Red Bird

Raveinde Rave
Chapter #5

Chapter 5

Emily membuka tirai kamar Cametra, ia menyadari bahwa salju kembali turun dan menumpuk di jendela tempat biasa Cametra menatap Kota Mere. Kepala Emily menoleh ke samping kirinya, melihat sang putri yang masih tertidur lelap. Di tangannya terdapat sebuah jurnal harian Profesor Spellman, perlahan-lahan Emily mengambil jurnal itu dan meletakannya di meja nakas.

Cametra bergerak perlahan, mengubah posisinya yang membuat jantung Emily berdetak kencang. Ia mengira telah membangunkan Cametra, matanya melebar melihat Cametra dan mengatupkan bibirnya. Setelah menunggu beberapa detik memastikan sang putri tidak tebangun, Emily berjalan ke arah kamar mandi dan menyiapkan air panas.

Selama menunggu airnya mendidih, Emily melihat-lihat botol sabun dengan berbagai aroma. Botol sabun dengan aroma lavendel isinya sudah nyaris habis, sedangkan yang lain masih penuh. Ini artinya ia harus mengambil botol sabun aroma lavendel lagi di gudang penyimpanan. 

Emily menuangkan cairan ungu itu ke dalam bak, lalu keluar untuk membangunkan Cametra. alangkah terkejutnya ia saat melihat Cametra tengah berdiri di dekat pintu kamar mandi, dalam hati Emily mengira ia baru saja bertemu hantu. Gaun tidur sang putri yang berwarna putih, rambutnya yang berantakan, dan pucatnya dia memang terlihat seperti hantu.

"Aku membuatmu terkejut ya, maaf." Cametra berjalan lunglai menuju kamar mandi, meninggalkan Emily yang masih menenangkan detak jantungnya.

"Aku akan menyiapkan gaunmu, seperti biasa." Emily menunggu jawaban Cametra, tak lama terdengar suara yang mengiyakan dari dalam kamar mandi.

Sambil menunggu, Emily merapikan ranjang Cametra dan memasukkan gaun yang semalam dipakainya ke dalam keranjang yang ada di sana untuk diangkut oleh pelayan yang berkeliling. Setelah semuanya selesai, gadis itu membuka lemari pakaian sang putri dan memilah gaun-gaun yang mungkin akan dipilih Cametra untuk dikenakannya hari ini. Ia meletakkan gaun-gaun itu di atas ranjang, dan Emily bersandar di tiang ranjang sambil menunggu Cametra selesai mandi.

Suara ketukan pintu disusul dengan munculnya seorang pelayan dengan gaun cokelat tua dan celemek putih, membuat Emily mengubah posisinya. Ia berdiri tegap dan tersenyum pada pelayan itu.

"Aku akan mengambil cuciannya," kata pelayan tersebut sambil mengangkat keranjang. "Oh iya, Emily, kau sudah dengar gosip pagi ini?"

"Kau ingin mengajakku bergosip di kamar putri? Yang benar saja," ucap Emily pelan supaya tidak terdengar oleh Cametra.

Pelayan itu berjalan menghampiri Emily, mendekatkan tubuhnya agar Emily bisa mendengar suaranya. "Berita semalam sudah sampai ke publik, dan sampai ke kerajaan tetangga."

"Apa?!" pekik Emily. Ia lalu menutup mulutnya menggunakan kedua tangan, sedangkan pelayan itu hanya mengacungkan telunjuknya ke arah bibirnya. "Itu artinya citra kerajaan kita dicap buruk oleh kerajaan tetangga?"

"Bukan hanya itu, rakyat juga tahu. Sepertinya mereka merasa dibohongi pemerintah, mereka kesal dan menyalahkan raja." Pelayan itu mundur beberapa langkah, kepalanya menoleh ke arah kamar mandi. Ia lalu segera berjalan meninggalkan kamar, meninggalkan Emily yang tercengang.

Emily kembali bersandar di tiang ranjang, ia memikirkan perkataan pelayan tadi. Kalau kejadian semalam sudah tersebar luas sampai ke seluruh daratan Nixoid, itu artinya tak ada lagi yang bisa ditutupi pihak istana. Ia memikirkan hal-hal yang mungkin dilakukan rakyat jika mereka sudah tidak percaya lagi pada pihak istana, pemerintahan Raja Aelius bisa saja digulingkan, dan cepat atau lambat Cametra akan naik takhta.

Cametra bahkan masih berusia enam belas tahun, ia bahkan belum dewasa untuk memimpin sebuah kerajaan. Seandainya itu terjadi, maka Cametra akan tercatat sebagai ratu yang paling muda sepanjang sejarah Merenorth. Lagi-lagi Emily memikirkan yang tidak-tidak, ia khawatir ada banyak dewan yang menginginkan Cametra diganti karena terlalu muda. Ia menggeleng cepat, memejamkan matanya guna mengusir kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi jika seandainya Aelius disingkirkan dari kursi takhta.

"Kau kenapa?" tanya Cametra saat menyadari Emily terlihat gelisah. Gadis itu segera mengubah ekspresinya dan tersenyum. "Ada sesuatu yang salah?"

