***
Membosankan.
Sandra tengah mengintai Rimu sejak malam menjelang di suatu tempat yang asing baginya. Laki-laki itu tidak keluar dari mobilnya di area pemukiman penduduk di luar Red District. Di lihatnya itu bukanlah pajero yang sering di gunakan Rimu, dan dia mengganti kendaraannya dengan kendaraan lain. Sesekali Sandra menguap, dan menutupnya dengan punggung tangan. Laki-laki di sana itu seperti tak memiliki rasa kantuk. Sandra sudah menjaga jarak agar tidak kelihatan. Semoga saja dia benar tak merasakan keberadaannya. Rimu memang berbeda dengan kebanyakan orang yang selama ini di kenalnya.
Tak berselang lama, sebuah sepeda motor melintas di sampingnya dan terdengar canda tawa dari si pengendara dan yang duduk di belakang. Sandra sedikit terkesiap, karena mendengar suara yang familiar. Sampai kemudian, motor itu berhenti tepat di sebuah rumah. Dari lampu jalan yang termaram itu, Sandra bisa mengenali siapa yang ada di sana.
"Riana?" teriaknya dalam hati sesaat setelah melihat gadis itu turun dari motor dan melepas helmnya. Si pengendara itu juga ikut melepas helmnya dan menampakkan sosok laki-laki yang sering Riana tunjukkan padanya. "Ryan?"
Astaga!
Entah sudah kesekian kalinya Sandra mengatakan astaga di dalam hati karena melihat ini semua. Rimu membuntuti Riana? Tanpa sadar Sandra teringat perkataan Alex di sambungan telepon sebelum menerima pekerjaan ini.
Lo akan tau nanti, tanpa harus gue kasih tau.
Maniknya melebar kaget seiring dengan batinnya yang mencoba menebak- nebak apa yang sedang terjadi. Jelas sekali Alex tidak akan tahu siapa saja teman-temannya di luar distirk. Seketika itu, Ryan mulai berjalan kembali setelah memastikan Riana sudah masuk ke dalam rumah, begitu juga dengan mobil Rimu yang bergerak sepuluh menit setelah Ryan. Batin Sandra bergejolak. Setelah memastikan Rimu sudah tidak ada di area ini, Sandra segera membawa motornya dan berhenti tepat di depan rumah yang ternyata adalah kost putri. Sebelah tangannya segera mengeluarkan benda pipih yang di letakkannya di dalam saku dan menekan angka dua. Sambungan monoton ini terjadi selama beberapa detik, sampai...
"Halo? San, kenapa?"
Sandra mengerjap beberapa kali. "Riana?"
"Iya, San. Kenapa? Lama banget gue nggak denger ama ketemu lo."
"Coba lo keluar kost."
"Hah? Sebentar, emang kenapa? Oh!"
Wajah Riana terlihat terkejut ketika melihatnya ada di depan gerbang kostnya. Riana langsung berlari menghampirinya dengan wajah sumringah.
"San, kok lo bisa tau gue tinggal di sini?" tanyanya antusias.
Sedangkan Sandra, tengah di liputi berbagai pertanyaan yang ingin segera di kemukakan pada temannya ini. Sandra menunduk sebentar, lalu menatap manik Riana yang melebar.
"Lo punya hubungan apa sama Rimu?"
Tepat saat itu juga, Sandra bisa melihat perubahan di wajah Riana. Lenyap sudah keriangan yang Riana ciptakan barusan, berganti dengan wajah sedih dan hampa.
***
"Lo punya hubungan apa sama Rimu?"
Pertanyaan mendadak dari Sandra setelah sekian lama tak bertemu membuatnya wajah riangnya berubah seratus delapan puluh derajat. Mendengar nama laki-laki itu membuat ingatannya hari ini melayang ke siang hari, tepat di mana Rimu meninggalkannya begitu saja setelah insiden semalam. Kepalanya tertunduk, sampai Sandra harus turun dari motornya dan menghampiri Riana.
"Na? Apa yang terjadi sama lo sih?" tanya Sandra dengan suara bergetar. Tidak melihat ada perubahan dalam dirinya, Sandra menuntun Riana duduk di kursi kos.
Masih dengan kepala tertunduk, Riana berusaha menahan tangisnya. "Gu--gue, kenal sama Rimu."
Wajah Sandra menampakkan keterkejutannya seiring ucapannya barusan. Bahkan untuk melanjutkan pertanyaannya Sandra seakan kehilangan kosakata.
