chip yang otomatis akan menyala saat ada yang me-trigger-nya, pikiran negatif Ayu akan otomatis timbul saat di-trigger. Sesampainya di kantin Ayu segera membeli makanan dan minuman untuk disantap. Ayu mulai mengomel lagi,
“lihat deh itu Wi. Si Aldo sama Keira. Bucin banget” ucap Ayu.
Dewi melihat pasangan yang disebut Ayu “Hush, jangan keras-keras Yu nanti kedengeran sama orangnya” kata Dewi memelankan suaranya.
Ayu menghiraukannya dan melanjutkan bercerita tentang pasangan itu dimana Aldo merupakan teman satu kelompoknya, dengan susah payah ayu sudah bersedia mnegcover tugas presentasi mereka tapi dia tidak datang datang pada saat presentasi hanya demi mengantarkan pesanan makanan untuk kiera, pacarnya. Dewi mendengarkan ayu yang emosi bercerita sambil menghancurkan makanan di piringnya.
“Ingat ya Wi, cinta boleh. Tapi jangan bucin sampai bego.” Lanjut Ayu dengan suara yang pelan namun tegas.
Dewi tersentak, “lah kenapa jadi aku yang dimarahi” jawab dalam hati dengan nada Shinchan. Seusai makan siang, Ayu kembali ke fakultasnya untuk mengikuti perkuliahan lain. Dewi kembali ke kelas untuk mengikuti perkuliahan Pak Wahyu. Dewi masuk dengan menoleh ke kanan dan kiri, dia ingin mencoba duduk bersebelahan dengan Miya lagi.
“Cari siapa?”
Terdengar suara Leo yang sedang mengunyah batagor yang dibeli di pertigaan jalan dekat dengan kampus dengan irisan timun yang kecil – kecil, terlalu kecilnya sampai menyerupai remahan kacang dari sambal kacangnya. Tempat jual batagor laris manis sehingga Leo rela mengantri berjam – jam dan akhirnya dia belum sempat makan. Selama perja..
WOII MEMANGNYA PEMBACA PEDULI?!
Suara Leo tadi tidak jadi mengagetkan Dewi. Tapi Dewi tetap kaget karena saat membalikkan badan dilihatnya mulutnya blepotan saus kacang. Dewi segera mencari tisu, semoga saja tidak habis karena kebanyakan nonton drama korea kemarin malam.
“Ini, lihat mulutmu itu.. bersihkan pakai ini.” Kata Dewi
Akhirnya dia menemukan tisu yang tinggal selembar itu. Dewi mencoba mengelap mulut Leo, dia hanya diam terpaku dan menahan nafas, takut apabila nafasnya berhembus ke tangan Dewi. Hal itu juga berefek pada pipinya yang merona seperti warna peach yang berbuah. Melihat itu, seketika terasa canggung dan Dewi sangat malu dilihatnya.
“Ah i-ni bersihkan saja s-sendiri” Tersipunya Dewi hingga tak berani menatap wajah merahnya Leo. Dewi langsung duduk dimanapun yang penting ada bangku yang kosong. Yang pasti bukan tempat duduk dosen.
Pak Wahyu sudah datang dan mulai sibuk mengabsen mahasiswanya. “Amal!” teriak pak Wahyu. “Hadir” ucap seseorang dengan sangat keras disamping Dewi. Dewi sontak kaget. Entah sejak kapan bangku disamping Dewi terisi oleh seseorang yang bernama Amal ini. Padahal dia merasa yakin bahwa tadi bangku tersebut masih kosong.
“Sejak kapan kamu disitu?” tanya Dewi ragu-ragu.
“Sejak...” pikir dia sejenak “Ah! Entahlah.. aku bukan ahli mengingat.” ujar Amal santai. “Oh, kenalin aku Amal” lanjutnya sambil mengulurkan tangan
“Dewi” ujar Dewi menyambut jabat tangan tersebut.
Perkuliahan pun berlangsung seperti biasa. Dewi mencoba memperhatikan dosen dengan sungguh-sungguh meski banyak diinterupsi oleh rasa ingin memandangi keindahan dinding. Jam perkuliahan terasa sangat lambat seperti pluto yang mengelilingi matahari. Saat Pak Wahyu akhirnya membubarkan perkuliahan, Leo datang menghampiri,
“Ayo kita diskusi.”
“Ah bagaimana kalo keluar dulu, ada Amal..”
Dewi menoleh dan tanpa dia sadari, Amal sudah menghilang entah kemana “kenapa orang-orang sangat suka menghilang sih? heran” batin Dewi kesal.