Satu per satu lembaran kuis Bahasa Inggris bertebaran di ruangan kelas. Semua mata membelalakkan melihat kelakuan dua orang laki-laki yang terkenal onarnya. Bahkan, ketika pintu di samping papan pengumuman terbuka, keduanya tidak berhenti. Sehingga seorang perempuan berambut panjang yang baru saja masuk ke dalam kelas pun kebingungan.
"Kelas ... IPS 3?" ucap perempuan itu lirih dengan satu alisnya yang terangkat.
Satu dari dua orang tersebut pun melirik. Dengan lesung pipi yang dianggap manis oleh perempuan, dia pun menjawab, "Bukan ini kelas 10 IPS 1."
"Tapi—"
"Yumaaa! Ezraaa! Kalian ngapain sih? Aku tinggal sebentar kelas malah kotor gini. Mr. Chess bakalan marah lagi ini," ujar seorang anak perempuan berhijab putih tidak memakai blazer, hanya rompi sekolahnya saja. Dia lalu mendekati perempuan yang rambutnya terurai bebas. "Kamu siapa?"
"Aku Meillin. Mau ke kelas 10 IPS 3, tapi katanya salah kelas. Jadi aku mau keluar aja," ucap Meillin pada perempuan berhijab.
Perempuan tersebut lalu melirik tajam pada laki-laki yang sebelumnya menjawab pertanyaan. "Dasar usil kamu ya! Meillin, ini kelas 10 IPS 3 kok. Gak perlu keluar kelas. Kamu murid baru ya? Kenalin aku Uni."
"Iya," balas Meillin. Dia lalu berjongkok mengambil satu lembar kertas kuis yang ada di bawahnya. Tertulis nama Yuma Rasendriya di sana. Lalu kembali berdiri.
"Kok enggak bareng Mr. Chess?"
Meillin tersenyum, "Tadi Mr. Chess ada keperluan jadi aku disuruh ke kelas lebih dulu."
Seketika kelas menjadi heboh. Para siswi bersorak dan mengeluarkan ponselnya, sementara para siswa memilih berdiri dan berbincang-bincang satu sama lain.
Uni hanya geleng-geleng. Dia memilih untuk berjongkok dan mengambil kertas kuis lainnya yang berceceran. Beberapa murid lain pun memiliki inisiatif serupa. Meillin merasa dia pun perlu membantu. Akhirnya dia berjongkok.
Kertas-kertas putih tercecer di lantai. Beberapa noda ada di pojok kiri. Banyaknya orang seperti tidak peduli dengan keadaan tersebut. Nyatanya, ketika kertas kotor dibagikan mereka akan jengah sendiri.
Meillin menatap Uni. Perempuan dengan hijab itu memakai baju seragam lengkap dengan rompi dan blazernya. Wajahnya agak kusam, seperti tidak pernah cuci muka saja.
Meillin pokir di kelasnya semua orang yang gemar perawatan. Nyatanya, beberapa terlihat tidak peduli, seperti Uni. Kulit putih mulus, dengan rambut cokelat kehitaman terurai bebas menjadi ciri khas Meillin.
Merasa terus dilihat oleh orang lain, Uni agak risih. Dia buru-buru mengambil semua kertas di sekitarnya dan segera berdiri. Disusul Meillin yang kebingungan.
"Nanti kamu duduk di bangku paling belakang barisan ketiga, Mei. Bangkunya sedang kosong karena pemiliknya lagi ikut lomba di Singapura," ucap Uni sambil menunjuk bangku di belakang. Dia lalu menunduk dan pergi ke sisi barisan lain.