Lagi-lagi waktu dengan cepat berlalu, meninggalkan berbagai macam kejadian baik maupun buruk yang kini berubah menjadi sejarah. Rimu bangkit dari ranjangnya sambil memegangi kepalanya yang berkedut. Alarm sialan itu berhasil membangunkannya kembali ke alam nyata. Sebelum menuju kamar mandi, Rimu duduk sejenak di tepi ranjang sambil memperhatikan pesan yang dikirimkan oleh Alex.
Alex
Bisa lo ya kabur ke apart nggak bilang-bilang.
Lima belas menit lagi gue sampe, awas kalo belom bangun!
Rimu berdecak sebal sambil membanting kembali benda pipih itu ke atas ranjang. Lalu ia bangkit dan mulai berjalan menuju kamar mandi untuk memberihkan diri. Tidak butuh waktu yang lama untuk bersiap-siap.
Ponselnya berdenting kembali, di liriknya sambil mengenakan kaos hitam yang bertuliskan free, entah pemberian dari siapa.
Alex
Gue udah di bawah, turun lo bangsat!
"Bawel bat kayak cewek anjir!"
Dengan malas di seretnya tas miliknya dari meja kerja sambil setengah berlari menuju pintu. Rimu butuh waktu lima menit untuk sampai ke lobby, dan menemukan Alex tengah duduk di salah satu sofa besar yang memang di sediakan untuk pengunjung.
"Lama lo," kritik Alex padanya.
Rimu menggertak. "Bawel asli, buruan ayo," ajaknya sambil melempar kunci pajeronya pada Alex. Hampir saja Alex tak bisa menangkap benda yang kini sudah ada di tangannya.
"Anjir, bisa kali ngasihnya normal aja," omel Alex. "masih pagi udah bikin emosi aja."
Kakinya melangkah keluar lobby, di ikuti Alex yang mengekor di belakangnya. "Lo aja yang sensian kayak cewek pms!"
"Kan, bener-bener. Lo harusnya punya nama tengah deh. Rimu Bacot Reon!" timpal Alex kesal.
Kedua tangannya menutup telinganya, berusaha tidak mendengarkan ucapan sembarang Alex barusan. "Bodo gue nggak denger. Gue nggak denger!"
"Bocah dasar!"
Mereka akhirnya sampai di depan pajero milik Rimu dan bergegas berangkat ke kampus, karena dalam setengah jam lagi mata kuliah manajemen pemasaran di mulai. Sepanjang jalan, tidak ada yang memulai pembicaraan. Alex yang sibuk menyetir dan Rimu yang lebih memilih memandang keluar jendela sambil sesekali memeriksa benda pipih dalam genggaman tangannya. Rimu dalam keadaan gamang setelah berhari-hari tidak bertemu dengan gadis itu.
Ya, Riana menghilang begitu saja setelah pertemuan terakhir mereka berakhir dengan buruk. Bahkan pada jadwal kuliah minggu lalu, gadis itu tidak ada. Selain Rimu ingin membahas masalah kelompok mereka, Rimu jelas merindukannya. Ia sudah mencoba membuntuti kost gadis itu, tapi dia tidak pernah muncul. Bahkan pesan dan teleponnya tidak pernah diangkat ataupun di balas. Kemana dia? Apakah ucapan Alex harusnya ia turuti?
Tepat saat mobilnya berberlok memasuki lingkungan kampus, matanya menangkap sosok itu tengah berjalan bersama dengan Ryan dengan wajah berseri-seri. Mata elangnya melotot memandang mereka yang kelihatan bahagia. Astaga, Rimu mulai emosi sekarang.
"Lo liat yang tadi ya?" tanya Alex yang menyadari perubahan sikapnya yang mendadak.
Rimu menggeleng. "Liat apaan maksud lo?"
Alex kembali pada kemudinya sebentar karena mereka harus memasuki area parkir. "Sok tegar, emang di pikir gue nggak liat itu cewek nongol juga di kampus ama cowok lain? Keliatan lagi, Rim. Dia juga keliatan bahagia, ketawa-tawa gitu."
