***
Sebastian memandang Lucas yang menggendong tubuh Riana yang tak sadarkan diri dari dalam mobil memasuki gedung tinggi kosong yang ada di tepi Jakarta. Di dalam area ini sudah di penuhi dengan anggota Bloods yang sudah bersiap menunggu kedatangan Rimu Reon tentunya. Manik Sebastian memicing saat Lucas membawa gadis itu dengan hati-hati dan memeluknya erat sekali. Seperti takut akan kehilangan. Sebastian memandang curiga pada Lucas sekarang.
Kemudian sosok Nezha muncul dan mengeluarkan tepuk tangannya setelah melihat keberhasilan Lucas. Wajahnya berbinar setelah berhasil melihat buruannya ada dalam gendongan Lucas dan kelihatan tak berdaya. Cukup mudah untuk mendapatkannya. Nezha tidak harus mengeluarkan tenaga lebih untuk memancingnya keluar.
"Good job, gue nggak nyangka lo akan berani ambil tugas ini tanpa di bantu Sebastian." Nezha menepuk pundak Lucas dan manik itu melirik ke arah tangan Nezha yang bertengger di pundaknya.
Lucas tidak menjawab, lalu dia mulai memasuki gedung ini untuk mencapai tempat tertinggi. Nezha memandang heran, lalu mengejar Lucas dan diikuti Sebastian dari belakang. Sorot maniknya berbeda. Nezha memang cukup paham jika di dalam diri Lucas terdapat sisi jahatnya, namun Nezha belum pernah melihat situasi ini.
"Lucas?" panggil Nezha yang berhenti melangkah.
Sampai di anak tangga pertama, Langkah kaki Lucas terhenti.
"Di dunia ini, nggak ada yang bisa milikin Riana selain gue."
Napas Sebastian dan Nezha tercekat setelah mendengarkan ucapan sembarangan dari mulut Lucas. Mereka saling memandang, sampai Lucas mulai berbicara lagi.
"Kalo dia nggak bisa jadi milik gue, lebih baik dia mati aja."
Lucas memandang wajah sayu Riana yang terpejam dan ada dalam dekapannya. Beruntung sekali dirinya bisa membawa gadis ini tanpa perlu susah payah. Dasar gadis bodoh, begitu dalamkah perasaannya pada Rimu Reon?
Sedangkan Nezha dan Sebastian sama sekali tidak percaya dengan apa yang mereka dengar. Lucas nampak menyayangi dan membenci gadis itu secara bersamaan karena berhasil di miliki oleh Rimu. Sebenarnya ini memang baik untuk rencana mereka, namun tanpa di sadari Lucas akan benar berubah sepenuhnya menjadi mesin pembunuh.
Jengah dengan pikirannya sendiri, Lucas kembali berjalan menapaki setiap anak tangga, meninggalkan Sebastian dan Nezha di belakang sana hingga kakinya tiba di tempat yang di inginkannya.
Tempat yang luas, meskipun tanpa adanya jendela seperti layaknya bangunan tinggi menjulang. Bangunan ini di tinggalkan setelah salah satu pemiliknya di ketahui menerima suap sehingga pembangunannya tidak di lanjutkan.
Hanya terdapat pagar pembatas yang mengelilingi tempat ini. Maniknya mengedar setelah melihat sofa lusuh yang ada di tengah-tengah, kemudian membaringkan tubuh gadis ini di atasnya. Lucas terdiam, dan hanya terfokus pada objek manusia di depannya sekarang. Tangannya terulur untuk menyingkap rambut yang menutupi wajah cantik Riana.
Gadis ini, tidak bisakah dia melihatnya bukan sebagai teman?
Persetan dengan teman, gadis pasti sudah tidak sudi menjadikannya teman seperti sebelumnya setelah insiden penculikan pertama. Dan tentu saja Lucas juga akan melakukan hal yang sama.
Kemudian Lucas kembali berdiri dan mengeluarkan ponsel milik Riana dari saku celana, lalu mengirimkan lokasi terkininya pada Rimu Reon. Tak lama seringai jahatnya terlihat jelas di wajah Lucas. Sudut bibirnya terangkat sebelah dengan kepala miring. Sudah tidak sabar rasanya untuk menghajar wajah Rimu dengan kedua tangan/
"Ini akhir lo, Rim."
***
Rimu memacu kendaraannya di atas kecepatan rata-rata hingga membuat pengemudi yang tepat berpapasan dengannya ikut menjadi was-was. Salah perhitungan sedikit saja, di pastikan Rimu bisa tewas sebelum bisa menyelamatkan gadisnya. Setelah melihat pesan singkat yang di kirimkan dari ponsel Riana untuknya, Rimu pergi lebih dahulu meninggalkan anggotanya yang menyusul di belakangnya.
