~Kastil Lavengenia~
Lilia, Vincent, dan Luca telah kembali ke kastil. Kini ketiganya sedang memantapkan hati hanya untuk memberi laporan pada Raja Malaxis. Terutama Luca pasalnya dia dalam status pergi tanpa ijin. Sedangkan Lilia dan Vincent telah lalai karena kemunduran dari jadwal yang di tetapkan.
Pintu besar dari es di depan mereka entah mengapa terasa lebih dingin dari biasa. Mungkin karena aura menyeramkan yang menguar dari balik pintu. Akhirnya pintu terbuka menampilkan sosok yang mereka takuti, Malaxis bersama rombongan pengawal keluar dari kastil.
“Ayah apa yang terjadi?” tanya Luca pada ayahnya yang berlalu melewatinya.
Malaxis hanya melirik Luca sekilas, “Kau sudah kembali rupanya.”.
Malaxis berbalik melihat Vincent, “Kerja bagus Vincent, aku serahkan kerajaan ini untuk sementara padamu.”.
Vincent yang mendengar perintah dadakan itu terkejut. “Baik ayah, memang ayah mau pergi kemana?”.
“Aku mau berburu penyihir sebentar.” ucap Malaxis dengan tatapan kejinya. Kemudian Malaxis pergi tanpa berkata apapun lagi.
Gerbang kastil dibuka beserta para pelayan yang menjadi pengiring kepergian sang Raja vampir Malaxis. Lilia tidak mengerti alasan kepergian sang raja yang begitu tiba-tiba, dan lagi dia bilang tujuannya mau berburu penyihir? Jangan bercanda pasti ada pemicu di balik keinginan itu. Satu hal yang terlintas di benak Lilia saat ini hanyalah Zura, di kerajaan Lavengenia satu-satunya klan penyihir yang tersisa hanyalah Keluarga Zanquees. Dan pewaris terakhir yang tersisa dari klan itu hanyalah Zura, Azura Zanquees.
“Apa Malaxis tahu tentang Zura?” pikir Lilia sembari melihat kepergian sang raja.
Setelah sang raja benar-benar pergi dari kerajaan. Lilia segera pergi ke hutan Lavengenia. Mencari keberadaan Zura, namun pondok tempat tinggal Zura ternyata telah kosong. Tidak tampak tanda-tanda keberadaan Zura sedikitpun.
Ketika Lilia mencari di kamar Zura dia menemukan sepotong kertas yang bertuliskan ‘Amore’. Lilia mencoba menerka di balik kata itu. Bukankah artinya cinta, sebenarnya apa maksud Zura?
Potongan kertas itupun di bawa Lilia di kantung roknya. Kemudian dia melanjutkan pencarian di sekitar hutan. Namun tetap saja nihil hasilnya. Pergi kemana Zura, padahal saat ini keberadaannya dalam bahaya.
“Benar juga, Lancelot! Lancelot dimana kau?” teriak Lilia ketika baru saja teringat keberadaan Lancelot yang seharusnya bersama Zura.
Sama sekali tidak ada jawaban untuk teriakan Lilia. “Sebenarnya pergi kemana sih Lancelot?” ucap Lilia kesal. Karena tidak menemukan siapapun di hutan, Liliapun memutuskan kembali ke kastil sebelum ada yang menyadari kepergiannya.
Vincent sedang di paviliun kecil di tengah taman duduk santai membaca buku sambil menikmati tehnya yang lezat. Lilia yang melihatnya pun menghampirinya.
“Apa kau tahu dimana Lancelot?” tanya Lilia pada Vincent.
Vincent menghentikan aktivitasnya sejenak kemudian menatap Lilia. “Apa dia menghilang?” tanya Vincent dengan santainya.
“Ya aku tidak bisa menemukannya dimanapun.” ucap Lilia cemas. Vincent yang melihat wajah cemas Lilia tidak kuasa menahan tawa.
“Kau terlalu cemas, tenanglah dia anjing yang setia. Pasti dia akan segera kembali ke pangkuanmu wahai sang putri.” ucap Vincent sembari menggoda Lilia.
Liliapun marah sempat-sempatnya Vincent menggodanya di saat seperti ini. Namun kemarahan itu dalam sekejap lenyap digantikan detakan jantung Lilia. Pasalnya Vincent menarik tangan Lilia dan membuatnya duduk di sebelahnya, kemudian menjadikan pangkuan Lilia sebagai bantal empuk tidurnya.