7 tahun kemudian
Tringtingg.. tringting..
Suara gemericik gantungan yang diterpa angin membangunkan Dewi dari tidur lelapnya. Cuaca hari itu sangat cerah dengan cahaya matahari yang terlihat sudah memasuki ruangan tempat tidur Dewi. Dewi mengolet, menggerakkan badan dan kepalanya yang masih ingin melanjutkan tidur.
Tanggal 27 bulan 2 tahun 2027 merupakan tanggal bagus untuk menikah. Dewi segera mandi dan menuju ke salon untuk menata rambut. Dewi berganti dengan off shoulder mini dress bermotif bunga dengan sepatu hak tinggi stiletto.
Piip pip
Suara membuka kunci mobil. Ah benar sekarang Dewi sudah memiliki mobil sendiri hasil keringatnya sendiri. Dewi bisa dibilang sukses bisa dibilang juga tidak karena keinginan manusia tidak akan terpenuhi hingga mati. Dewi menancap gas dan meluncur menuju tempat pernikahan.
Dewi datang sendirian, tidak ada gandengan. Dia masuk dengan percaya diri dan duduk di tempat yang sudah dipersilahkan oleh EO. Mempelai pria dan wanita memasuki ruangan. Didapatinya Miya memakai balutan putih dihiasi pernak pernik dengan ekor rok yang menjulang panjang. Miya sangat cantik. Dewi tidak capek – capeknya memfoto temannya itu saat datang masuk ke panggung.
Miya? Miya sekarang menjadi pebisnis yang sukses. Dia membuka usaha sendiri sesuai yang dijanjikan dengan Neneknya. Toko roti. Iya Miya mulai belajar membuat roti bersama Alexis dan mereka berdua ikut berjuang membuka toko roti dari nol. Walaupun banyak rugi yang diterimanya tapi tidak membuat mereka patah semangat. Mengenai suaminya itu agak susah dijelaskan. Memang masa depan tidak ada yang tahu. Miya yang jelas – jelas membenci cowok tapi akhirnya berjodoh juga.
Acara pernikahan selesai, para tamu undangan bersiap untuk bersalaman sekaligus pulang. Dewi yang sendirian itu melihat sekeliling. Siapa tahu dia mengenali seseorang. Dari belakang ada yang menepuk bahu Dewi.
“Dewi? Beneran Dewi bukan?”
“Oh Amal! Lama gak ketemuuu”
“Iya nih Wi..”
Ternyata Amal tidak sendirian, dia menggandeng seorang cowok.
“Ehem. Kamu gak liat ada yang berubah dari aku Wi?”
“Hm? Rambutmu kamu potong?”
“Kok tau? Tapi bukan itu woi. Lainnya dong. Ehem”
Sambil matanya melirik ke samping menunjuk orang yang ada di sebelahnya.