"Lo udah ketemu? Di mana? Oke, gue kesana."
Sebastian menutup panggilan di ponselnya dengan satu sapuan, lalu memasukkan kembali ponsel itu ke saku celananya. Lucas sedari tadi duduk di sebelahnya jadi menoleh. Mereka ada di dalam mobil Sebastian yang terparkir di salah satu pusat perbelanjaan. Saat ini, mereka berdua tengah membuntuti salah satu petinggi Redline yang berbadan besar, Bobby.
"Ketemu?" tanyanya pada Sebastian yang tersenyum sinis.
Kepela Sebastian mengangguk. "Beberapa hari lalu, gue masukkin mata-mata ke Red District. Dan menemukan satu fakta unik. Ketua mereka, punya sesuatu yang dia jaga di luar sepertinya."
Dahinya berkerut samar. "Apa itu bang? Barang?"
"Kita kesana sekarang, buat memastikannya." Sebastian menyalakan mesin mobilnya, lalu mulai memundurkan kendaraannya. "Kabarin anggota kita buat ngikutin Bobby."
Lucas mengangguk. "Oke bang." Tangannya mengetik pesan di satu grup khusus untuk memberitahukan informasi dari Sebastian pada anggota lainnya.
Kini mereka telah melenggang di jalan utama ruas kota Jakarta. Lucas tidak tahu kemana akan mengarah, dan hanya Sebastian seorang yang tahu. Sejak Nezha marah besar karena sudah mengetahui Redline dan White Wolfgang membentuk aliansi, hal itu membuat Bloods memiliki kesulitan untuk membalas dendam pada Redline.
Lucas sangat membenci Redline, sejak Lucas mengetahui bahwa ketua mereka di bunuh oleh Redline, yang tidak lain adalah kakak kandung Lucas, Daniel. Saat itu, Daniel memasuki Red District untuk mengunjungi salah satu club terbesar yang ada di sana untuk memenuhi panggilan seseorang. Namun, hal buruk itu terjadi. Keesokan paginya, Daniel sudah di temukan tidak bernyawa di hilir Red District. Tentu saja itu menjadi kabar buruk bagi Bloods, yang menyebabkan penyerangan ke Redline terjadi, meskipun Bloods harus menerima banyak kekalahan akibat banyaknya anggota Redline yang baru saja bergabung, mereka juga memiliki sesuatu yang membuat mereka terlihat lebih kuat. Namun sampai detik ini, Lucas tidak mengetahui apa itu. Lucas berpikir, sesuatu yang di sebutkan oleh Sebastian adalah hal yang sama dengan yang ia pikirkan.
Mereka tiba di sebuah area perguruan tinggi negeri di Jakarta. Lucas mengerjap beberapa kali karena merasa janggal.
"Bang, ini beneran kesini?"
Sebastian menoleh sejenak sebelum kembali pada kemudinya. "Iya, kenapa?"
Lucas menatap aneh sekelilingnya sekarang. Banyak mahasiswa dan mahasiswi berlalu lalang, baik menggunakan kendaraan pribadi, bus kampus, maupun berjalan kaki. Suasana di sini sangatlah rindang dengan begitu banyak pepohonan yang memenuhi sisi kanan dan kiri jalan.
"Kita cari apaan di sini bang? Bukannya kita mau cari yang Rimu sembunyikan di suatu tempat?"
"Benar. Dan itu ada di sini."
Degup jantungnya berhenti sebentar, Lucas tidak terlalu mengerti apa yang di maksudkan oleh Sebastian, karena dia tidak merinci apakah sesuatu itu barang atau orang sampai akhirnya mobil Sebastian berhenti di salah satu gedung bertuliskan C. Lucas menatap Sebastian.
"Kita tunggu aja, sebentar lagi keluar kok," ucap Sebastian sembari memantik rokoknya. "Dia sama Rimu."
Lucas mengangguk saja, meskipun sama sekali belum mengerti yang di maksudkan. Maniknya menatap keluar jendela, menatap parkiran gedung C itu yang mulai ramai oleh mahasiswa dan mahasiswi yang telah selesai mengikuti perkuliahan. Lucas sempat melihat sosok tangan kanan Rimu yaitu Alex bersama dengan Lexa, seorang gadis yang mahir menggunakan senjata di Redline. Keduanya berjalan beriringan, namun Lexa terlihat gusar dan marah bahkan sampai membanting pintu mobil dengan cukup kencang.
Maniknya berhenti saat sosok yang di bencinya muncul, wajahnya terlihat cerah namun tidak bersama dengan kedua kaki tangannya tadi. Maniknya melebar kaget tatkala melihat sosok seorang gadis yang mengekor di belakangnya. Lucas jelas tahu benar siapa dia.
Lucas segera berbalik. "Bang, maksud lo tadi itu dia?" Sebelah tangannya menunjuk ke arah Rimu dan gadis itu yang kini berada di depan sebuah mobil.
Sebastian melirik sekilas sebelum kembali lagi pada rokoknya. "Dia sasaran empuk buat mengancam Rimu sekarang."
Batin Lucas berteriak, bagaimanapun pertemuannya dengan gadis itu masih sangat membekas dalam ingatannya. Meskipun jarang bertemu dan berhubungan karena kesibukannya, Lucas sama sekali tak ingin gadis itu menjadi korban.
