"Baju udah, celana udah, topi udah, semua nya udah. Tapi kok kayak ada yang ketinggalan ya?"
Dinda sedang sibuk menyiapkan barang-barang yang akan dia bawa pergi dari rumah nya.
"Kamu itu memang pantas kehilangan semua nya. Bahkan kamu juga harus kehilangan tempat tinggal kamu. Sekarang cepat bereskan barang-barang kamu sebelum akhirnya pihak bank yang akan memaksa kamu untuk keluar!"
Ucapan Adi terus saja terngiang-ngiang di telinga Dinda. Entah kenapa Adi tega menjebak para karyawan di Perusahaan Citra hingga akhirnya mereka harus kehilangan pekerjaan dan juga Perusahaan.
Dinda terus menangis sambil memasukkan barang-barang ke dalam koper nya. Sesekali dia membuka handphone nya dan melihat pengumuman beberapa Universitas.
"Dinda masuk Universitas ini aja deh" gumam nya.
🔆 🔆 🔆
Toktoktok!! Dinda mengetuk pintu rumah seseorang yang sangat dia kenal. Beberapa saat kemudian, seseorang itu membukakan pintu rumah nya.
"Tante Sinta!" teriak Dinda sambil memeluk Sinta dengan erat.
Sinta adalah sahabat Citra dari kecil, hanya saja Sinta baru pulang dari Inggris beberapa hari lalu setelah kematian Citra. Sekarang, Perusahaan Citra dipegang oleh Sinta.
"Ih ngapain kamu kesini?!" ucap Sinta sambil mendorong tubuh Dinda menjauhi dirinya.
"Ini Dinda. Dinda minta tolong sama Tan..."
"Minta tolong apa? Apa kamu belum puas melihat semua karyawan kehilangan pekerjaan mereka hanya karna jebakan Adi yang gak tahu diri itu? Kamu pikir dong! Kita semua udah susah payah mempertahankan Perusahaan milik Citra, tapi apa kamu punya antusias untuk membantu kita? Enggak kan?!" bentak Sinta.
Air mata Dinda mulai jatuh menggenang di pipi nya. "Dinda kan masih sibuk sama sekolah, lagipula dari dulu Mama selalu melarang Dinda untuk kerja di Perusahaan nya"
"Tapi ini keadaan nya sudah berbeda, Citra udah meninggal. Tante yang berusaha di Perusahaan, tapi kamu yang cuma enak-enak an di rumah malah dapat uang dari rekening Citra" ucap Sinta yang terus membentak Dinda.
"Wajar lah kalau rekening Mama terus diisi uang, karena kan itu adalah Perusahaan milik Mama"
"Memang wajar. Tapi Tante gak terima kalau kamu pakai semua uang dan asset milik Citra! Kamu gak pernah ada usaha apa-apa dalam mempertahankan Perusahaan milik Citra, jadi kalau sekarang ada hal negatif dalam Perusahaan milik Citra, KAMU GAK BERHAK UNTUK IKUT CAMPUR!"
"Dinda mohon Tante, Dinda udah gak punya apa-apa lagi, tolong bantu Dinda"
"Sekarang kamu baru ingat Tante?! Silahkan keluar dari rumah Tante sekarang juga!!"
"Ta..."
"KELUAR!!!"
Dinda akhirnya mengangguk dan perlahan keluar dari rumah Sinta.
Air mata Dinda terus saja mengalir di pipi nya, sekarang Dinda sudah kehilangan rumah, mobil, dan semua asset milik Citra. Untung saja, rekening Citra tidak dibekukan oleh pihak bank karena Citra dan Dinda tidak terlibat dalam masalah Perusahaan.
🔆 🔆 🔆
"Dinda?" panggil Revan sedikit berbisik.
Dinda langsung mendongakkan kepala nya dan segera berdiri di depan Revan.
"Kenapa Van? Kok lo kesini gak kabarin gue dulu?"
Revan melihat sekitar nya, terlihat sebuah koper di samping Dinda yang berusaha Dinda tutupi. Mata Dinda juga terlihat masih sangat basah.
"Ngapain lo bawa-bawa koper? Mau piknik?" ejek Revan.
Dinda menggelengkan kepala nya dengan lemah dan berusaha menahan air mata yang ingin jatuh.
"Lo dari mana kok berkeringat gitu?"
"Dari rumah Tante Sinta" jawab Dinda sambil mengusap keringat nya.
"Tante Sinta? Gue gak pernah dengar lo cerita tentang Tante Sinta"
"Dia sahabat Mama dari kecil"
"Sama dong kayak lo dan Vino"