Enam tahun kemudian.
"Dinda cepat sini, kita foto bareng yuk" teriak Kina dan teman-teman yang lain.
"Ayo!"
"Siap ya? Satu,,, dua,,, tiga,,,"
Cekrekk!!
Dinda mendapatkan foto-foto yang sangat bagus bersama teman-teman nya, yang nanti nya akan di jadikan menjadi sebuah album kenangan.
Setelah acara wisuda mahasiswa Universitas Jogja usai, Kina bingung mencari-cari Dinda yang entah hilang pergi kemana.
"Dinda?! Din?! Lo dimana sih? Senang banget bikin orang bingung" teriak Kina.
Kina menghentikan langkah nya di sebuah taman, dia melihat Dinda sedang termenung sendiri sambil memegang sebuah ice cream coklat.
Kina pun menghampirinya, "Din?"
Dinda dengan cepat mengusap air mata yang sudah membasahi pipi nya.
"Lo kenapa Dinda?" panik Kina.
Dinda segera memeluk Kina erat, "Gue rindu Mama" ucap nya.
"Udah-udah jangan nangis lagi, kan nanti malam lo udah bisa balik ke Jakarta, artinya lo juga bisa jengukin Tante Citra"
"Tapi gue kan gak bisa lihat Mama"
"Tapi Tante Citra kan bisa lihat lo, dia pasti bangga banget punya anak sekuat lo Din. Jadi jangan nangis lagi ya, kasihan kan Tante Citra nanti ikutan sedih"
Dinda mengangguk dan perlahan menghapus air mata nya.
"Lagi nangis masih sempat aja pegang ice cream" ejek Kina.
Dinda langsung memukul lengan Kina, "Biarin!"
"Hahaha,,, pasti sebelum Tante Citra meninggal, lo selalu duduk bareng di taman sambil makan ice cream ya?"
Dinda menggeleng, "Gue pengen ketemu Re..."
Drttdrttdrtt!! Handphone Dinda bergetar, terlihat panggilan dari Revan.
"Ciee! Udah, angkat aja sana!" suruh Kina.
Dinda pun menerima panggilan dari Revan.
"Hai Van! Ada apa?" sapa Dinda.
"Hai Din! Congratulation ya, cie Dokter Dinda"
"Thank you Van"
"Btw, ada yang mau gue omongin sama lo"
"Ngomong aja"
"Jadi gini Din, lo udah tahu kan kalau gue suka sama lo, bahkan sampai sekarang. Gue udah lama pengen bilang ke lo, tapi gue takut itu bisa buat pertemanan kita hancur. Tapi sekarang gue berani in bilang ke lo kalau gue benar-benar cinta lo Adinda Wulandari" jelas Revan.
"Maksut lo kita..."
"Will you marry me Adinda Wulandari?"
Mulut Dinda terbuka lebar, seluruh tubuh nya terasa sangat lemas, bibir nya pun tak sanggup untuk berkata-kata lagi.
"Lo bercanda kan Van? Bercanda lo gak lucu, sumpah!" bentak Dinda.
"Gue harus gimana supaya lo bisa percaya kalau gue benar-benar cinta sama lo?!"
"Stop bilang kata CINTA di telinga gue!"
"Kenapa Din? Lo masih gak percaya? Gue benar-benar cin..."
"Udah berkali-kali gue dengar kata-kata itu dari cowok lain, dan pada akhirnya gue juga yang patah hati" bentak Dinda.
Keheningan sesaat di antara mereka.
"Jangan karena lo pernah patah hati gara-gara cowok, lo bisa anggap semua cowok itu akan bikin lo patah hati untuk kesekian kalinya. Percaya atau enggak, gue akan tetap cinta sama lo meskipun gue udah lo tolak berkali-kali"
TuttTuttTutt!! Panggilan pun terputus.
Dinda masih terdiam memegang handphone nya di telinga, entah apa yang baru saja dia lakukan, yang jelas itu sangat membuat Revan patah hati.
"Din? Lo kenapa?" tanya Kina.
Dinda perlahan melangkah menuju Kina.
"Enggak kok, ya udah yuk balik" ajak Dinda.
"Gue gak akan balik sebelum lo cerita semua nya"
Dinda menoleh menatap mata Kina, "Cerita apa? Gue gak apa-apa Kin"
"Bohong! Gue dengar semua percakapan lo"
"Dari kapan lo belajar sok tahu tentang hidup gue?!" ucap Dinda sambil membentak.
Kina mendekat, "Satu hal yang paling gue benci dari diri lo, lo masih gak bisa jujur sama hati lo sendiri!"
"What?"
"Lo punya perasaan kan sama Revan?"
Dinda terlihat bingung.
"Jujur sama hati lo sendiri, kalau cinta ya bilang cinta"