"Sesosok tubuh manusia terlihat di hilir sungai yang mengalir di antara perbatasan Jakarta Utara dan Red District. Jenazah yang di temukan memiliki jenis kelamin laki-laki dengan ciri-ciri mengenakan setelan jas hitam lengkap. Ditemukan sejumlah luka fisik dan dua lubang peluru di bagian dada. Polisi masih menyelidiki kasus ini dengan menanyai sejumlah saksi mata."
Dengan sebeleh tangan yang berpegangan pada tiang bus Transjakarta, Riana menatap layar datar yang terpasang di belakang kursi kemudi itu lekat-lekat. Baru saja si pembaca berita dari salah satu kantor berita terbesar di negara ini mengabarkan telah kembali ditemukan jenazah di hilir Red District.
"Ngeri ya."
"Iya, saya nggak pernah mau ke daerah situ. Takut sama nyawa saya yang cuman satu."
"Bener. Kenapa pemerintah nggak tutup aja ya kota itu?"
"Yah, pemasukan negara paling gede kan disitu, pemerintah tutup yang ada mereka juga ikutan jadi mayat besoknya."
"Iya juga ya."
"Kita mah warga biasa jauh-jauh aja dari sana daripada kita berakhir kayak gitu."
"Bener, Bu. Jangan sampe anak-anak kita sampe masuk kesana."
Riana mendengarkan obrolan sepasang Ibu-ibu yang duduk di salah satu kursi dengan seksama. Memang benar, daerah itu sangat di takuti di seantero negeri, tapi tidak ada yang bisa menutup tempat itu, bahkan pemerintah sekalipun. Apalagi, Riana ingat betul ucapan Sandra yang mengatakan ada yang menjaga tempat kota itu. Satu kelompok gangster.
Dan sejauh ini, Riana belum pernah bertemu dengan satupun anggotanya. Selama ada Sandra, dirinya aman. Riana pun juga berjanji untuk tidak sembarangan masuk kesana tanpa Sandra.
Ponsel dalam gengamannya bergetar membuat perhatiannya beralih. Dilihatnya notif yang masuk tiada henti dari chat kantornya.
Mas Devian
Riana, habis makan siang ke kantor kan?
Riana
Iya mas. Jam istirahat Riana otw.
Mas Devian
Eh, jangan. Kamu makan dulu aja.
Delon
Ih, Mas Dev mah akyu cemburu :((
Ardhan
Wah Mas Dev wah
Nissa
Ekhem
Sella
Mas Devian nih ya, uhuy
Mas Devian
Maksudnya Riana itu makan dulu baru ke kantor. Kalian ini.
Delon
Ah, masa sih Mas Dev, Fufufufufufu
Ardhan
Fufufufufufu
Mas Devian
ARDHAN, FOKUS! TYPO SAMPE 50 APA-APAAN HAH! JANGAN GODAIN SELLA TERUS!
MANA PERBAIKAN YANG KAMU BILANG KEMARIN?
Ardhan
Ampun Mas Dev!
Delon
HAHAHAHA
Mamam, Dhan
Mas Devian
Kamu juga, DELON! Kamu salah attach file.
Itu foto siapa lagi mandi?
Ardhan
Wuh cakep ugha! Normal juga lo Del
Delon
HUWAAAAAAA, MAAP MAS DEV!!!!!!!
Tanpa sadar Riana tersenyum kecil, mengingat keberadaannnya di kantor barulah sebentar tapi sikap mereka terhadapnya sangatlah baik. Tentunya rasa syukur selalu Riana panjatkan akan kebaikan yang Tuhan berikan padanya.
Lagi-lagi ponselnya berbunyi nyaring sesaat kakinya menapak pada halte pemberhentian terakhir.
"Halo?"
"Rianaaa, maaf aku bangun terlambat. Kamu udah jalan?"
Suara Ryan yang khas mengalir merdu ditelinganya. Laki-laki itu sepertinya baru saja bangun karena harus lembur semalam.
"Udah kok, baru aja turun dari busway. Tenang ya, aku aman kok sampai kampus," ucapnya. Helaan napas Ryan tak henti-hentinya di ujung sana. Riana teringat seminggu lalu kala ia menghilang dan pulang setelah malam hari, Ryan menunggunya di kost dan memarahinya habis-habisan karena pergi tanpa mengatakan apapun.
"Yaudah, nanti siang aku juga nggak bisa anter ke kantor. Ada tugas kampus. Jangan marah ya. Udah gitu pulang kantor langsung pulang aja jangan ilang-ilang kayak waktu itu. Bikin orang panik tau nggak!"
Belum sempat menjawab, tubuh Riana membeku kala sebuah mobil pajero melintas tepat di depannya dan berbelok memasuki kampus. Kaca mobil di kursi kemudi terbuka, dan menampakkan sosok Rimu tengah mengemudi sambil merokok. Dia hanya seorang diri tanpa teman dan pacarnya. Beruntung saja laki-laki itu tidak melihatnya.
"Riana? Halo? Riana, kenapa kamu diam saja?"
Suara Ryan berhasil membuatnya kembali tersadar. Kepalanya menggeleng sebentar.
"Iya? Kenapa, Yan?"
"Astaga, kamu nggak denger aku ngomong apa?"
"Eh? Nggak, Maaf. Tadi ada kucing lewat," ucapnya sembarang.
"Kucing?"
Kepala Riana menggangguk tanpa sadar, lalu kembali berjalan menuju gedung C. "Iya, tadi lucu banget makanya aku sampai nggak fokus. Maaf ya," lanjutnya bohong.
"Kirain kenapa sampe bengong gitu. Tadi aku bilang, siang nggak bisa nganter karena tugas kampus, jangan marah ya. Udah gitu pulang kantor langsung pulang aja jangan ilang-ilang kayak waktu itu."
"Marah? Nggaklah," sergahnya. "Dan waktu kemarin aku cuman jalan-jalan ya."
"Ya jalan-jalan nggak matiin telpon juga. Panik tau nggak aku kamu ngilang."
Tanpa sadar Riana memajukan bibirnya, untuk saja tidak ada Ryan di sampingnya. Jika tidak, akan berakhir dengan adegan tarik-tarikan bibir karena Ryan tak segan menjawilnya. "Iya. Lain kali aku bilang."
"Bagus. Aku cuman khawatir aja, kan aku udah janji sama Mama Papa kamu buat jagain kamu."