Pria ber jas putih perlahan menguap, dan menghilang menjadi asap putih bersih. Tangan Dimi seolah menggenggam udara.
"Dimi kembali ke dunia nyata oke, kita harus keluar dari sini" Evelina Dushenka menggapai tangan Dimitri Afanas. Mencari jalan alternatif untuk keluar. Karena jelas bukan ide baik untuk memanjat papan seluncur spiral hingga ke atas. Sementara yang lain mengekor.
Langkah mereka terhenti sejenak. Ada 3 lorong di depan. Tidak ada papan informasi satu pun membuat mereka menghembuskan napas kasar.
Tanpa aba-aba Dimitri menarik tangan Evelina ke lorong bagian tengah.
"Tunggu. Demi menghemat waktu bagaimana kita membuat 3 tim saja? Kalau ada yang menemukan jalan buntu, tolong kembali dan cari tim lainnya" Ivana Zhanna menginterupsi.
"Dua lorong di kanan dan kiri itu, adalah ilusi" Dimi melirik tajam Ivana. Tatapan seseorang, yang keputusannya tidak ingin di ganggu gugat.
"Ivana benar. Jika kita...."
"Diam dan ikuti Dimi. Kalau kalian tidak ingin mati di sini" desis Judith Rose Eryl memotong ucapan Robert Pavlo.
Pemuda tersebut mengangkat kedua tangan mengalah. Dia ikut saja berjalan ke lorong bagian tengah.
"Kali ini aku bisa membantu kalian melarikan diri karena pintunya belum berpindah" berjalan tanpa menoleh "mungkin tidak untuk lain kali" berhenti di depan pintu berwarna merah darah.
Dimitri harus memutar kunci roda yang menempel pada pintu tersebut untuk membuka pintunya.
"Kalau ingin membantu anak ini, jangan pernah ikut campur urusannya" suara Dimi sangat berbeda dari biasanya. Bahkan setelah mengucapkan hal aneh, Dimi mendorong ke-7 temannya melewati pintu merah tersebut.
Ruangan terang mulai menggelap. Setelah mereka terjerembab jatuh ke suatu tempat, baru lah cahaya terang kembali menyapa.
"Bangun! Kalian berat!" mengerang merasakan kaki dan punggungnya tertindih "hotel De... Mare...?! tunggu. Apa aku tidak salah baca?!" Albert memekik nyaring setelah berhasil bangkit dan tidak sengaja langsung melihat papan informasi.
"Untung saja kita mengikuti instruksi hantu yang merasuki Dimi" menghela napas lega. Membuat semua orang, termasuk Dimitri menatap terkejut Judith.
"Lebih masuk akal jika aku mulai berhalusinasi sekarang" gumam Dimi linglung.
"Apa kita langsung pulang saja?" Marteen menengahi berhubung posisi mereka kini berada di depan pintu lobi hotel. Sedang menjadi bahan tontonan orang-orang.
"Apa kamu ada tenaga untuk mengemudi lagi selama berjam-jam? Sorry, aku sudah lelah baik fisik mau pun mental" Albert Tasher memilih membuka pintu lobi hotel De Mare dan memesan kamar.
Setelah mengambil barang pribadi dari dalam mobil, mereka berombongan masuk ke kamar. Satu kamar untuk para perempuan, dan satu lagi untuk para laki-laki.
Robert berulang kali melirik ke arah Dimitri. Sementara Marteen menyikut perut Robert lalu merebahkan diri ke tempat tidur. Di samping Dimitri yang sibuk mengacak-acak isi koper.
"Mencari ini?" menggoyangkan satu ransel kecil di tangan kiri "Orlando benar. Kamu sangat ceroboh" melemparkan ransel kecil ke atas koper milik Dimitri.