Reflection of Lavengenia

Eka Vebriana
Chapter #2

(2) Transformation

Dalam pelariannya Lilia bertemu Zura sahabat lamanya yang telah lama hilang. Esok yang cerah kini sudah hilang dari Lavengenia. Hanya awan mendung yang menutupi. Hutan tempat berlindung Lilia tampak sangat gelap dan dingin. Sungguh tempat yang tidak layak huni bagi seorang putri sepertinya.

Lilia mulai menyusun strategi pembalasan dendam kepada para vampire atas penghinaan yang telah diterimanya. Demi membebaskan kerajaan Lavengenia dari jeratan para vampire sialan.

Langkah pertama yang harus ditempuh Lilia adalah menambah kekuatan. Maka dari itu Lilia harus bersekutu dengan para elf.

Kini Lilia, Zura, dan Lancelot berada di mata air elf. Seperti namanya tempat itu dihuni oleh para elf, peri cantik dengan kemampuan sihir yang luar biasa.

"Zura, inikah mata air elf?"

"Benar Lilia. Sekarang akan kupanggilkan ratu elf."

"Dengan kuasa dari dewi hutan bersama aliran air dan angin. Penjaga mata air elf perkenankan kami melihat wujudmu."

Mantra pemanggil yang diucapkan Zura dalam sekejap membawa keheningan bagi seluruh hutan. Angin tiba-tiba berhembus kencang menerbangkan dedaunan hingga menciptakan topan kecil di tengah mata air.

Lilia membelalakkan mata tidak percaya, sedangkan Zura memberi hormat pada sosok yang keluar dari dalam topan tersebut.

Sosok tersebut mendekati Lilia dengan senyuman penggodanya. Jemarinya yang lentik dengan kukunya yang panjang meraih wajah Lilia. Hendak meraba setiap inci dari wajah sang putri es yang tersohor kecantikannya.

Lilia melihat sang ratu dengan wajah terkejut. Hal ini pertama kalinya bagi Lilia melihat seorang elf asli yang berusia jauh lebih lama dari Lavengenia.

Bahkan dengan usia yang tidak mungkin terhitung itu, sang ratu tampak sangat cantik dengan tubuh ramping yang menggoda setiap pengelana.

Telinga runcing khas para elf tersebut tampak sangat menarik bagi Lilia, namun Lilia tentunya harus mengurungkan niatnya untuk menyentuh telinga tersebut.

"Baiklah putri Lilia aku sudah selesai melihat jiwamu, sekarang katakan apa yang anda inginkan."

"Wahai penjaga mata air elf, ijinkan aku menerima satu berkah darimu." pinta Lilia dengan penghormatannya pada sang ratu.

"Aku telah melihat keinginan kotormu untuk sebuah balas dendam. Manusia yang diberi berkah senantiasa menjadi sombong dan melupakan kami yang memberinya kekuatan. Apa yang bisa kau janjikan untuk meyakinkanku bahwa kau layak?"

Lilia terkejut mendengar perkataan sang ratu. Bahkan Lilia sang putri es pun akan bingung mendapati pertanyaan seperti itu.

Zura yang sedari tadi mengawasi mereka. Melihat Lilia dengan penuh keyakinan, Zura selalu percaya pada sahabatnya. Orang yang dipercayainya tidak akan pernah mengecewakan siapapun.

"Aku Lilia putri es dari Lavengenia menawarkan jiwaku padamu wahai sang ratu elf. Dengan kesungguhanku kuyakinkan bahwa jiwaku akan selalu bersih meski dalam nafsu pembalasan dendam."

Sang ratu tersenyum mendengar jawaban Lilia.

"Kalau begitu masuklah ke mata air ini."

Dengan keteguhan hatinya Lilia menyelam ke dalam mata air elf. Sesaat setelah Lilia memasukinya, mata air itu mengeluarkan Sinar terang kehijauan.

Di dalamnya Lilia dihadapkan pada dua pilihan. Lilia harus memilih cermin yang akan dibawanya ke permukaan. Cermin yang membeku dengan duri di sekelilingnya ataukah cermin retak yang berlumut.

Dengan pikiran dan hati yang tenang Lilia mengulurkan tangannya pada cermin yang membeku. Duri-duri di sekelilingnya melilit tangan Lilia hingga berdarah. Sambil menahan sakit Lilia tetap berusaha mengambil cermin tersebut.

Lihat selengkapnya