Benaknya menunjukkan rasa panik dan penyesalan tiada henti. Sementara bibirnya terus bergumam kalimat yang sama berulang kali.
Harusnya gue nggak ninggalin dia di kost.
Harusnya dia ikut sama gue.
Harusnya gue tahan dia lebih lama.
Harusnya gue meriksa keadaan sekitar.
Rimu berteriak kencang untuk menyalurkan kemarahannya sekarang. Dengan terengah-engah, Rimu masih fokus menginjak pedal gas kuat-kuat dengan tangan yang mecengkram erat kemudinya. Manik elangnya melotot marah, Rimu pastikan Lucas tidak akan mendapatkan ampunannya setelah ini.
Maniknya beralih memasukin jalan yang di tunjukkan oleh suara maps yang sengaja di pasang kencang olehnya, dengan kasar Rimu membelokkan kemudinya hingga suara decit roda yang bersinggungan dengan aspal terdengar begitu memekakkan telinga sampai membuat goresan yang terpampang nyata di jalur yang di laluinya. Dengan kecepatannya itu, Rimu bisa mencapai tempat yang di maksud kurang dari tiga puluh menit.
Lalu Rimu bergegas turun, dan mendapati dirinya sudah ada di tengah sekumpulan anggota Bloods yang kelihatan seperti orang biasa namun wajah mereka tegas dengan banyak sekali plester di wajah.
Sial.
Rimu akan masuk ke dalam perangkap, di liriknya ponsel dalam genggamannya yang menunjukkan koordinat seluruh anggota Redline yang mengikutinya dari belakang, tidak lama lagi mereka tiba. Napasnya memburu, indera penciumannya bisa merasakan setiap aroma amis darah yang akan muncul jika Rimu bergerak maju untuk menghajar mereka satu persatu. Sudut bibirnya naik, menyeringai bagai iblis yang siap menghancurkan apapun di depannya. Jari jemarinya bergerak sebelum kembali mengepal. Mereka semua mudah untuk di lenyapkan.
Tepat pada saat itu juga, sosok menyebalkan Nezha keluar bersama dengan Sebastian dari dalam gedung yang terbengkalai di depannya. Sebelah tangan Nezha terangkat ke udara dan menjentikkan kedua jarinya seolah hendak menyalakan sesuatu.Nezha tersenyum ngeri. Seketika orang-orang Bloods berlari ke arahnya dengan wajah garang dan bersiap melayangkan kepalan tangannya pada Rimu.
"Ingin membunuhku di sini rupanya. Bajingan kalian!"
Seketika pekikannya terdengar kencang, tubuhnya segera melesak maju untuk menghajar mereka semua. Nezha mengira Rimu akan segera mati karena menghadapi banyaknya anggota Bloods, namun sayangnya tidak semudah itu.
Karena dari sisi yang lain, anggota Redline yang tak terkira jumlahnya datang, dan mulai melancarkan pukulan demi pukulan pada anggota Bloods yang mereka lewati.
Dan pertempuran di antara kedua kubu ini di mulai.
***
Nezha dan Sebastian terlihat ikut menghajar anggota Redline yang di lemparkan kepada mereka. Namun tidak berlangsung lama sampai Alex dan Bobby dengan kompak datang ke arah mereka berdua dan menghajarnya bergantian. Suasana yang panas di tambah dengan kedua kelompok yang sama sekali tak ingin mengalah.
Rimu sendiri juga sudah merangsek masuk ke dalam bangunan, meskipun harus menghajar setiap musuh yang berdatangan padanya dan itu tidak sedikit. Jumlah anggota Bloods hampir sebanding dengan Redline. Bahkan beberapa dari anggotanya ikut melindunginya untuk menerobos masuk ke dalam.
Baru saja menaiki anak tangga pertama, Rimu hampir saja terjatuh apabila tidak melihat seorang musuhnya datang dengan pukulan yang hampir mengenai wajahnya. Segera Rimu tangkap tangan itu dan membanting tubuh musuhnya ke lantai di bawahnya hingga suara patahan dan erangan terdengar keras. Yang ada di sekitar pun terkesiap setelah melihat ada seseorang yang telah mati tergeletak, namun tak berapa lama mereka saling menghajar musuh yang ada di depan tanpa mempedulikan kejadian barusan.
Hingga Rimu akhirnya tiba di tempat tujuannya.
Maniknya mengedar dan mendapati tubuh gadis itu terbaring di sofa lusuh yang ada di tengah tempat ini. Sedangkan laki-laki itu sedang mengitari sofa sambil memandang ke arah sofa. Mendengar suaranya yang terengah-engah, dia menoleh dengan manik setajam pisau. Senyum liciknya sukses membuat emosi Rimu semakin memuncak.
"Dateng juga akhirnya."
