Disisi lain, dalam rangka menjalankan perintah ayahnya. Vincent pergi ke perpustakaan Lavengenia. Tujuannya ke tempat itu adalah bola pengetahuan. Jika dia bisa memiliki bola pengetahuan mudah baginya untuk mengetahui keberadaan Lilia, sekaligus mencapai tujuannya.
"Akhirnya aku sampai." ucap Vincent ketika tiba di depan perpustakaan Lavengenia.
Namun, belum sempat Vincent menginjak ruangan perpustakaan. Muncul sesosok Flagel yang menghadang. Flagel tersebut terbang dari dalam ruangan dengan perawakan perempuan seksi. Tidak lupa dengan sayap, telinga, dan ekor hewan khas yang dimilikinya.
Vincent tersenyum melihat Flagel tersebut, dalam hatinya dia berpikir untuk menjadikan Flagel tersebut sekutunya, mengingat kekuatan yang dimilikinya, Flagel itu pasti akan sangat berguna baginya nanti.
"Seperti yang di rumorkan ras Flagel sangat cantik dengan daya tarik hewan khas mereka. Jadi apakah kau ditugaskan raja untuk menjaga perpustakaan Lavengenia?" ucap Vincent dengan nada tertarik pada ras Flagel.
"Itu benar. Dan aku sudah tahu keadaan Lavengenia sekarang. Aku pihak netral, jadi aku tidak bisa memihakmu." ucap Flagel tersebut dengan tenang.
"Aku sudah menduganya. Tapi ijinkan aku melihat bola pengetahuan." pinta Vincent dengan gaya khas seorang viscount vampire yang sombong dan penuh keangkuhan.
"Aku tidak bisa mengabulkan permintaanmu. Lagipula aku yakin kau tidak akan bisa menggunakannya. Bola pengetahuan di luar jangkauan kalian para vampir sombong." ucap Flagel dengan senyuman meremehkan pada Vincent. Hal itu dilakukannya setelah melihat perilaku Vincent yang dinilainya buruk dan sangat tidak layak bagi bola pengetahuan.
Vincent tersenyum kesal mendengar ucapan Flagel yang meremehkannya. Kemudian sepintas ide muncul di kepala Vincent. Dan senyuman liciknya kembali menghiasi wajah tampan Vincent.
“Lalu apa yang harus kulakukan agar kau mau membiarkanku menggunakan bola pengetahuan?”
“Mari kita lakukan sebuah game, akan kuijinkan kau memakai bola pengetahuan bila kau berhasil mengalahkanku.” ucap Flagel masih dengan senyuman meremehkan.
“Baiklah kuterima tantanganmu, game apa yang akan kita mainkan?” ucap Vincent dengan sikap tenang.
“MEMENTO” ucap sang Flagel yang kemudian membuat Vincent tenggelam dalam kegelapan.
Vincent yang mulai ditelan kegelapan mulai panik, perasaanya menjadi tidak karuan karena mendengar lagu yang tiba-tiba dimainkan.
“Lagu ini! Flagel katakan permainan apa ini?!” ujar Vincent yang mulai panik.
Tidak lama setelah itu suara Flagel menggema di dalam kegelapan.
“Aku telah membaca niat burukmu, wahai sang viscount vampire. Permainan ini bertujuan untuk menghancurkan kenangan yang membelenggumu. Kau akan sadar bila kau berhasil mengatasinya Nikmati waktumu Vincent.”
Seiring dengan menghilangnya suara si Flagel. Kegelapan yang menyelimuti Vincent berubah menjadi suasana rumah yang damai.
Matanya mengerjap perlahan, kini yang ia lihat adalah perapian yang menyala dengan selimut hangat di tubuh kecilnya. Kecil? Benar, Vincent sekarang kembali ke masa lalunya. Saat ketika dia masih menjadi manusia.
Vincent bangun perlahan dan melihat keluar jendela. Jemari-jemari kecilnya yang seputih salju membuka jendela, melihat pepohonan yang ditutupi salju. Desa tempat tinggalnya 100 tahun lalu masih tidak berubah sedikitpun. Vincent kecil tersenyum senang melihatnya.
“Vincent? Kau sudah bangun?” ucap suara wanita yang terbilang masih muda di umurnya saat ini.
Vincent yang mengenal jelas suara itu segera berbalik dan memeluknya.
“Mama, mama syukurlah kau ada disini!” ucap Vincent memeluk ibunya.