Emily mengalihkan tatapannya, ia menatap lukisan sang putri saat usianya dua belas tahun. "Tidak juga."

Cametra memicingkan matanya, ia tahu seperti apa Emily jika gadis itu sedang menyembunyikan rahasia. "Kau tak bisa berbohong padaku, Em. Aku sudah mengenalmu sejak kita masih kecil."

Emily mendengkus pelan, sekuat apa pun ia mencoba menyembunyikan rahasia dari Cametra, putri itu selalu tahu apa yang sedang ia sembunyikan. Mau tak mau ia harus menceritakan keresahannya ini pada Cametra, tidak peduli bagaimana responnya nanti.

Emily memutar badannya, mengambil dua gaun dengan model sederhana tetapi berbeda warna. Ia memutar badannya lagi dan mengangkat dua gaun itu. "Gosip beredar dan kejadian semalam sudah sampai ke seluruh penjuru Daratan Nixoid."

Mata Cametra melebar, mulutnya menganga. "Sudah kuduga, tamu-tamu dari penjuru Nixoid pasti menyebar beritanya." Cametra menunjuk sebuah gaun warna biru pastel dengan bagian rok yang lebar. Di bagian dada gaun itu polos, hanya ada dua garis vertikal yang menyatu di bagian pinggang gaun yang menyempit.

"Aku khawatir," ungkap Emily sambil membantu Cametra memasangkan gaunnya.

"Pada siapa?" sang putri memasukkan tangannya ke lengan gaun itu, mulai dari yang kanan lalu yang kiri.

"Padamu, maaf tapi aku hanya memikirkan yang terburuk. Rakyat tahu dan aku kira pemerintahan ayahmu akan digulingkan." Setelah Emily selesai membantu Cametra dengan gaunnya, ia lekas memasukkan kembali gaun-gaun yang ada di atas ranjang.

Cametra berjalan menuju meja rias, ia menjatuhkan bokongnya di atas kursi dengan lesu. "Sebetulnya aku merasa janggal dengan cerita masa lalu Papa. Ia seperti sedang menyembunyikan sesuatu."

"Menyembunyikan sesuatu bagaimana?" tanya Emily penasaran. Gadis itu berjalan ke meja rias dan mengambil sisir, lalu ia menyisir rambut Cametra.

"Menurutmu, apa alasan Medivh mengutuk Merenorth jadi musim dingin karena patah hati pada Papa?" Cametra melihat mata Emily dari cermin, gadis itu hanya menggeleng. "Jika alasan mengapa ia mengutukku karena patah hati, aku rasa masih masuk akal. Awalnya aku mengira Medivh mengutuk Merenorth karena pembantaian bangsa penyihir, tapi ... Papa bilang semua penyihir mati karena bayaran atas sihir yang digunakan Medivh."

"Masuk akal juga, kecuali bagian penyihir digantung dan dibakar hidup-hidup." Cametra terbelalak mendengar perkataan Emily. "Nenekku yang bilang."

"Oh iya, ngomong-ngomong apa kata nenekmu soal Grimoires?" tanya sang putri dengan ekspresi penasaran.

"Tak ada yang tahu di mana buku itu kecuali penyihir, lagipula dulu rakyat membenci penyihir karena katanya mereka yang menurunkan penyakit." Emily bergerak mengambil beberapa hiasan bunga, ia akan menata rambut Cametra.

"Lanjutkan," pinta Cametra dengan cepat.

"Well, dulu katanya sebelum Merenorth kena kutukan, beberapa pemuda desa hilang dan tidak pernah ditemukan. Muncul rumor kalau penyihir yang melakukannya untuk dijadikan obat keabadian, semenjak rumor itu beredar semua manusia berburu penyihir. Beberapa penyihir katanya melarikan diri ke dalam hutan, bahkan memilih melarikan diri ke kerajaan tetangga. Semenjak semua penyihir dibantai, burung merah darah atau burung bextran terbang di atas langit. Nenekku sudah menduga kalau salah satu penyihir pasti bekerja sama dengan Bextran untuk balas dendam pada Merenorth," jelas Emily seraya sibuk memilin rambut Cametra.

"Bextran? Memangnya makhluk itu sekuat apa?" tanya Cametra penasaran. Ia berusaha mencari celah kebohongan dari kisah ayahnya.

"Bextran itu makhluk kerdil yang hidup di Hutan Schroeder dan menjadi pengasuh burung merah darah. Percayalah, ternyata makhluk yang lebih kuat dari penyihir selain Myst adalah burung bextran itu." sahut Emily seraya menempatkan hiasan bunga di antara rambut Cametra yang sudah ditata rumit.

"Aku punya teori soal ini," ucap Cametra. "Jika semua penyihir dibantai manusia, salah satu penyihir yang selamat melarikan diri ke Hutan Schroeder. Ia bekerja sama dengan bextran untuk balas dendam pada Merenorth."

"Bisa jadi," respon Emily.

Lihat selengkapnya