Decak keributan menggema di seluruh kastil padahal baru beberapa hari yang lalu pesta diadakan, dan kini akan diadakan pesta lagi. Benar-benar merepotkan.
Dalam rangka pesta penyambutan kedatangan raja vampir, Malaxis setelah perjalanan jauhnya. Derap kaki berlarian kesana kemari begitu pula Liliana, sebagai seorang pelayan sudah menjadi tugasnya ikut andil dalam persiapan pesta.
Tugasnya kali ini sangat merepotkan dan menjengkelkan karena dia harus menjadi pesuruh tunangan Vincent. Maria benar-benar memanfaatkan Liliana dengan baik, menyuruh Liliana bolak-balik mencari gaun di kota termasuk hal yang sederhana. Bila dibandingkan semua perintah anehnya selama ini, mungkin ini caranya membalas dendam pada Liliana yang dirasa telah merebut Vinvent darinya.
“Sudah cukup! Tidak satupun gaun yang kau bawa pantas kukenakan.” ujar Maria marah kemudian keluar dari kamarnya. Liliana dan para pelayan hanya bisa diam melihat tingkah lakunya yang kurang ajar.
Awan-awan putih yang menggumpal diatas taman menutupi ribuan sinar terang dari mentari. Maria yang masih kalut dengan perasaannya memandangi bunga-bunga di taman hingga hampir menangis. Matanya memandang jauh meratapi cinta tidak berbalasnya. Memutar kembali memori puluhan tahun lalu saat semua baru dimulai.
“Huaaa… Luca jahat!” tangis Maria yang pecah ketika boneka kesayangannya dirusak Luca. Gadis kecil itu terduduk lemas di lantai kamarnya sambil menangis tanpa henti.
Hingga sebuah usapan kecil menenangkan bertumpu di kepalanya. Wajah manisnya mendongak melihat sosok pahlawannya, Vincent. Dengan senyuman lembutnya dia menenangkan Maria, seolah memberitahunya bahwa semua baik-baik saja.
“Hwee.. Dasar Maria cengeng!” ledek Luca yang sebenarnya merutuki dirinya sendiri karena tidak bisa jujur. Baginya melihat senyum Maria merupakan anugerah terbesar di hidupnya, meski senyuman itu tidak diperuntukkan baginya.
Bagi Vincent Maria dan Luca adalah adik yang harus diasuhnya demi mendapat kepercayaan dari Malaxis. Tidak peduli walaupun dia harus memakai topeng baik itu selamanya asal ambisinya terpenuhi hal itu bukanlah masalah.
“Maria simpanlah pita ini!” ucap Vincent memberikan pita merah muda di hari ulang tahun Maria. Senyum palsu Vincent dibalas dengan senyum cerah Maria yang polos. Di ujung ruangan tampak Luca yang senang melihat Maria memakai pita pemberiannya, “Sangan Manis.” pikir Luca.
Pita pemberian Vincent berasal dari Luca. Alasannya karena Luca tahu bila dia yang memberikannya Maria tidak akan mau menerimanya dan berakhir membencinya. Maka dari itu dia meminta Vincent, orang yang dicintai Maria untuk memberikan hadiahnya. Vincent sendiri tidak keberatan melakukan hal itu, justru dia diuntungkan dengan Maria yang menjadi sekutunya sekaligus mendapat kepercayaan ayahnya.
Kenangan singkat itu berputar di kepala Maria. Tentunya dia tahu perasaan Luca padanya, tapi dia berusaha menyangkalnya karena perilaku Luca yang selalu mengganggunya. Air mata yang mengumpul di pelupuk matanya mengalir tanpa disadarinya. Membuat Maria harus menyembunyikan wajahnya di gaun merah mudanya.
Sementara itu Lancelot yang telah pulih dari luka-lukanya berjalan-jalan di istana dengan santainya sebagai seekor anjing yang lucu. Para pelayan istana tentunya tidak terkejut dengan kehadirannya mengingat kini dia adalah peliharaan Vincent.
Langkah Lancelot terhenti mendapat sosok Maria yang menangis di taman seorang diri. Kemana perginya si Vincent yang biasanya duduk minum teh disana. “Apa dia juga sibuk?” pikir Lancelot yang tidak melihat kehadiran Vincent di taman.
Namun entah mengapa Lancelot justru menghampir Maria yang menangis seorang diri. Mungkin karena insting kesatrianya dia tidak bisa meninggalkan seorang Lady yang menangis seorang diri. Karena hal itu hanya akan mengingatkannya pada sang putri Lilia.
‘Woof’
Sedikit suara dari Lancelot mampu membuat Maria melonjak kaget. Seekor anjing putih yang sangat manis tiba-tiba muncul untuk menenangkannya, tentu hal itu membuatnya sangat senang. Tangan Maria secara reflex membelai kepala Lancelot.