Lucas memandang maniknya sambil bergerak ke arahnya dengan perlahan. Sedangkan Rimu dengan tangan terkepal erat yang sudah di penuhi oleh darah dari para musuhnya sudah siap membuat Lucas bertekuk lutut di kakinya. Belum sempat untuk menghajar terlebih dahulu, Lucas sudah berlari ke arahnya dengan mengacungkan kepalan tangannya yang hampir mengenai wajah.
Secepat kilatan cahaya, tubuh Rimu menghindar ke belakang dan tetap memperhatikan jarak, karena jika terlalu jauh, tubuhnya akan jatuh ke bawah sana dan kehilangan nyawa.
Lucas mendecak kesal mendapati buruannya yang lain tidak terkena pukulannya. Wajahnya merah padam dengan kedua tangan terkepal erat.
"Brengsek," umpatnya kasar.
Tidak ingin menyianyiakan kesempatan, Rimu langsung bergerak kehadapan Lucas tanpa laki-laki itu bisa sadari sebelumnya. Pukulannya mengenai wajah Lucas sebelah kiri dan menyebabkan tubuh Lucas terhuyung hingga menabrak salah satu pilar.
"Uagh!"
Lucas mengernyit, merasakan sudut bibirnya pecah dan menimbulkan rasa nyeri. Baru saja hampir bangkit, tubuh Lucas sudah di tarik paksa oleh Rimu dengan sebelah tangan, lalu meninju perutnya dengan kekuatan penuh sebanyak dua kali.
Lalu Rimu menghempaskan tubuhnya ke lantai tanpa ampun dan menarik lagi Lucas yang masih terbatuk-batuk serta mengeluarkan darah segar.
"Ini adalah balasannya karena lo macem-macem sama gue!" kata Rimu kencang di depan wajah Lucas yang menatapnya dengan tawa licik.
"Lo pikir semudah itu lo mau hancurin gue?" tanya Lucas.
Rimu jadi lengah sesaat, hingga Lucas menghantamkan kepalanya ke kepala Rimu sampai tubuh Rimu mundur ke belakang dan menabrak sofa di mana tubuh Riana terbaring.
Rasa pusing mendera kepalanya sekarang, sebelah tangannya terangkat menyentuh dahinya, sampai indera pendengerannya mendengar suara erangan kecil.
Kepalanya menoleh ke belakang, dan mendapati Riana mulai terbangun sambal memegangi kepalaya. Ketika maniknya membalalak sempurna, betapa terkejutnya Riana melihat Rimu terduduk di dekatnya dan Lucas di seberang sana hampir bangkit meskipun kesulitan karena terbatuk berkali-kali.
"Riana?"
Melihat situasi ini, Rimu segera menarik tangan Riana tanpa pikir panjang lagi hingga tubuh Riana tertarik sepenuhnya oleh Rimu. Lucas yang menyadari sanderanya hendak di bawa pergi, segera mengejarnya ketika Riana dan Rimu mulai menuruni anak tangga itu satu persatu.
"BERHENTI BANGSAT!"
***
Suara erangan kesakitan terdengar dimana-mana. Aroma debu dari bangunan yang terbengkalai ini membuatnya terbatuk-batuk beberapa kali. Rimu yang ada disampingnya berusaha membawanya pergi dari tempat ini meskipun sulit dan seringkali kali mereka harus menghadapi orang-orang yang tengah baku hantam.
Kedua kelompok ini sedang bertarung hebat, banyak korban sudah berjatuhan akibat kelelahan ataupun terjatuh dari bangunan ini. Matanya menatap ngeri saat melihat mereka melancarkan berbagai pukulan kepada lawannya. Semakin Riana dan Rimu turun, aroma amis darah mulai mengganggu inderanya. Riana tidak suka terlibat dalam hal seperti ini. Namun, hal ini terjadi karena dirinya.
Baru saja mereka mencapai lantai terbawah, Lucas menatap nyalang pada mereka berdua. Giginya bergemeretuk, kedua tangannya pun terkepal erat.
"Mau kemana, cantik?" tanyanya sambil berjalan pelan. Rimu disampingnya mengambil langkah inisiatif dengan berdiri di depannya.
"Lo ada urusan sama Redline kan? Nggak usah bawa-bawa dia!" seru Rimu kencang. Tapi Lucas di seberangnya tertawa dengan amat menakutkan. Riana bergidik ngeri sambil tangannya memegang erat baju Rimu yang berdiri di depannya.
Menyadari ketakutannya, Lucas di seberang sana semakin senang. "DIA PUNYA GUE!" teriaknya kencang.
Sedetik kemudian, Rimu merangsek maju dan menghajar Lucas yang menjadi lawannya hingga Lucas terjatuh. Kemudian Rimu yang melindunginya sedari tadi menatapnya lurus-lurus.