"Berisik!" Rimu turun dari mobilnya dan menutup pintunya dengan kasar. Dari kejauhan, gadis itu terlihat berjalan menuju kemari seorang diri. Sepertinya Ryan sudah pergi lebih dulu menuju kelasnya. Tangannya terkepal erat sampai deru napasnya mulai memberat. Rimu benci di diamkan seperti ini. Ia butuh penjelasan!
Hampir saja Rimu berjalan menghampiri Riana, namun gagal sudah karena Alex sudah menghentikan langkahnya. Lihat, dia merentangkan kedua tangannya di depan Rimu.
"Mau kemana lo? Masuk sekarang. Kalo lo mau ngomong ama dia, pas habis kelas selesai aja,oke?"
"Berani lo ya ngatur gue!" ucap Rimu yang makin kesal. Alex memejamkan matanya sejenak sebelum kembali menatap mata elang menyebalkan di depannya sekarang.
"Kalo lo nggak mau ada keributan pagi ini, ikut gue ke kelas sekarang!" ancam Alex. "Lo mau pilih mana?"
"Bangsat!" umpat Rimu kesal. Pundak kokohnya naik turun karena napasnya yang tak beraturan.
Dengan susah payah Rimu menahan emosinya, sampai ia berbalik sambil menghentakkan kakinya ke tanah dan berjalan menuju kelas dengan bersungut-sungut. Alex hanya mendesah pelan melihat perilaku anehnya lagi. Kepalanya sempat menoleh sebentar ke arah Riana, Sebelum akhirnya mengikuti Rimu menuju kelas.
***
"Promosi serta iklan sangatlah penting untuk memaksimalkan penjualan. Mengapa penting? karena promosi memberikan informasi kepada pelanggan tentang produk, untuk menarik para pelanggan baru, untuk memberikan pengingat kepada pelanggan tentang produk yang kita jual dan untuk melanjutkan pembelian secara continue, untuk memberikan informasi tentang peningkatan produk yang kita jual atau pengenalan merek baru ataupun brand baru."
Kelompok kedua saat ini tengah menyampaikan presentasinya di depan kelas. Pak Budiman nampak sangat puas dengan presentasi yang di bawakan oleh kelompok kedua, karena kelompok pertama pada pertemuan minggu lalu di rasa kurang oleh Pak Budiman, mungkin karena waktu yang sedikit maka pembawaan mereka kurang maksimal. Padahal yang ada di depan sana adalah seorang laki-laki yang Lexa anggap aneh karena mengejarnya dari semester satu, dan tentunya Lexa sendiri.
Lexa maju ke depan menggantikan teman kelompoknya. "Promosi ataupun iklan sendiri bisa kita lakukan secara offline maupun online. Dewasa ini, promosi banyak yang di lakukan secara besar-besaran melalui online, seperti menggunakan google ads, facebook ads, instagram ads, maupun youtube ads. Yang terbaru, ada tiktok ads yang tengah di gemari oleh masyarakat luas. Namun penggunaan baliho iklan juga masih di gemari karena tidak semua masyarakat terhubung dengan dunia maya."
Pak Budiman terlihat mencatat sesuatu di tab miliknya, sedangkan kelompok lain sibuk memperhatikan penuturan Lexa barusan.
"Apakah iklan seperti google ads itu gratis?" tanya salah satu mahasiswa yang duduk di depan.
Lexa menggeleng pelan. "Tidak. Karena pemasaran menggunakan online seperti google ads rata-rata berbayar. Untuk gratis, kita bisa menggunakan media sosial yang di miliki, seperti instagram. Kita bisa rajin mengupload feed maupun story sebagai dasar pengenalan produk dan proses pemasaran."
Senyum cerah terbit di wajah Pak Budiman. Seluruh mahasiswa yang ada di ruangan ini terlihat puas dengan presentasi hari ni. Tapi tidak dengan Rimu. Sejak perkuliahan di mulai, matanya hanya menatap Riana yang duduk di kursi paling depan tanpa bisa mengalihkan perhatiannya sedikitpun. Alex yang di sebelahnya hanya bisa geleng-geleng dengan tingkah lakunya.
