“Kenapa Dewi gitu sih. Kenapa dia marah banget. Mana tadi dilihatin beberapa orang lagi. Untung enggak terlalu rame. Kan malu. Haisssssssss” Ayu memeluk bantalnya sambil tiduran di kasur. Sejak pulang tadi dia tidak henti-hentinya mengomel sendiri. Kepalanya pusing sebab masih banyak tugas dan prosedur yang harus diselesaikan sebelum keberangkatannya ke Kanada. Ditambah lagi Dewi yang bereaksi tidak seperti yang dia pikirkan. “Apa besok aku harus bilang lagi ke dia? Tapi kalau dia marah lagi gimana. Kan malu dilihatin orang-orang.” Pikiran Ayu semakin tidak menentu. Sudah beberapa kali dia memikirkan skenario yang akan terjadi jika dia memberitahukan kabar student exchange tersebut, tapi marah bukan salah satu reaksi yang dia pikirkan.
“Aku udah duga pasti Dewi bakalan gak suka deh. Padahal aku kan cuma gak mau ngerepotin dia. Dia kan juga sibuk sama tugas-tugasnya. Tapi aku gak nyangka kalo responnya bakal marah kayak gitu.” Ayu semakin merancu berbicara dengan bantalnya sendiri. “Kenapa dia malah jadi kekanakan banget sih.” Ayu yang semakin pusing dengan pikiran-pikirannya semakin merasa bingung. Disatu sisi dia tidak habis pikir kenapa Dewi bisa marah hanya karena dia pergi student exchange, disisi lain dia mengerti kalau Dewi tidak terbiasa ditinggal tanpa dia. Itulah mengapa sejak awal semester 3 Ayu sudah bersusah payah mendorong Dewi untuk menemukan teman lain, tentunya supaya Dewi tidak sendirian jika dia diterima student exchange. Jika tidak diterimapun, dia akan lebih senang jika Dewi bisa mendapatkan teman lain.
Bip
Suara ponsel Ayu berbunyi. Ayu terduduk tiba-tiba, layar ponsel menunjukkan bahwa ada pesan masuk disana “Café biasa sejam lagi”.
Hanya pesan tersebut yang nampak pada kolom chat. Ayu menjatuhkan kembali tubuhnya ke kasur. Dia melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 5 sore. Dia mengambil obat sakit kepala di bawah meja belajar dan meminum obat tersebut berharap bisa meredakan pusingnya. Dengan segera dia beranjak menuju kamar mandi dan bersiap untuk pergi ke café.
~
Sudah lebih dari setengah jam Ayu menunggu. Tidak ada tanda keberadaan orang tersebut akan muncul. Sesaat sebelum dia beranjak pergi, tiba-tiba pintu café terbuka. Orang tersebut melihat Ayu dan berjalan menghampirinya.
“Lama banget sih” ujar Ayu
“Macet” ujar orang tersebut
Orang itu hanya berdiri, memesan minuman dan duduk kembali. Ayu merasa tidak sabar menunggu. Orang tersebut kembali duduk bersama minuman yang dibawanya.
“Jadi gimana?” ujar Ayu
“Jadi…..”
~
Waktu menunjukkan pukul 8 malam saat Ayu sampai ke rumah. Beruntung mama dan papanya sedang berkunjung ke rumah saudara di luar kota sehingga dia tidak perlu dimarahi karena pulang malam. Ayah dan ibu Ayu termasuk orang yang menjunjung tinggi sopan santun. Gadis yang keluar malam dianggap tidak sopan dan Ayu akan kena marah jika ketahuan pergi keluar.
Jam 8 sebenarnya belum malam bagi Ayu. Dia sudah terbiasa untuk mengerjakan tugas dan belajar hingga larut malam bahkan menjelang pagi. “Saatnya lanjut nugas” ujar Ayu dalam hati.
Ayu menuju meja belajar dan mengeluarkan laptop beserta buku-buku dan alat tulis, namun tiba-tiba ponsel Ayu kembali berbunyi.
“Halo ma” ujar Ayu
“Ayu, kamu di rumah kan? Udah makan?” ujar mama Ayu dari telefon.
“Udah ma, ini mau belajar”
“Jangan belajar malam-malam. Jangan lupa kunci pintu. CCTV juga di pantau”
“Iya ma siap. mama pulang kapan?”
“Mama, papa pulang besok siang”
“Oke ma. Hati-hati”
“Iya”
Klik
Ponsel dimatikan. Ayu kembali fokus memulai laporan yang akan dikumpulkan besok lusa. Libur semester semakin dekat sehingga Ayu tidak punya banyak waktu untuk disia-siakan. Belajar untuk UAS dan menyelesaikan dokumen persiapan student exchange adalah fokus utamanya saat ini. Masalah lainnya, bisa dia pikirkan esok hari.
~
‘Miyyyy’ – Ayu
‘Y’ – Miya
‘Pendek amat kayak kelingking’ – Ayu
‘Ya’ – Miya
‘-_- nanti siang pergi yuk’ – Ayu
‘G’ – Miya
‘Miyyyyyy ih. Aku bayarin deh’ – Ayu