~Kastil Loyenberg, Daerah selatan Lavengenia~
Gesekan violin dan denting piano menghiasi pesta perayaan sang raja vampir Malaxis. Kastil tua tempat para penyihir berkumpul telah dirombaknya sedemikian rupa demi pesta perburuannya kali ini. Saat ini puluhan penyihir di salib dengan kondisi yang mengenaskan, mereka dikumpulkan di aula kastil sebagai hiburan para bangsawan vampir. Namun semua ini hanyalah pelampiasan amarah Malaxis atas penyerangan terhadap dirinya tempo dulu..
“Kalian para penyihir terkutuk, katakan siapa dari kalian yang pernah mencoba menyerangku?” ujar Malaxis yang geram melihat para penyihir yang hampir mati itu masih tersenyum meledeknya.
Tidak ada sepatah katapun yang keluar, mereka semua hanya bungkam dan tersenyum. Hingga pada puncak acara merekapun dibakar hidup-hidup. Dan sebuah mantra kutukanpun terucap.
“Wahai engkau sang raja vampir kejam, Malaxis. Kami turunkan kutukan padamu, pewarismu akan menggulingkanmu dengan salju dari utara.”
Mantra kutukan dan tawa merendahkan dari para penyihir menggiring mereka menuju api kematian.
Dengan selimut kegelapan cahaya-cahaya biru menuntun abu para penyihir yang telah mati, menyimpannya di Phylon, guci kecil yang terbuat dari api naga. Sosok bertudung hitam membawa phylon dengan cahaya-cahaya biru disekitarnya kemudian lenyap dalam kegelapan.
Sementara itu di kastil Lavengenia, Maria masih menempel pada Vincent seperti lem. Keduanya berjalan-jalan di taman dengan bahagia─ meski hanya Maria yang merasa demikian. Sedangkan Luca yang mengintip mereka dari balik pilar hanya bisa meremas kertas-kertas di genggamannya dengan sebal. Liliana yang sedang bersih-bersihpun melihat kejadian itu yang dirasanya cukup menarik bak drama.
“Fufu.. ada apa dengan para vampir itu mereka sedang main drama atau apa sih!” batin Liliana menahan tawa.
Vincent yang menyadari keberadaan Liliana segera menghampirinya. “Maria aku masih ada urusan, kau ajaklah Luca saja.” ucap Vincent dengan senyuman palsunya . Kemudian mengundang Luca yang sudah diketahuinya sedang mengintip di belakang.
Lucapun keluar dari tempat persembunyiannya menampilkan wajah malu karena ketahuan mengintip. Sedang Liliana tiba-tiba terseret dalam alur drama para vampir itu. “Apalagi sih maunya? Kenapa aku jadi terseret begini?” batin Liliana kesal. Vincentpun menarik tangan Liliana dan pergi keluar kastil.
Angin kencang yang menerbangkan bunga-bunga di taman itu seperti mengiris pelan benang takdir di antara mereka Lilia, Vincent, Maria, dan Luca. Maria hanya bisa menatap nanar Liliana dan Vincent yang pergi menjauh. Hingga tangisannyapun pecah dengan suara angin pagi itu, Luca mengelus kepala Maria pelan untuk menenangkannya. Namun uluran tangan itu hanya berakhir dengan tepisan tangan Maria yang marah.
~Kastil Loyenberg~
Muncul sosok bertudung hitam bersujud di hadapan Malaxis. Para vampir bingung melihat kehadiran sosok itu secara tiba-tiba di hadapan mereka.
“Aku adalah penyihir biru dari klan Zanquees.” ucap sosok itu. Yang kemudian menampikkan tudungnya dan memperlihatkan wajah cantiknya, sudah dipastikan sosok itu adalah “Azura Zanquees.”.
Semua vampir terkejut, berani-beraninya si penyihir seorang diri menghadap sang raja vampir, ini sama saja dia menyerahkan nyawanya.
“Kau cukup pemberani sebagai seorang penyihir buangan Azura dari klan Zanquees. Aku sudah mendengar tentangmu dulu.” ucap Malaxis dengan senyum liciknya.