"Ada pertanyaan lain?" tanya Pak Budiman pada seluruh mahasiswanya, yang berjalan menghampiri Lexa dan laki-laki di sampingnya.
"Tidak, Pak," ucap seluruhnya serempak.
Lexa menepuk-nepuk bagian atas dadanya, untuk menetralkan degup jantung yang cukup kencang karena gugup. Sesekali matanya melirik Rimu, tapi Lexa harus menelan kekecawaan karena Rimu sama sekali tidak memperhatikan presentasinya sejak tadi.
"Baik, presentasi kali ini sangat luar biasa. Kalian sangat baik dalam menyampaikan materi dan menjawab pertanyaan dari teman-teman kalian. Bagus. Good Job," puji Pak Budiman pada kedua mahasiswanya di depan podium.
"Terima kasih, Pak Budiman," balas keduanya bersamaan.
"Saya harap, presentasi minggu depan bisa lebih luar biasa dari hari ni," kata Pak Budiman lantang, lalu beliau berjalan ke luar ruangan yang menandakan perkuliahan hari ini telah usai.
Lexa segera berlari sambil menenteng tumpukan kertas materinya ke arah Rimu dan Alex, meninggalkan teman satu kelompoknya sendirian di atas podium yang tengah membereskan laptop dan makalah miliknya, dan juga sedikit memelankan lajunya saat melewati Riana dan menatapnya sinis meskipun gadis itu tidak memperhatikannya sama sekali. Lexa melotot sebentar karena melihat sikap Riana yang acuh tak acuh dan fokus membereskan barang-barangnya sebelum angkat kaki dari ruangan ini. Gadis itu benar-benar menyebalkan, begitu pikirnya. Sampai di tempat kedua temannya, Lexa langsung memajukan badannya ke arah Rimu.
"Rim, gimana presentasi gue tadi? Bagus kan?" tanya Lexa pada Rimu yang tengah membereskan notebooknya tanpa memandang Lexa.
Dengan keadaan yang sama dengan Rimu, Alex meliriknya Lexa sekilas. "Rimu nggak merhatiin lo dari tadi," timpal Alex sambil melirik pada Lexa yang kini menatapnya marah.
Lexa membanting kertasnya ke meja. "Maksud lo apaan, Alex?"
Tapi tumpukan kertas itu mengenai Rimu. Keduanya terkejut sampai diam sejenak. Sedangkan Rimu menahan napasnya sejenak, lalu bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Saat suara kursi di dorong terdengar sampai ke telinganya, Rimu segera menyadari gadis itu mulai meninggalkan kelas. Tanpa pikir panjang, Rimu segera bergegas mengejar Riana. Namun sial, tangannya di tahan Lexa sebentar.
"Mau kemana?"
Rimu menoleh pada Lexa, dan melepaskan tangan kurus Lexa dengan cepat. "Diem, dan lepasin gue!" ucapnya memperingatkan dengan nada cukup tinggi.
"Masih mau ngejar itu cewek?" tanya Lexa yang mulai meninggi. Alex sampai bangkit dan mencoba menenangkan Lexa. "nggak liat kalo lo itu di cuekin dia?"
"Xa, udah ya," bisik Alex setengah membujuk gadis di sampingnya. Alex memegang pergelangan tangan Lexa, mencoba menarik Lexa untuk menghentikan gerakannya yang menghalangi Rimu.
"Apa sih, Lex. Jangan ganggu gue!" kritik Lexa tajam, lalu beralih lagi pada Rimu. "Jawab gue, Rim!"
Kepalanya menoleh, menatap Lexa dan Alex secara bergantian. "Bukan urusan lo, Lexa."
"Gue ini apa sih, Rim buat lo?" tanya Lexa lagi, sampai membuat seisi kelas menatap mereka. Rimu hanya memutar bola matanya malas dan setengah berlari keluar kelas.
Dengan satu sentakan, Rimu berhasil melepaskan tangan Lexa yang sedari tadi menahannya. "Lo mau tau?" tanyanya dengan wajah sinis dan alis naik sebelah.
"Kasih tau gue sekarang!" tantang Lexa, dagunya sampai terangkat.