"Gue mohon bang, kita cari cara lain aja," pintanya pada Sebastian yang sekarang memandang heran dirinya. "Please!"
"Lo kenapa?" Lucas terdiam sebentar, membuat Sebastian menjadi agak gusar. "Jawab kalo gue tanya, Lucas!"
Lucas menela salivanya dengan susah payah. "Gadis itu, dia cewek yang gue suka."
Tentu saja jawaban yang berasal dari bibir Lucas barusan mengagetkan Sebastian. Dia terperangah, tak percaya dengan apa yang di dengarnya barusan. "Lo nggak salah ngomong kan?"
Kepalanya menggeleng lemah, lalu maniknya melihat lagi ke arah Rimu dan gadis itu yang nampak bahagia. Rimu baru saja menepuk-nepuk puncuk kepala gadis di depannya, lalu kemudian mereka masuk ke dalam mobil. Melihat hal itu, hati kecilnya serasa di remas-remas. Lucas sama sekali tak menyukai keberadaan Rimu di sekitar gadis itu.
"Gue serius," kepala Lucas tertunduk sekarang, dengan kedua tangan yang mengepal erat.
Melihat pemandangan tadi, lalu melihat keadaan Lucas sekarang cukup membuat Sebastian mengerti mengenai perasaan yang di miliki Lucas.
"Lo mau pilih gadis itu atau Bloods?"
Manik Lucas melotot saat menatap Sebastian. "Maksud lo apaan ngasih gue pilihan?"
Pertanyaan dari Sebastian berhasil memancing emosi Lucas. Sebastian sangat tahu bagaimana Lucas tidak bisa mengacuhkan Bloods begitu saja hanya karena seorang gadis. "Gue cuma ngasih lo pilihan. Gadis itu ada dalam lingkaran Redline sekarang. Dengan lo ngebela dia dan minta gue cari hal lain yang bisa di jadikan ancaman buat Redline, itu sama aja lo mulai pemberontakan sama Bloods."
"Tapi--,"
"Lo lupa sama apa yang terjadi sama Daniel?"
Sedetik saja, detak jantung Lucas kembali berhenti. Ingatan tentang Daniel takkan pernah hilang dalam benaknya. Bagaimana dia di temukan meninggal di hilir Red District, basah dengan luka tembak yang cukup banyak. Kepalanya tertunduk lagi, pilihan ini menjadi pedang bermata dua untuknya. Perasaannya untuk gadis itu bukan perasaan biasa, namun dia ada di dekat Redline sekarang. Lucas mengetuk dahinya, mengapa ia bisa melupakan pertemuannya dengan Rimu beberapa waktu lalu? Padahal gadis itu ada di sana.
"Gue nggak akan pernah lupa sama apa yang terjadi sama Bang Daniel," ucap Lucas dengan gigi gemetar. Rasa bencinya kembali terbit menggantikan perasannya terhadapp gadis itu.
Sebastian menepuk-nepuk pundak kokohnya. "Bagus. Gue cuman mau lo fokus sama tujuan kita. Kalo lo nggak fokus, Bloods bisa hancur. Ingat apa yang udah di perbuat Redline sama Daniel, sama seluruh anggota kita. Cuman kita yang bisa balas dendam atas kematian Daniel. Ini semua demi kita, demi Daniel. Gue harap, lo nggak lupa hal itu."
Dahi Sebastian berkerut ketika menarik tangannya dari pundak kokoh Lucas, terdapat hal yang berbeda dalam dirinya. Tapi Sebastian terlihat puas, karena sepertinya dia berhasil mengeluarkan sisi kejam Lucas yang tersimpan dalam dirinya. Lucas harus melupakan gadis itu, Lucas harus fokus pada satu tujuan, yaitu kehancuran Redline.
Tangan Sebastian kembali pada kemudi ketika melihat mobil milik Rimu sudah keluar dari area parkiran gedung C. Misinya hari ini adalah untuk mengetahui siapa gadis itu agar memudahkannya untuk melakukan sesuatu yang akan menghancurkan Rimu beserta Redline. Sudut bibir Sebastian naik sedikit. Sudah tidak sabar menunggu hari itu tiba, dan akan segera dia percepat, demi Bloods.
***
Nezha memandang layar ponselnya dengan amat hati-hati. Pesan yang di kirimkan oleh Sebastian membuatnya senang dan was-was di saat yang bersamaan. Tentu saja keberhasilan Sebastian menemukan hal yang bisa di jadikan sebagai ancaman untuk menghancurkan Redline sangat ia apresiasi, tapi di sisi lain, mengetahui bahwa buruan mereka adalah seorang gadis yang Lucas sukai membuatnya sedikit takut. Namun Sebastian berani memberikan jaminan pada Nezha, bahwa Lucas takkan berani macam-macam dengan mengambil tindakan yang akan mengancurkan Bloods.
Ponselnya bergetar, segera jarinya menyapu layar benda pipih itu dan menempelkannya ke telinga.
"Sebastian?"
"Nez, gue pastiin aman. Lucas nggak akan berani mengkhianati kita hanya karena seorang gadis."