Cahaya mentari menerpa daratan Lavengenia, menembus awan-awan mendung dan kabut pagi. Sinar-sinar tipis yang dipantulkan es memberi kilau tersendiri pada kerajaan Lavengenia. Suasana damai yang tidak pernah pudar walau sudah 1500 tahun lamanya.
Alkisah dimulai di Kerajaan Lavengenia, satu-satunya negeri yang tertutup salju abadi selama 1,5 abad lamanya. Konon katanya di Istana Lavengenia selalu terlahir seorang putri dengan kekuatan es yang dahsyat. Sejak dahulu saat kerajaan terancam bahaya putri es akan selalu datang menyelamatkannya, bahkan bila harus berkorban nyawa sekalipun. Dan kini sang Putri dari generasi ke 15 telah terlahir untuk melindungi Kerajaan Lavengenia dari bencana yang akan datang, dan dimanakah sang Putri itu sekarang berada?
Suara nyaring bergema di aula Istana Lavengenia. Suara siapa lagi itu bila bukan milik sang Putri es, Lilia. Disinilah Lilia yang sudah menginjak usia remaja setelah penobatannya sebagai putri es beberapa bulan lalu.
"Lancelot!!"
"Lancelot, dimana kau?"
Lilia berkeliling kesana kemari sembari menggema-gemakan nama anjing kesayangannya itu. Para penghuni istana tidak ambil pusing dan hanya bisa menghiraukan kebiasaan Lilia seperti biasa.
Suara Liliapun perlahan mengecil digantikan pekikan kecil, langkahnya terhenti akibat pemandangan yang asing di tengah taman Lavengenia. Lancelot yang biasanya galak pada orang lain selain pada dirinya, kini bermain dengan asyiknya bersama seorang pemuda asing dengan penampilan ala bangsawan vampir.
Dan benar saja dugaan Lilia, tampak taring vampir di mulut si pemuda saat tawanya mulai lepas. Melihat hal itu Lilia segera berlari ke arahnya, bersiaga untuk menyerang.
"Lancelot!!” teriak Lilia ketika hendak mengambil Lancelot dari tangan si vampire. Namun akibat sulur tanaman yang nakal Lilia justru jatuh terjungkal dengan posenya yang lucu.
'Argh!'
Bukannya menolong, si vampir justru tertawa terpingkal-pingkal melihatnya. Jarang-jarang seseorang bisa menyaksikan sang Putri bertingkah lucu demi anjing kesayangannya. Tentunya hal ini menjadi lawakan tersendiri bagi si vampire.
"Hahaha... Lucu sekali tuan putri!" tawa si vampir. Lilia yang kesal dan malu segera berdiri dan mengambil paksa Lancelot dari tangan si vampir.
"Ugh... Tidak sopan! Lagipula apa yang kau lakukan disini?"
"Berani beraninya kau menginjakkan kakimu di tanah Lavengenia, Dasar Vampir!!"
Lilia mulai mempersiapkan mantra sihir. Tampak segel yang mulai melingkari dahinya. Si vampir yang melihatnya terkejut pada reaksi Lilia yang berlebihan.
"Hei hei tuan putri... Tenanglah dulu, aku hanya kebetulan lewat sini dan bertemu anjing manis itu."
"Aku hanya bersenang-senang sebentar dengannya."
Si vampir mulai menjelaskan kedatangannya pada Lilia. Meski Lilia masih tidak percaya dan berusaha menyerangnya.
"Siapa peduli, yang jelas kau harus kumusnahkan!"
'Satt!'
Sihir Lilia telah aktif dan mengeluarkan sulur tanaman berbalut es berduri, yang kemudian menjerat kaki si vampir, menahannya agar tidak pergi dari taman itu.
'Ugh!'
"Kau ini tipe yang tidak mau mendengarkan rupanya, tapi maaf saja aku hanya ingin menyapa. Jadi sampai jumpa!"
Sulur es Lilia mulai mencair, entah kekuatan apa yang si vampir keluarkan. Namun satu hal yang diyakini Lilia
'Dia bukan vampir sembarang, bahkan dia mampu mematahkan sihirku. Siapa dia?' Pikiran Lilia mulai dipenuhi kecemasan akan para vampir. Firasatnya mengatakan sesuatu yang besar akan terjadi.
Seminggu telah berlalu semenjak pertemuannya dengan si vampir. Awan hitam yang melingkupi Lavengenia mulai semakin tebal, begitu pula dengan suhu yang semakin dingin. Pertanda badai akan tiba. Semua orang telah beristirahat di rumah mereka masing-masing. Peri-peri kecil bersembunyi di hutan agar terhindar dari badai. Keheningan mulai melingkupi seluruh kerajaan.
Namun keheningan yang sesaat itu perlahan lenyap, dipatahkan oleh jeritan beberapa orang. Salju putih yang diterbangkan angin, kini berganti warna semerah darah.
Lilia yang mendengar keributan segera keluar dari kamarnya seluruh istana telah porak-poranda dengan darah. Beralih dari istana Lilia keluar memeriksa desa. Tubuh Lilia dibuat gemetar ketakutan melihat salju merah yang menyelimuti Lavengenia.