Piiipp piiipp
Alarm berbunyi menunjukkan pukul 6 pagi. Dewi segera turun untuk mandi dan sarapan. Dewi bersiap - siap memasukkan segala bentuk catatan untuk UAS nanti. “Hari terakhir.. Semangat! Semangat” Dewi menyemangati diri sendiri. Seperti biasa, Dewi memesan ojol untuk berangkat ke kampus. Selama perjalanan dia komat – kamit sambil mengulang kembali pelajaran yang dipelajari kemarin malam.
“Neng, asajlsnksd?”
“Iya mas”
“Neng.. akdakailskd”
“Oooo iya mas iya”
Jawab Dewi lagi tanpa paham apa yang dimaksud ojol dan melanjutkan belajar.
“Neng! Udah sampai!”
“Oh astaga! Maaf mas.. makasih ya”
Dewi segera turun dan tidak lupa melepas helm, dia tidak mau malu untuk keduakalinya. Dewi segera duduk dekat ruangan untuk tes dan kembali belajar lagi. Hari terakhir sebelum liburan semester. Hari terakhir juga untuk bertemu Ayu karena esoknya Ayu sudah harus berangkat ke Kanada. Sepertinya Dewi pun tidak ada niatan untuk mengantar Ayu ke bandara.
Tes sudah selesai, Dewi segera keluar dari bilik pintu, menuruni tangga, melewati lembah /eh bukan, melewati gerbang utama dan dilihatnya Leo yang sedang menunggunya.
“Oh, sudah lama nunggu?”
“Gak sih 30 menit lalu”
“Hah? Itu kamu cuma nulis nama sama nim kan? Tes nya aja 45 menit. Mikirnya kapan coba?”
“Entahlah sekeluarnya dari otak hehe” jawab polos Leo
“Hmmm iya iyaa.. otak kamu tetap encer walaupun ruangannya ber-AC, daritadi otakku membeku”
“Ohh... kalo gitu mau dicairin? Gimana kalo makan es krim”
“Makin beku dongg” Dewi mulai kesal, “tapi enak sih”
“Udahh.. ayo”
Sejak kejadian kemarin, Dewi dan Leo mulai menjadi dekat walau tanpa status. Hmm.. Selama UAS pun Dewi pinjam catatan Leo dengan harapan Dewi bisa tertular kepintarannya. Tapi ternyata kosong. Tiap makul (mata kuliah), Leo selalu menyiapkan 1 buku catatan. Tapi tiap buku tidak ada isinya sama sekali. Ketika ditanya, kenapa kosong?
“Karena aku hanya ingin buku ini berisikan kisah cinta kita berdua”
Dewi mencoba bersabar, lalu bertanya kembali, jadi semua materi langsung terserap ke otak?
“Iya semuanya terserap ke otakku, tapi tidak denganmu, semua tentangmu terserap ke hatiku”
Pikiran Dewi, “nyesel tanya gue”
Pikiran penulis, “nyesel bikin tokoh Leo gue”
UAS telah berakhir, seharusnya waktunya bersenang – senang dengan teman – teman. Seperti liburan semester kemarin, mereka berempat menghabiskan waktu bersama untuk hang out dan sleep over di rumah Dewi. Dewi menyiapkan alat panggangan, Ayu mempelajari cara mengoperasikan karena Dewi hanya asal beli karena ingin. Amal menyumbangkan segenggam tusuk sate dan 1 bungkus sosis. Miya yang sebenarnya malas untuk ikut, tanpa disadari dia membawa bahan makanan lebih banyak, onion, jagung, roti, tomat, daging fillet, dan snack untuk cerita di malam hari.
“Miyaa.. kamu penyelamat acara huhu. Amal harusnya kamu lebih dermawan lagi, masak cuma sebungkus doang” ujar Dewi
“Jangan lupakan tusuk satenya Wi.. Tapi masih mending daripada Ayu gak sumbangin apa – apa buat bakar – bakaran nanti” Amal membela diri
“Tapi kalo semua pada gak paham cara gunain ini alat, kalian mau bakar pake apa coba. Dewi nih beli tapi gak dipelajari dulu”
“Ehh.. aku udah nyiapin tempat sama ruangan buat tidur. Mahal tau”
“Jadi bakar – bakaran gak nih? Atau sekalian kubakar rumah ini” Miya mulai bertitah.
“Rumahkuu.. bukan rumah ini hiks”
“Gaes ada yang terbakar tapi bukan api cinta” ujar Amal tiba-tiba
“Apa sih Mal..” sebelum melanjutkan Dewi mengendus bau asap “eh iya ada bau kebakar... HEH AYU ITU PANGGANGAN KEBAKAR WOI”
Namun sekarang, semua telah berbeda, Ayu akan pergi besok, Amal sibuk bekerja, Miya? Sedang merencanakan masa depannya. Dewi sendiri pun bersama dengan Leo yang sedari tadi meminum es jeruk kesukaannya. Leo menyadari Dewi terlihat tidak fokus dan sering melamun, jadi dia menawarkan untuk mengantar Dewi pulang.
“Esnya udah abis belum, kuanter pulang yuk” ujar Leo
“Aku gak mau pulang kok”
“Eh?
“Aku mau ke tempatmu.. boleh?”
“EHH??” wajah Leo mulai memerah
~
Dewi turun dari motor Leo, first impression dari rumah berwarna putih dihiasi beberapa bunga di pekarangan rumah tersebut adalah tempat yang memancarkan suasana begitu asri. Leo sudah memarkirkan motornya di pekarangan rumah dan mengajak Dewi untuk masuk.
“Permisi tante.. om?”
Dewi masuk ke rumah Leo dan mencari sesosok orang tuanya
“Papa mamaku lagi kerja semua di jam segini sih Wi”
“Oh. Maaf”
Dewi menelaah segala ruangan, rumahnya terlalu besar sehingga Dewi kaget jika rumah ini punya 3 kamar mandi di tiap lantai. Dewi juga menyadari bahwa Leo anak bungsu dari dua bersaudara. Dewi berkeliling di ruang tamu untuk mencari foto masa kecil Leo atau foto nistanya. Agak kecewa karena wajah Leo tetap tampan tanpa celah.