"Inget kan gue pernah ngomong apa sama lo?" tanya Sandra dan RIana mengangguk lemah. "Lo tau siapa dia? Dan kenapa lo nggak pernah cerita ke gue kalo kenal sama Rimu?"
Dan Riana kembali mengangguk lemah. Kenyataan kembali menghujam benaknya. "Maaf."
Sandra menarik napas panjang, lalu menghembuskannya kembali. Permintaan maaf itu tidak ada gunanya sekarang. Selama Sandra mengenal Riana, sebisa mungkin dirinya melindungi teman satu-satunya ini, terlebih saat mereka ada di distrik terkutuk itu. Tapi nyatanya, Sandra melewatkan banyak hal sampai tidak mengetahui Rimu yang hadir di hidup Riana secara tiba-tiba.
"Ceritain ke gue, semuanya."
Dan Riana memulai ceritanya dengan terisak seiring dengan manik Sandra yang membulat sempurna. Tidak di sangka, ini semua benar-benar terjadi. Oh, Tuhan!
***
Napas Sandra tertahan sepersekian detik setelah Riana menyudahi cerita panjangnya. Betapa Sandra tidak tahu kejadian di hari itu, hari di mana dia datang lebih terlambat dan Riana memasuki Red District seorang diri dan hampir mati, jika laki-laki itu tidak datang. Rimu menyelamatkannya, tentu saja. Tapi Rimu mulai mengganggu Riana di kampus, dan itu adalah satu hal lagi yang baru Sandra ketahui. Lalu juga Rimulah yang membawa pergi Riana saat mereka di club, ciuman itu, Rimu yang ketakutan, kejadian lainnya ketika Riana di cekik pada hari terjadinya aliansi antara Redline dan White Wolfgang dan berakhir di sekap, hingga Rimu yang tadi siang meninggalkan Riana dengan mengatakan gadis ini membosankan. Wah, emosi Sandra jelas turun naik setelah mendengar hal ini.
Tangis Riana pecah, temannya ini menangis sejadi-jadinya. Pada awalnya, Riana sangat membenci Rimu, karena terlah berlaku kasar dan seenaknya. Tapi lambat laun, perasaan Riana tumbuh untuk laki-laki itu. Astaga, Sandra merasa bodoh sekarang setelah mengetahui ini semua, dan membiarkan Riana melaluinya seorang diri. Sandra memeluk tubuh mungil temannya ini, lalu menepuk-nepuk punggungnya agar dia menjadi lebih baik.
Namun emosi Sandra jelas semakin memuncak. Setelah memastikan Riana sudah lebih baik dan bisa beristirahat, Sandra pergi dari kost Riana sekitar dini hari dan kembali ke Red District dengan kecepatan maksimal.
Motornya berhenti tepat di depan markas Redline yang tak pernah sekalipun terlihat mati. Kakinya lalu melangkah ke dalam dan tepat pada saat itu sosok Alex keluar dari pintu utama markas dan menyadari kedatangannya.
"Oh, Sandra. Lo date--,"
Napas Alex tercekat saat Sandra setengah berlari dan menarik kerah pakaiannya ketika sudah berdiri di depannya. Manik Sandra melotot tajam dan wajahnya sama sekali tidak bisa menyembunyikan amarah yang memuncak. Pundaknya naik turun dengan napas tersengal. Alex mencoba membaca situasi ini, namun benaknya terlalu banyak memikirkan kemungkinan sehingga jawaban itu langsung menghilang di telan angin malam dini hari.
"Beraninya lo melakukan hal kayak gitu sama temen gue!"
Bentakan Sandra nyaris saja memekakkan telinganya. Alex kelihatan bingung dengan sikap Sandra saat ini. Maniknya menatap tak percaya karena Sandra memakinya di depan markas Redline, bahkan di sekeliling mereka masih ada anggota Redline lainnya yang tengah mabuk dan berjaga.
"Gu--gue?" Jari Alex menunjuk pada dirinya sendiri. "Temen lo yang mana?" tanyanya karena tidak mengetahui letak kesalahannya.
Namun Sandra terlihat kesal, sangat jelas. "Riana." Manik Alex melebar saat Sandra menyebutkan nama yang sangat tidak asing di telinganya. "Beraninya Rimu berbuat kayak gitu sama Riana! Gue nggak akan pernah maafin lo semua!"